Curhat Kerinduan Legenda Tinju, Indonesia tanpa Wakil di 4 Olimpiade
- Istimewa
VIVA – Legenda tinju Indonesia, Irjen Pol Johni Asadoma menyayangkan untuk kempat kali gelaran Olimpiade, Indonesia tak mampu meloloskan wakilnya untuk cabang olahraga tinju.
Pada Olimpiade Tokyo 2020 kali ini, Indonesia mengirimkan 28 atlet dari delapan cabor. Rincian dari delapan cabor tersebut adalah bulutangkis, atletik, panahan, menembak, dayung, selancar, angkat besi, dan renang.
Terakhir kali Indonesia meloloskan wakilnya di cabor tinju pada Olimpiade Sydney 2000 yakni La Paena Masara (Kelas Layang).
Johni Asadoma yang tampil pada Olimpiade 1984 Los Angeles mengatakan, hal ini harus menjadi perhatian serius. Pasalnya, Filipina yang sama-sama berasal dari Asia Tenggara bisa mencapai partai final di cabang tinju Olimpiade
Mantan Ketua Persatuan Tinju Nasional (Pertina) itu menjelaskan, Indonesia sebenarnya memiliki banyak bibit unggul atlet tinju.
Namun, butuh pembinaan yang baik dan dukungan finansial dari luar pemerintah agar bisa memajukan olahraga ini.
"Saya tuh tadi juga kagum dan bangga dengan Filipina, tapi saya juga sedih bagaimana mengangkat Indonesia itu butuh pekerjaan besar yang perlu dilakukan bersama-sama mulai dari tingkat Sasana, kabupaten/kota, pengurus provinsi sampai pusat," kata Asadoma.
"Sebetulnya banyak (bibit unggul) terutama kelas-kelas bawah, kelas ringan, kelas bulu, kelas layang, kelas terbang di bawah 60 kg itu sebetulnya banyak bibit kita, kalau kelas di atas 60 itu kurang sekali karena postur kan," ucap Asadoma.
Pria yang kini menjabat Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri tersebut menuturkan, pembinaan di daerah memiliki peranan penting dalam pembentukan bibit atlet unggul.
Karena, tingkat pusat hanya bertugas mematangkan atlet binaan dari daerah. Dengan cara mengirim atlet untuk berkompetisi di tingkat internasional.
Selain itu, peraih medali emas kelas layang Sea Games 1983 di Singapura tersebut mengatakan, sokongan dana dari luar pemerintah untuk mensponsori calon atlet tinju sangat dibutuhkan.
Sebab, anggaran pemerintah tidak akan cukup untuk mengurusi tinju. Mengingat masih banyak cabang olahraga lain yang juga membutuhkan dana operasional.
Di sisi lain, Indonesia pernah mencatatkan sejarah meloloskan petinju di beberapa edisi olimpiade, yakni Ferry Moniaga (Kelas Layang) pada Olimpiade Munchen (1972), Johni Asadoma di Olimpiade Los Angeles (1984).
Kemudian Albert Papilaya (Kelas Menengah) Olimpiade Barcelona (1992), Hermensen Ballo, Olimpiade Atalanta (1996) dan Olimpiade Sydney (2000), La Paena Masara (Kelas Layang).