Menanti Nasib Full Day School dari Pemerintah
- ANTARA FOTO/Yusran Uccang
VIVA.co.id – Saya seorang guru yang prihatin dengan sikap pemerintah. Dua bulan sudah nasib peraturan sekolah lima hari menguap di istana. Presiden hingga sekarang belum mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait full day school ini. Padahal, saat penerbitan Peraturan Menteri (Permen) No 23 Tahun 2017 yang dibatalkan presiden pada awal Juni 2017 merupakan produk kesepakatan antara Mendikbud, Muhadjir Effendy dengan Presiden Jokowi, pada 3 Februari 2017.
Namun, saat muncul gelombang protes, presiden mencabut sendiri Permen tersebut dan akan menggantinya dengan Perpres. Sayang, hingga sekarang nasib kebijakan sekolah lima hari makin tak menentu. Saya tidak ambil pusing dengan sikap yang membingungkan dari presiden dan mendikbud, tapi dampak sikap mereka inilah yang saya khawatirkan di lapisan masyarakat.
Di kalangan masyarakat, khususnya umat Islam, terjadi dua kelompok besar. Mereka seolah-olah terwakili oleh kelompok penentang yang dipelopori ormas Nahdlatul Ulama (NU) dan kelompok pendukung dari Muhammadiyah, karena mendikbud berasal dari Muhammadiyah.
NU beranggapan, bila peraturan ini diterapkan akan banyak madrasah atau sekolah diniyah yang dikelola NU akan tutup. Sementara, Muhammadiyah merasa tidak terlalu terancam karena banyak sekolah yang dikelolanya sudah menerapkan kebijakan ini. Oleh karena itu, saya tidak menginginkan rencana baik pemerintah sekolah lima hari untuk pembentukan karakter malah sebaliknya yang justru memunculkan karakter-karakter pemarah di kalangan masyarakat karena lambatnya pemerintah mengambil sikap.
Saya berharap, pemerintah cepat menjelaskan kepastian kebijakannya ke masyarakat. Jangan biarkan kemarahan masyarakat memuncak hingga terjadinya gesekan sesama masyarakat atau dengan penguasa sendiri. (Pengirim Ahmad Suheli, Depok, Jawa Barat)