Dunia Olahraga Ikut Kecam Kebijakan Diskriminatif Trump

Petarung UFC, Ronda Rousey.
Sumber :
  • rondarousey.net

VIVA.co.id – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengejutkan dunia dengan mengeluarkan kebijakan diskriminatif. Dia melarang imigran dari tujuh negara muslim, yakni Suriah, Libya, Irak, Iran, Sudan, Yaman, dan Somalia untuk masuk ke Negeri Paman Sam.

Menkum Sebut Recovery Aset Lebih Baik daripada Menghukum Koruptor

Keputusan tersebut ditetapkan sebagai Program Penerimaan Pengungsi AS selama 120 hari ke depan, dan diumumkan saat Trump melantik Jenderal James Mattis atau Mad Dog, sebagai Menteri Pertahanan di Pentagon, Jumat 28 Januari 2017 WIB.

Kebijakan tersebut rupanya menuai banyak protes, termasuk dari dunia olahraga. Ramai-ramai para pelaku olahraga di AS menunjukkan ketidaksetujuan atas kebijakan diskriminatif Trump. Salah satunya adalah petarung perempuan, Ronda Rousey.

Tanggapi Isu Serahkan Jabatan Presiden ke Elon Musk, Donald Trump: Itu Tipuan...

Melalu instagram pribadinya, petarung berusia 29 tahun tersebut mengunggah sebuah gambar yang memperlihatkan bagian bawah Patung Liberty. Di sana terdapat tulisan yang isinya terkait dengan kesediaan AS memberi kebebasan kepada siapapun.

Bahkan, pebasket Cleveland Cavaliers, LeBron James, memberi sindiran sengit. Dia menilai, pemilu AS sama dengan pemilihan pemain terbaik NBA, di mana kesalahan bisa terjadi. "Maksud saya, Donald Trump adalah Presiden kita," ujarnya.

Trump Ancam Ambil Alih Terusan Panama Buntut Tarif Tinggi, Presiden Mulino Ngamuk

Sindiran senada juga diberikan pelatih San Antonio Spurs, Gregg Popovich. Dia yang sejak jauh hari terang-terangan menolak Trump sebagai Presiden mengibaratkan kebijakan diskriminatif ini sebagai kengerian baru.

"Seperti yang sudah Anda ketahui, saya sudah banyak berbicara mengenai negara dan apa yang kita lakukan untuknya. Dan kini lihat apa yang kita telah lakukan untuk membiarkan ini semua terjadi," ujar pria berusia 68 tahun tersebut.

Komentar yang jauh lebih menyentuh diutarakan pelatih Golden State Warriors, Steve Kerr. Seperti diketahui, dia kehilangan Ayahnya, Malcolm Kerr, karena ditembak dua pria bersenjata terduga teroris di Lebanon pada 1984 silam.

"Saya hanya ingin mengatakan sebagai seorang yang anggota keluarganya menjadi korban terorisme. Jika kita mencoba untuk memerangi terorisme dengan mengusir orang yang datang ke negara ini, justru berlawanan dengan prinsip dasar," ujarnya.

"Kita hanya menciptakan ketakutan, dan itu adalah cara yang salah. Kita hanya membiarkan kemarahan dan teror berkembang biak," imbuh pelatih berusia 51 tahun itu seperti dikutip dari USA Today. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya