Angkat Besi Indonesia Siapkan Regenerasi untuk Tokyo 2020
Kamis, 11 Agustus 2016 - 05:20 WIB
Sumber :
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
VIVA.co.id
- Indonesia gagal menambah medali dari cabang angkat besi di Olimpiade Rio de Janeiro 2016 setelah Triyatno dan Muhammad Hasbi gagal di kelas 69 kg putra. Ketua umum PB PABBSI Rosan Roslani mengakui bahwa hasil ini sudah diperkirakan sejak awal lantaran lawan-lawan memang jauh lebih tangguh.
“Lihat saja lawannya, seperti lifter China. Tapi, kami melihat di kelas [69kg] ini masih ada peluang karena kami terus melakukan kaderisasi untuk empat tahun lagi. Secara teknik dan mental masih banyak yang harus disempurnakan,” ujar Rosan dikutip dari siaran pers yang diterima VIVA.co.id, kemarin.
“Lihat saja lawannya, seperti lifter China. Tapi, kami melihat di kelas [69kg] ini masih ada peluang karena kami terus melakukan kaderisasi untuk empat tahun lagi. Secara teknik dan mental masih banyak yang harus disempurnakan,” ujar Rosan dikutip dari siaran pers yang diterima VIVA.co.id, kemarin.
Setelah melewatkan kesempatan untuk meraih medali emas di kelas 48kg putri dan 62kg putra, manajer tim Alamsyah Wijaya menyebut nutrisi sebagai kelemahan utama tim angkat besi Indonesia. Rosan pun mengatakan bahwa masalah tersebut sudah mulai ditangani dengan serius.
“Kami sangat menyadari [masalah nutrisi]. Makanya, sejak saya menjadi ketua umum pada Oktober tahun lalu, yang pertama saya lakukan adalah mengambil dokter nutrisi karena nutrisi bisa memperpanjang karier atlet dan juga mencegah cedera,” katanya.
Awalnya, kata Rosan, para atlet mengeluh dengan diet ketat yang diterapkan. Namun, diet tersebut terbukti bisa meningkatkan performa para lifter.
“Penerapan Sport Science sudah mendesak. Dinamika di negara lain sangat tinggi. Sementara kita dulu berpikir dengan latihan metode latihan yang ada hasilnya sudah bagus. Agar bisa mendapatkan hasil yang lebih baik, kita harus menerapkan sport science,” ujarnya.
Selain penerapan sport science, Rosan juga menyebut jaminan hidup bisa membuat para atlet bisa berlatih dan bertanding dengan tenang. Maka, dia berterimakasih pada pemerintah, melalui kemenpora, yang mulai memberikan jaminan hari tua pada para Olimpian.
Angkat besi menjadi cabang olahraga yang paling konsisten menyumbang medali untuk Kontingen Indonesia sejak Olimpiade 2000 di Sydney. Raema Lisa Rumbewas menjadi peraih medali pertama di cabang angkat besi dengan raihan medali perak di kelas 48kg, diikuti Sri Indriyani dengan medali perunggu di kelas yang sama, dan Winarni yang meraih medali perunggu di kelas 53kg.
Sejak itu, angkat besi terus menyumbang medali. Eko bahkan menjadi atlet Indonesia pertama yang mampu meraih medali di tiga Olimpiade. PABBSI pun mempunyai tugas berat untuk terus mempertahankan prestasi ini.
“Kami sudah memantau sejak sekarang siapa saja yang masih bisa dipertahankan untuk Olimpiade 2020. Yuni masih 21 tahun, jadi kami berharap dia masih bisa jadi andalan di dua atau tiga Olimpiade mendatang," ungkap Rosan.
"Eko saya kira peluangnya 50-50. Dia masih punya semangat tinggi. Dengan penerapan sort science kami berharap bisa memperpanjang karier Eko dan saya rasa bisa. Kita lihat lifter Kolombia yang menjuarai kelas 62kg sudah berusia 33 tahun. Selain itu, kami juga harus melakukan kaderisasi,” lanjut pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Kadin tersebut.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Setelah melewatkan kesempatan untuk meraih medali emas di kelas 48kg putri dan 62kg putra, manajer tim Alamsyah Wijaya menyebut nutrisi sebagai kelemahan utama tim angkat besi Indonesia. Rosan pun mengatakan bahwa masalah tersebut sudah mulai ditangani dengan serius.