Birokrasi RI Rumit, Prestasi Olahraga Nasional Irit
- VIVA.co.id/Dhana Kencana
VIVA.co.id – Pencapaian kontingen Indonesia di SEA Games 2017, benar-benar tak memuaskan. Hanya meraih 38 medali emas, menjadi torehan terburuk Indonesia dalam pesta olahraga terbesar di Asia Tenggara tersebut sejak digulirkan pertama kali pada 1977 silam.
Tak bisa dipungkiri, persoalan dana menjadi biang keladi utama dalam jebloknya prestasi Indonesia di SEA Games 2017. Banyak atlet yang terlantar selama masa persiapan, lantaran uang saku yang terlambat.
Alat-alat latihan serta pertandingan juga tak terpenuhi. Bagaimana atlet mau berlatih dan bertanding jika senjata mereka tak ada?
Pengurus Besar masing-masing cabang olahraga juga harus banting tulang, demi menutupi dana operasional. Sebab, mayoritas dari mereka selalu kesulitan mendapatkan dana operasional yang disalurkan Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima).
Proses pengajuan dana juga terlalu rumit. Mengajukan proposal, dikaji, lalu baru dipertimbangkan untuk disetujui atau tidak.
Terlalu rumit dan bisa membuat deretan PB kolaps dalam membiayai pelatnas. Sebab, proposal mereka belum tentu juga disetujui.
"Ini yang terjadi, karena kita kebanyakan birokrasinya. Jadi, yang diurus kebanyakan birokrasi olahraga ketimbang olahraga sendiri," kata Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, di kantornya, Jakarta, Selasa 5 September 2017.
Bukan cuma terlalu rumit dalam hal birokrasi. Jumlah tenaga kerja dalam lembaga pemerintah di bidang olahraga juga terlalu gemuk. "Terlalu banyak tingkatan dalam pengambilan keputusan. Ada juga ketakutan mengeluarkan dana," terang JK.
Kondisi seperti ini, dijamin pria 75 tahun tersebut tak akan terulang dalam persiapan jelang Asian Games 2018. JK berjanji akan ada pemecahan masalah dalam persiapan Indonesia menuju Asian Games 2018.
"Dibuatkan jalan pintas pada sistem yang ada. Jadi, bahasan mengenai olahraga itu prestasi, bukan administrasi," ujar JK.