Curhat Pemain Pelatnas Soal 'Bullying' Fans di Media Sosial
- VIVA.co.id/Donny Adhiyasa
VIVA.co.id – Kemeriahan gelaran BCA Indonesia Open Super Series Premier 2017 terus membahana di Plenary Hall JCC, Senayan, Jakarta. Hasil positif dan negatif silih berganti mewarnai perjalanan para kontestan yang berlaga.
Sayang, tak semua penggawa Merah Putih mampu menorehkan hasil impresif dalam menapaki kiprahnya. Salah satunya yang dialami oleh ganda campuran Pelatnas Cipayung, Edi Subaktiar/Gloria Emanuelle Widjaja.
Pasangan asal klub PB Djarum Kudus ini harus terhenti langkahnya di babak pertama dan menelan kekalahan di laga perdananya di Indonesia Open 2017. Sekelumit asa pun coba diuntai duo yang sempat diproyeksikan sebagai pelapis Praveen Jordan/Debby Susanto itu.
"Saya pikir semua pemain punya perjalanan. Ada yang langsung naik (prestasinya), ada yang naik turun, mungkin kami bisa dibilang masih yang naik turun. Tapi bagi kami, semua itu tak ada yang tak mungkin," ungkap Edi Subaktiar usai tersingkir di babak pertama dari ganda Jepang, Yuta Watanabe/Arisa Higashino, Selasa 13 Juni 2017 lalu.
"Kami melihat contoh pelatih kami, mas Nova Widianto (mantan pasangan Liliyana Natsir) yang bisa juara dunia di usia 27 tahun. Jadi saya pikir jangan ada yang nge-judge orang gimana-gimana dulu," tambahnya.
Meski menyesali dengan capaiannya itu, duet ini justru sedikit menyelipkan pesan untuk para "badminton lovers" perihal perilaku "bullying" yang kerap mereka terima di media sosial.
"Sekarang di media sosial semua orang bisa nge-judge segala macam dengan apa yang mereka lihat, bukan dengan apa yang mereka tahu. Kalau mereka memang badminton lovers, ya jadilah orang yang suka badminton, bukan orang yang nge-judge pemain badminton," tegas Edi.
"Karena silakan dilihat, sejauh ini di Indonesia juga olahraga terbaik bangsa ini, ya bulutangkis. Maka jangan mudah untuk nge-judge jelek orang saat hasilnya nggak sesuai dengan harapan," ujarnya.
Fenomena caci maki perihal prestasi bulutangkis nasional di dunia maya memang jadi kondisi tak etis. Sebab, publik kadang tak mengetahui secara utuh usaha dan kerja keras para pebulutangkis dalam berlatih serta bertarung di tengah sengitnya persaingan saat ini. (ase)