B. J. Habibie
- U-Report
VIVA.co.id – Bacharuddin Jusuf Habibie atau lebih dikenal dengan nama B.J. Habibie lahir di Parepare, Sulawesi Selatan pada tanggal 25 Juni 1936. B.J. Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara dari pasangan pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Sang ayah merupakan seorang ahli pertanian dari Gorontalo dan memiliki keturunan Bugis. Sedangkan sang ibu asal Jawa dan merupakan anak dari dokter spesialis mata di Yogyakarta.
Habibie sudah menunjukkan kecerdasannya sejak dini. Ia memiliki ketertarikan khusus dengan fisika. Dalam hal pendidikan, pernah bersekolah di SMAK Dago, Bandung, dan meneruskan kuliah selama 6 bulan di Institut Teknologi Bandung dengan studi Teknik Mesin (1954). Setahun kemudian, Ia melanjutkan studi teknik penerbangan selama 10 tahun di Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule (RWTH), Aachen, Jerman (1955 – 1965), Jerman dengan dibiayai oleh ibunya. Habibie meraih 2 gelar sekaligus yaitu Diplom Ingenieur (1960) dan Doktor Ingenieur (1965) dengan predikat summa cum laude.
Di sela-sela kuliahnya, Habibie muda sempat kembali ke tanah air. Selain menziarahi makam almarhum sang ayah di Ujung Pandang, Ia sempat pula pulang ke Bandung dan bertamu ke rumah tetangganya yang tak lain merupakan keluarga Ainun. Mereka sebetulnya sudah kenal sejak di bangku sekolah. Bahkan, Habibie mengakui pernah beberapa kali pacaran dengan wanita Jerman sebelum akhirnya ia berlabuh ke hati Ainun. Kedekatan mereka pun berlanjut ke pelaminan tepat pada tanggal 12 Mei1962. Mereka dikarunia 2 anak yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie dan 6 cucu.
Habibie dan istrinya pun tinggal di Jerman. Habibie harus bekerja keras untuk membiayai rumah tangga dan biaya kuliah doktoralnya. Ia juga mendalami teknik dan konstruksi pesawat terbang.
Setelah lulus, BJ Habibie bekerja di perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman, yaitu Messerschmitt-Bölkow-Blohm (MBB) pada 1965-1969 sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktrur Pesawat Terbang, dan kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat terbang komersial dan militer di sana (1969-1973).
Atas kinerja dan kredibelitasnya, ia pun dipercaya sebagai Vice President sekaligus Direktur Teknologi di MBB periode 1973-1978 serta menjadi Penasihas Senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB (1978). Dialah satu-satunya orang Asia yang menduduki jabatan nomor dua di perusahaan pesawat terbang Jerman ini.
Sebelum memasuki usia 40 tahun, karier Habibie sangat cemerlang, terutama dalam urusan desain dan konstruksi pesawat terbang. Habibie bagaikan berlian yang bersinar di Jerman. Kedudukan terhormat pun berhasil ia gapai baik secara materi dan intelektualitas. Selama bekerja di Jerman, Habibie menyumbang berbagai hasil penelitian dan sederet teori untuk ilmu pengetahuan dan teknologi Thermodinamika, Konstruksi, dan Aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya dikenal dalam dunia pesawat terbang seperti “Habibie Factor“, “Habibie Theorem” dan “Habibie Method“.
Pada tahun 1968, Habibie telah mengundang sejumlah insinyur tanah air untuk turut bekerja di industri pesawat terbang Jerman. Sekitar 40 insinyur Indonesia akhirnya dapat bekerja di MBB atas rekomendasi Habibie.
Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan kemampuan dan pengalaman insinyur Indonesia jika kembali ke Tanah Air dan membuat produk industri dirgantara (dan kemudian maritim dan darat). Mengetahui kecerdasan Habibie, Presiden Soeharto tak tinggal diam. Ia mengirim Ibnu Sutowo ke Jerman untuk menemui seraya membujuk Habibie pulang ke Indonesia, Habibie bersedia dan melepaskan jabatan dan prestasinya di Jerman.
Habibie pun diangkat menjadi penasehat pemerintah (langsung dibawah presiden) di bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi hingga tahun 1978. Meskipun demikian selama tahun 1974-1978, Habibie masih sering pulang pergi Jerman karena masih menjabat sebagai Vice Presiden dan Direktur Teknologi di MBB.
Setelah itu, ia diangkat Soeharto menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi selama 2 dekade mulai dari 1978 hingga 1998. Lalu, 14 Maret 1998 Habibie terpilih menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia dalam Kabinet Pembangunan VII. Ia juga menduduki posisi ketua umum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) saat masih menjadi menteri.
Tragedi Mei 1998, awal muncul Era Reformasi membawa perubahan posisi Habibie. Kerusuhan Mei 1998 yang melanda beberapa kota di Indonesia dan berpusat di Jakarta telah menggulingkan Presiden Soeharto yang sudah menjabat selama 32 tahun. Hal itu menyembabkan Habibie naik ke kursi Presiden terhitung sejak 21 Mei 1998.
Habibie harus mengawal Era Reformasi dengan menghadapi ketidakstabilan dan disintegrasi pasca kerusuhan Mei 1998. Sebagai presiden, Habibie segera membentuk kabinet baru dengan tugas penting untuk mengembalikan dukungan dari dana moneter internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
Meski singkat menjadi presiden, tapi Habibie berhasil membuat trobosan untuk Indonesia di antaranya yaitu Undang-Undang Anti Monopoli atau Undang-Undang Persaingan Sehat, Undang-Undang Partai Politik, dan Undang-Undang Otonomi Daerah. Berkat UU Otonomi Daerah inilah, disintegrasi di berbagai daerah bisa diredam dan tuntas pada era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Selain itu juga, Habibie menciptakan beberapa perubahan seperti membebaskan masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya sehingga banyak lahir partai-partai baru. Ia juga menghapus larangan berdirinya serikat buruh independen dan membuat 12 Ketetapan MPR.
Dari sektor ekonomi, Habibie sukses menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang awalnya berkisar Rp10.000 hingga Rp15.000 dan di akhir pemerintahannya nilai rupiah meroket hingga 6.500 yang belum terulang lagi hingga tahun 2016.
Saat ia menjadi presiden, ada satu hal yang sangat krusial soal otonomi Provinsi Timor-Timur. Atas usul PBB, Presiden Habibie mengadakan jejak pendapat yang diselenggarakan 30 Agustus 1999 di bawah pengawasan UNAMET (United Nations Mission for East Timor) dan diikuti oleh penduduk Timor Timur.
Menurut Hasil yang diumumkan di New York dan Dili pada tanggal 4 September 1999 yang diikuti oleh 451.792 penduduk Timor-Timur. Sebesar 78.5% penduduk Timor Timur menyatakan menolak otonomi khusus yang ditawarkan Indonesia. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka MPR RI dalam Sidang Umum MPR pada 1999 mencabut TAP MPR No. VI/1978 dan mengembalikan Timor Timur seperti pada 1975.Dalam bahasa lain, Provinsi Timor-Timur lepa dari Indonesia dan menjadi Negara Timor Leste.
Hal inilah yang memicu pihak oposisi Habibie berusaha keras menjatuhkannya. Hingga akhirnya Habibie resmi selesai sebagai Presiden RI yang Ke-3 pada tanggal 20 Oktober 1999. ia memutuskan untuk tidak mencalonkan diri lagi setelah laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR.
Setelah tidak menjabat sebagai presiden lagi, Habibie memilih tinggal di Jerman. Namun, pada era kepresidenan SBY, Habibie kembali aktif sebagai penasehat presiden dalam rangka mengawali proses demokrasi di Indonesia melalui organisasi yang didirikannya (Habibie Center). Ia juga aktif kembali di Partai Golkar sebagai Ketua Dewan Penasehat.
Pada tanggal 22 Mei 2010, Habibie harus kehilangan sang istri akibat kanker ovarium yang dideritianya. Sebagai bentuk kecintaan Habibie kepada mendiang istrinya, Ia menulis sebuah buku bertajuk “Habibie & Ainun” setebal 323 halaman yang kemudian diangkat ke film layar lebar dengan judul yang sama.
***
BIODATA
Nama Lengkap | : Bacharuddin Jusuf Habibie |
Nama Panggilan | : B. J. Habibie, Habibie |
Tempat, Tanggal Lahir | : Parepare, 25 Juni 1936 |
Agama | : Islam |
Jabatan | : Presiden RI ke-3 periode 1998-1999 |
KELUARGA | |
Orang Tua | : Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo |
Pasangan | : Hasri Ainun Besari |
Anak | : Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie |
PENDIDIKAN
- SMAK Dago, Bandung
- S1,Teknik Mesin di Universitas Indonesia Bandung (1954)
- S1-S3, Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule, Aachen, Jerman (1955 – 1965)
KARIER
- Messerschmitt-Bölkow-Blohm, Hamburg, Jerman (1965 – 1978)
- Penasehat Presiden RI (1974 – 1978)
- Menteri Negara Riset dan Teknologi (1978 – 1998)
- Ketua Umum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia)
- Wakil Presiden RI (1998)
- Presiden RI (1998 – 1999)
- Penasehat Presiden era SBY
- Komisaris Utama dari PT. Regio Aviasi Industri
PENGHARGAAN
- Edward Warner Award dan Award von Karman
- Ganesha Praja Manggala Bhakti Kencana dari Institut Teknologi Bandung
KARYA
- Proceedings of the International Symposium on Aeronautical Science and Technology of Indonesia / B. J. Habibie; B. Laschka [Editors]. Indonesian Aeronautical and Astronautical Institute; Deutsche Gesellschaft für Luft- und Raumfahrt 1986
- Eine Berechnungsmethode zum Voraussagen des Fortschritts von Rissen unter beliebigen Belastungen und Vergleiche mit entsprechenden Versuchsergebnissen, Presentasi pada Simposium DGLR di Baden-Baden,11-13 Oktober 1971
- Beitrag zur Temperaturbeanspruchung der orthotropen Kragscheibe, Disertasi di RWTH Aachen, 1965
- Sophisticated technologies : taking root in developing countries, International journal of technology management : IJTM. - Geneva-Aeroport : Inderscience Enterprises Ltd, 1990
- Einführung in die finite Elementen Methode,Teil 1, Hamburger Flugzeugbau GmbH, 1968
- Entwicklung eines Verfahrens zur Bestimmung des Rißfortschritts in Schalenstrukturen, Hamburger Flugzeugbau GmbH, Messerschmitt-Bölkow-Blohm GmbH, 1970
- Entwicklung eines Berechnungsverfahrens zur Bestimmung der Rißfortschrittsgeschwindigkeit an Schalenstrukturen aus A1-Legierungen und Titanium, Hamburger Flugzeugbau GmbH, Messerschmitt-Bölkow-Blohm GmbH, 1969
- Detik-detik Yang Menentukan - Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi, 2006 (memoir mengenai peristiwa tahun 1998)
- Habibie dan Ainun, The Habibie Center Mandiri, 2009 (memori tentang Ainun Habibie)
- Pesawat N-250 Gatot Kaca.