Desain Venue Equestrian Asian Games 2018 Puaskan OCA
- EFI
VIVA.co.id – Indonesia akan menjadikan kawasan Pacuan Kuda Pulo Mas, Jakarta, sebagai venue bagi cabang equestrian di Asian Games 2018. Rafiq Radinal selaku Konsultan Teknis Pembagunan Equestrian Venue Asian Games 2018, berharap proyek ini segera rampung demi kepentingan atlet.
Menurut Rafiq, pembangunan venue equestrian di Pulo Mas melibatkan berbagai pihak. Saat ini desainnya sudah dikerjakan oleh PT. Pulo Mas Jaya bekerjasama dengan Jakarta Konsultindo. "Semuanya berada di bawah (Pemprov) DKI," ujarnya di Arthayasa Stables, Limo, Cinere.
Rafiq menambahkan, desain venue akan dikerjakan oleh desainer lokal. Pihaknya juga tidak akan meniru venue-venue negara lain. "Jadi ada beberapa konsultan gabung mengerjakannya," katanya.
"Kemarin sudah presentasi di depan Sekjen Asian Equestrian Federation. Akhir Januari lalu dilihat juga oleh (Tsunekazu) Takeda dari OCA (Olympic Council of Asia) dan mereka sangat senang."
Sejauh ini Rafiq belum menemukan kendala berarti. Namun pihaknya menilai perlu melakukan reklamasi di sejumlah area. Ini terkait kehadiran danau buatan yang selama ini menjadi sumber air, serta posisi keseluruhan kawasan yang berada di bawah level banjir 1,5 m sampai 2,5 meter.
"Jadi mau enggak mau harus reklamasi, tapi tidak total. Hanya di venue-venue yang dipakai saja," katanya lagi.
Rafiq berharap, venue equestrian untuk Asian Games 2018 bisa rampung sesegera mungkin. Sebab dengan demikian, atlet-atlet berkuda Indonesia yang akan tampil di Asian Games nanti mendapat kesempatan untuk menjajal kemampuan di sana.
Dan yang terpenting, kehadiran venue baru ini nantinya bakal menjadi batu loncatan bagi atlet-atlet berkuda yang ingin tampil di kawasan Eropa. Rafiq menjelaskan, selama ini, atlet-atlet equestrian Indonesia kesulitan bila harus tampil di level internasional.
Utamanya bila harus mengikuti pertandingan di Eropa. Untuk tampil di level ini, kuda-kuda dari Indonesia biasanya tidak bisa langsung diterima sehingga harus dititipkan dulu di negara ketiga seperti Malaysia. Menurut Rafiq, proses ini membuat biaya jadi membengkak.
Laras (Larasati Gading) contohnya. Saat kemarin ingin tampil di Olimpiade, dia harus menitipkan kudanya di Jerman selama empat tahun baru boleh ikut. Bagi Rafiq, proses seperti ini membutuhkan biaya besar dan tidak semua atlet sanggup melakukan hal itu.
"Kalau venue sudah rampung, kita bisa gelar kejuaraan di sini, atlet-atlet jadi lebih banyak bertanding. Kita bawa kejuaraan dunia ke sini. Dari sini nanti atlet-atlet Indonesia punya rangking dunia. Ini sebuah sistem," kata Rafiq.
"Kami masih tunggu INASGOC (Indonesia Asian Games Organizing Commitee) terbentuk. Mereka akan rapat di Bali 11 Mei ini. Setelah itu akan kita tentukan," ujar Rafiq soal target penyelesaian venue.