Polisi dan Dewan Juri Beda Versi Soal Ricuh Gulat PON 2016
- VIVA.co.id/Riki Ilham Rafles
VIVA.co.id – Kericuhan kembali terjadi di arena gulat Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX/2016 Jawa Barat yang berlangsung di GOR Saparua, Bandung pada Senin 26 September 2016. Namun, penyebab kericuhan versi polisi dan panitia pelaksana pertandingan berbeda.
Aparat keamanan menyatakan, dalam kericuhan tersebut yang terlibat bentrok adalah tim ofisial dari Jabar dan Kalimantan Timur. Akan tetapi, Maurice Sihombing selaku Tim Dewan Juri cabang olahraga gulat PON 2016 memiliki versi lain.
Dia menuturkan, korban sesungguhnya dalam bentrok tersebut adalah juri asal Iran, Ali Akbar. Pria yang memiliki rekam jejak sebagai juri Olimpiade Rio de Janeiro 2016 dikatakan Maurice sengaja ditendang oleh pelatih Kaltim.
"Anggota tim juri kami dari Iran, Ali Akbar kena tendang oleh pelatih Kaltim setelah sebelumnya bangku yang didudukinya ditendang lebih dulu," kata Maurice kepada wartawan.
Kericuhan kali ini merupakan yang ketiga setelah 2 hari sebelumnya juga terjadi kasus yang sama. Namun, tindakan yang menjurus kekerasan terhadap juri baru kali ini terjadi.
Kemarin, Technical Delegate (TD) cabang olahraga gulat, Wilbertus Sihotang sudah berupaya mengantisipasi terulangnya kericuhan. Langkah yang diambil ialah memberi pengarahan kepada tim ofisial semua kontingen sebelum pertandingan dimulai.
"Kita ini semua keluarga. Kalau ingin protes, sampaikan dengan cara yang sesuai dengan aturan," ujar Wilbertus.
Cabang olahraga gulat menjadi salah satu yang tidak membuat aturan banding keputusan wasit hingga ke tingkat Dewan Hakim PB PON. Karena itu, meski kerap ricuh, namun hasil akhir yang diputuskan juri di lapangan menjadi mutlak.
"Dalam technical hand book (THB) tidak ada proses banding ke Dewan Hakim PB PON. Dan sejauh ini, keputusan dewan juri di lapangan menjadi mutlak, dan semua pihak menerimanya," ungkap Wilbertus.