Pengakuan Anak Jenderal Ahmad Yani Saat G30S PKI: Bapak Saya Ditembak dan Diseret-Seret
- TikTok
VIVA Trending – Di Indonesia, tiap bulan September maka diperingati sebagai hari G30S PKI. G30S PKI adalah hari di mana gugurnya tujuh perwira tinggi militer TNI AD oleh pasukan Cakrabirawa. Meski kejadian telah lama, namun rasa sakit dan kengerian masih terpatri jelas di benak keluarga.Â
Salah satunya adalah putra dari Pahlawan Revolusi Jenderal Ahmad Yani yaitu Untung Mufreni. Ia menceritakan kesaksiaannya melihat sang ayah tewas saat peristiwa G30S PKI pada 1 Oktober 1965.
Kala itu, Untung menyaksikan langsung Ayahnya yang diperlakukan secara keji oleh pasukan Cakrabirawa G30S PKI di kediaman pribadi mereka.Â
"Ayah saya sehat walafiat," kenang Untung, dilansir dari akun TikTok @WawanTanasale Sabtu, 30 September 2023.
"Bintang tiga, kepala staf angkatan darat, diseret-seret di depan kita (anak-anaknya), bagaimana? Ditembak di depan kita, di seret keluar di depan kita. Coba bayangin aja," ujarnya menceritakan kejadian keji yang menimpa sang ayah.
"Umur kita masih kecil-kecil. Akhirnya cuma bisa liat bapak kita diseret-seret (bahkan) sampai mau keluar dari pintu belakang, masih ditodong sama cakrabirawa. Cakrabirawa loh yang masuk, 5 orang yang masuk sampai penembakan," lanjutnya.
Hal ini yang membuat keluarga selalu sedih ketika bulan September hadir. "Setiap September kita tidak merasa senang, selalu dalam keadaan yang sedih, karena kita mengingat terus," ujarnya sembari menahan tangis.
Bagaimana tidak, Untung bersama saudara-saudaranya yang kala itu masih sangat kecil, mengaku sempat diancam akan ditembak.
"Kami kejar ayah kami keluar sampai pintu belakang, itu satu orang dari cakrabirawa sudah siap di depan kami, kami buka pintu dibilang 'siapa yang keluar kami tembak', itu masih kecil-kecil kami," jelasnya.
Jenderal Ahmad Yani adalah salah satu pahlawan revolusi dan menjadi salah satu korban dari tujuh perwira tinggi militer TNI AD yang terbunuh di tangan anggota G30S/PKI pada tahun 1965.
Tujuh pahlawan revolusi lainnya adalah Jenderal Ahmad Yani, Mayjen R. Soeprapto, Mayjen M.T. Haryono, Mayjen S. Parman. Brigjen Sutoyo, Brigjen D.I Panjaitan dan Lettu Pierre A. Tendean.Â
Setelah terbunuh, ketujuhnya dibawa ke daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur dan jasadnya dibuang ke sebuah lubang sumur kecil yang berdiameter 75 centimeter dengan kedalaman sekitar 15 meter. Pada sumur itu pula, pahlawan revolusi dibuang ke dalam sumur dan berada dalam kondisi saling bertumpuk.