Kisah Tim Uber Indonesia 1998: Pulang Sudah Ganti Presiden
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA – Piala Thomas-Uber 2018 pada 20-27 Mei mendatang jadi gelaran yang dinantikan publik Tanah Air. Persaingan merebut lambang supremasi bulutangkis beregu putra dan putri itu terasa punya memori yang begitu dekat dengan masyarakat Indonesia.
Sebagai salah satu negara kiblat bulutangkis dunia, tim Thomas-Uber Indonesia pun rupanya memiliki kenangan kelabu saat turnamen tersebut digelar di Hongkong pada 1998 silam. Hal ini juga yang diungkapkan legenda tunggal putri Merah Putih, Susy Susanti.Â
Peraih medali emas Olimpiade pertama bagi Indonesia itu pun coba mengingat kembali perihnya kisah pilu melalui pertandingan Piala Uber di tengah momen kerusuhan reformasi 1998.
"Waktu berangkat kita masih aman-aman saja, dilepas Presiden Soeharto. Tapi, ketika pulang Presidennya beda, jadi Pak Habibie. Saat di sana panik lah, karena salah satu target utama itu rumah saya mau dibakar di Tasikmalaya. Untungnya, para tetangga turut menjaga dan bilang kalau itu bukan rumah saya," ungkap Susy kepada VIVA.
"Sedangkan kita di sana lagi tanding di Hong Kong juga diincar sama orang-orang di sini, sampai dilemparin telur segala macam. Ya diincar lah sama penonton satu hall karena mereka juga sudah tahu perlakuan orang Indonesia saat kerusuhan itu kan biadab banget yang disiksa, dibakar, dibunuh, diperkosa, dijarah karena beritanya luar biasa," kenang Susy.
Dalam turnamen yang berlangsung di Hong Kong pada 15-24 Mei 1998 itu situasi mencekam pun harus dilalui skuat Merah Putih yang tetap bertarung membela kehormatan bangsa meski dalam kondisi Indonesia yang dilanda kerusuhan massal.
"Ketika itu manajernya (alm) Pak Agus Wirahadikusumah, dia buka kamar 24 jam untuk kita telepon. Kartu kredit diblok semua, kita enggak bisa bayar hotel, enggak bisa makan. Untungnya ada yang bawa uang cash kirim ke sana, kalau enggak kita diusir, itu dengan keadaan di Jakarta lagi rusuh," jelas Susy.
Di akhir turnamen, Susy Susanti dan rekan-rekannya di tim Uber harus puas finis sebagai runner-up usai takluk 1-4 dari China dan gagal mempertahankan gelar pada 1994 & 1996. Sejak kekalahan itu pula, skuat putri Indonesia belum mampu lagi menjadi juara Piala Uber hingga saat ini. (one)