HUT RI, Apa Kabar Pahlawan Pencak Silat Indonesia di Asian Games 2018?
- Inasgoc
VIVA – 75 Tahun sudah Indonesia memperingati hari kemerdekaan, Tak terhitung berapa banyak nyawa dan tetes darah pengorbanan para pahlawan untuk meraih kemenangan bagi bangsa ini.Â
Di masa kini, pahlawan-pahlawan Indonesia tidak lagi berjuang dalam medan pertempuran. Mereka berjuang dalam bidangnya masing-masing.Â
Di bidang olahraga contohnya, mereka berkorban demi prestasi. Meninggalkan zona nyaman, keluarga, dan berpacu dengan waktu.Â
Tujuannya cuma satu, agar nama dan bendera Indonesia berkibar di kancah dunia karena prestasi olahraganya. Bicara soal dunia olahraga, tentu banyak pahlawan yang bisa ditemui pada masa kini.
Di berbagai cabang, sejumlah nama atlet telah dikenal di penjuru negeri, bahkan mendunia. Tentu, masyarakat Indonesia masih ingat momen cemerlang di Asian Games 2018.Â
Masih hangat di ingatan bagaimana purta dan putri terbaik Indonesia berkompetisi dengan lawan-lawan terbaik di Asia. Contohnya pencak silat, cabang olahraga yang paling banyak menyumbang medali emas pada pesta empat tahunan itu.
14 medali emas dan 1 medali perunggu berhasil diraih atlet pencak silat. Hebatnya lagi, itu diraih dari 16 nomor pertandingan yang dipertandingkan. Artinya, cuma dua nomor yang luput dari kejaran tim pencak silat Indonesia.
Patut diapresiasi setinggi-tingginya para atlet yang sudah berjuang demi kejayaan Indonesia. Tapi, kita kadang lupa bahwa ada sosok paling berjasa dalam keberhasilan atlet meraih prestasi, dia adalah pelatih.Â
Sosok di belakang layar yang kadang jarang mendapatkan sorotan namun tak dapat dibantah bahwa sosok mereka adalah pahlawan.
Keberhasilan pencak silat Indonesia pada Asian Games 2018, tak bisa dilepaskan dari peran penting sosok Rony Syaifullah. Dia adalah pelatih kepala pencak silat Indonesia yang menggembleng Hanifan Yudani Kusumah cs.
Rony bukan pelatih kaleng-kaleng. Dia pernah menahkodai pencak silat Indonesia menjadi juara umum di Kejuaraan Dunia tahun 2010, Juara umum SEA Games 2011.
Kehebatannya bukan lahir secara instant. Sebab, dia sebelumnya merupakan salah satu atlet pencak silat terbaik yang dimiliki Indonesia. Selama kariernya, Rony menyabet gelar juara dunia 1997 dan 2000.Â
Tak hanya itu, sosok kelahiran Boyolali 26 Agustus 1976 itu juga menyumbangkan medali emas dalam SEA Games 1997, 2005, dan 2007.
Kini, Rony telah memilih jalan hidup baru. Meski demikian, dia tetap saja tak bisa jauh-jauh dari pencak silat. Setelah Asian Games 2018, Rony memutuskan keluar dari Timnas Pencak silat Indonesia.
Rony telah kembali ke 'rumah' yang telah lama ia tinggalkan yaitu Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Sejak 2002, dia sudah tercatat sebagai dosen di Fakultas Keolahragaan UNS. Memang, setelah Asian Games 2018 dia sudah mengikrarkan janji untuk mengabdi kembali di bidang akademik.
"Semenjak saya jadi atlet pada 1996 sampai 2008, dilanjutkan pelatih 2009-2018, selama itu saya belum mengabdikan diri secara formal secara betul-betul menjadi dosen. Asian Games kemarin, saya bertekad jika berhasil akan kembali ke bidang akademik," kata Rony kepada VIVA, Senin 17 Agustus 2020.
Rony saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan 1 Fakultas Keolahragaan UNS. Baginya, posisi itu tak berbeda ketika menjadi seorang pelatih.
"Bedanya cuma aplikasinya saja. Ketika saya di lapangan, basic dari teori yang saya terapkan dari sport science. Nah sekarang penerapannya melalui kelas, eksperimen, pelatihan yang dikemas dari segi pendidikan. Secara teknis sama, saya mentransfer sebuah pengetahuan yang saya miliki," ucapnya.
"Tapi sekarang dikemas secara formal. Kalau di lapangan mungkin ada seninya, menumbuhkan jiwa kompetisi jiwa meraih sukses untuk atlet dan tujuannya prestasi. Kalau sekarang prestasinya di bidang akademik," sambungnya.
Rony menceritakan perjalanannya bersama tim kepelatihan serta Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia (PB PSI) merancang strategi untuk mencapai keberhasilan di Asian Games 2018.Â
"Sejak awal kami berkomitmen, kami terbuka mulai dari seleksi. Kami menerapkan secara objektif untuk atlet dan pelatih. Pemilihan atlet juga dilakukan secara murni. Tidak ada istilahnya hubungan kedekatan. Artinya pelatih tidak dilibatkan dalam proses seleksi, memang benar-benar dinilai juri, dari PB IPSI," ungkap Rony.
Pekerjaan tak sampai disitu, Rony dan tim pelatih kemudian merancang program. Berbekal data para atlet dan sebagian hasil di SEA Games 2017 Malaysia, tim kepelatihan membuat road map untuk menentukan tim inti yang tampil di Asian Games 2018. Para atlet melakukan uji coba nasional ke Bali, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
"Setelah itu di Jakarta diadakan seleksi akhir yang menjadi penentu. Itu pertandingan resmi, seperti pertandingan bergengsi. Jadi terbaik dari yang terbaik diseleksi di sana dan mewakili Indonesia. Mereka yang tampil kemarin itu memang yang layak menjadi atlet elite yang mewakili di Indonesia," ucapnya.
"Kemudian untuk menuju emas, pelatih melihat peta kekuatan lawan. Atlet dikirim ke Vietnam, Thailand dan Malaysia untuk beruji coba. Hasilnya, atlet bermain dengan lepas dan banyak memberikan poin tambahan. Nah, dari situ saya punya keyakinan bahwa tim ini bakal berjaya di Asian Games apalagi bermain di depan publik sendiri," sambungnya.
Kini, menurut Rony tantangan Indonesia adalah berusaha agar pencak silat menjadi salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan di Olimpiade. Dia pun berharap PB IPSI dapat memanfaatkan sebaik mungkin dukungan dari pemeintah dalam hal ini Kementerian pemuda dan olaharaha (Kemenpora).
Baca Juga:
Pesilat Wanita yang Ngaku Sakti Dibongkar Boroknya sampai ke Akar
Mengerikan, Kekuatan Pukulan Deontay Wilder Usai Pecundangi Mike Tyson
Gempar, Kebohongan Pesilat Wanita yang Ngaku Sakti Cuma Demi Uang