Dampak Besar Jonatan Christie Tumbang di Depan Mata Wiranto

Jonatan Christie
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Jumat 19 Juli 2019, menjadi hari paling tragis bagi bulutangkis Indonesia. Bagaimana tidak, RI memperpanjang rekor tak pernah menjuarai tunggal putra turnamen termahal dunia, Indonesia Open menjadi 7 tahun beruntun.

Format Baru Bertabur Bintang, Ajang BDMNTN-XL Sajikan Duel Paten dan Menghibur

Catatan buruk itu menjadi semakin panjang setelah satu-satunya tunggal putra Indonesia yang tersisa di turnamen BWF Super 1000 ini, yakni Jonatan Christie tumbang di tangan ranking 3 dunia, Chou Tien Chen.

Yang paling menyakitkan lagi, Jojo tumbang tepat di depan mata Ketua Umum Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia, Jenderal TNI (Purn) Wiranto. Saat itu memang beliau sengaja datang ke Senayan untuk melihat penampilan Jojo.

Pemenang Aqua Cup Wakili Indonesia di Turnamen Badminton Asia Tenggara

Di pertandingan itu, sebenarnya Jojo tampil baik. Terbukti dia dengan berhasil dengan mudah mengalahkan Chou di gim pertama dengan angka telak 16-21.

Sayangnya, akibat tak bisa mengontrol stamina dan percaya diri yang berlebihan di gim pertama, Jojo kedodoran di gim kedua. Tenaganya mulai habis dan dia mulai serang mencuri napas. Dampaknya sangat fatal, Chou pun merebut kemenangan 21-18 dan memaksa terciptanya rubbergame.

Manfaat Ajak Anak Main Bulutangkis, Selain Sehat Ajarkan Si Kecil Kreatif Hingga Percaya Diri

Jonatan Christie

Di gim terakhir, dari bangku penonton terlihat Wiranto mulai tegang apalagi saat Jojo semakin loyo dan mimpi buruk pun terjadi, Chou mempecundangi Jojo dengan angka 21-14.

Kekalahan Jojo ini sangat berimbas, karena dengan kekalahan ini maka Indonesia mengukir sejarah buruk 7 tahun beruntun gagal merebut tahta juara turnamen berhadiah total 1.250.000 dolar Amerika Serikat ini.

Indonesia terakhir kali menduduki tahta juara tunggal putra Indonesia Open pada 2012, saat itu gelar juara didapatkan Simon Santoso.

Sejak Indonesia Open pertama digelar pada tahun 1982, tak pernah Indonesia gagal menjuarai tunggal putra lebih dari 2 tahun beruntun.

Memang rekor buruk ini bukan kesalahan Jojo seorang. Sebab, bagaimana pun Jojo telah berusaha berjuang untuk mengibarkan sang saka merah putih di Istora.

Kesalahan tentu ada di PBSI, karena rekor buruk tak hanya diukirkan di sektor tunggal putra saja. Tapi juga terjadi di 2 sektor lainnya.

Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan.

Yang terparah tentunya di tunggal putri. Sebab sudah 18 tahun tak ada seorang pun putri Indonesia yang bisa naik podium juara Indonesia Open. Terakhir kali Indonesia bisa juara tahun 2001 melalui perjuangan Ellen Angelina.

Hal yang sama juga terjadi di sektor ganda putri, sudah 11 tahun Indonesia tak bisa merebut gelar juara sektor ini, terakhir kali juara di tahun 2008, saat gelar juara didapatkan Vita Marissa/Liliyana Natsir.

Selain ketiga sektor ini, Indonesia juga baru saja kehilangan gelar juara bertahan ganda campuran. Tontowi Ahmad yang kini berduet dengan Winny Oktavina Kandow, gagal mempertahankan  gelar juara yang dia rebut 2 tahun beruntun bersama Liliyana Natsir.

Satu-satunya kejayaan yang tersisa hanya di sektor ganda putra. Indonesia telah memastikan diri menjuarai ganda putra Indonesia Open 2019 setelah Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan dan Kevin Sanjaya Sukamuljo lolos ke final.

Secara keseluruhan turnamen Indonesia Open 2019 berjalan baik. Hanya saja sangat disayangkan jika turnamen semegah ini berlalu begitu saja tanpa gelar juara.

Sudah pasti, rakyat Indonesia merindukan kejayaan seperti saat Marleve Mainaky, Ellen Angelina, Candra Wijaya/Sigit Budiarto, Deyana Lomban/Vita Marissa dan Tri Kusharjanto/Emma Ermawati memborong 5 gelar juara Indonesia Open di tahun 2001.

Atau saat Joko Suprianto, Ardi Wiranata; Susi Susanti; Denny Kantono/Antonius Ariantho, Candra Wijaya/Sigit Budiarto; Eliza Nathanael/Zelin Resiana; dan Tri Kusharjanto/Minarti Timur merebut 5 gelar juara Indonesia Open dua tahun beruntun 1996 dan 1997.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya