Sosok Atlet Muslim Pertama yang Raih Medali Emas di Olimpiade

Nawal El Moutawakel
Sumber :
  • abc.net.

VIVA – Olimpiade adalah ajang olahraga internasional empat tahunan yang mempertandingkan cabang-cabang olahraga yang diikuti oleh ribuan atlet yang berkompetisi dalam berbagai pertandingan olahraga. 

Upaya Menpora Agar Pencak Silat Diakui IOC dan Dipertandingkan di Olimpiade

Olimpiade merupakan kompetisi olahraga terbesar dan terkemuka di dunia, dengan lebih dari 200 negara berpartisipasi. Terdekat, Olimpiade akan berlangsung di Paris, Prancis pada 26 Juli hingga 11 Agustus 2024, mempertandingkan 329 nomor di 32 cabang olahraga.

Olimpiade pertama kali digelar pada 1896 di Athena, Yunani. Dalam prosesnya, ajang ini telah banyak melahirkan sejumlah momen yang tak terlupakan. Salah satunya adalah Nawal El Moutawakel, atlet Maroko.

Afrika Selatan Minat Jadi Tuan Rumah Olimpiade 2036, Jadi Saingan Indonesia?

Nawal El Moutawakel, yang saat itu berusia 22 tahun, memukau dunia dan mempersembahkan medali emas Olimpiade pertamanya kepada Maroko, namun juga mematahkan anggapan banyak orang.

Dia sangat dihormati sebagai atlet Muslim wanita pertama yang memenangkan medali emas Olimpiade. Dia memenangkan lari gawang 400m di Olimpiade 1984 di Los Angeles, sehingga mencatatkan namanya dalam sejarah. 

Atlet Indonesia di Olimpiade Dapat Ribuan Es Krim

Dia juga wanita Muslim pertama yang terpilih di Komite Olimpiade Internasional dan mendapatkan penghargaan Laureus Achievement Award 2010.

Hingga saat itu, banyak orang yang secara keliru percaya bahwa perempuan Arab dan Muslim tidak mampu mencapai prestasi seperti Nawal.

Usai pensiun sebagai atlet. Moutawakel diangkat menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga oleh Raja Mohammed VI di negara asalnya, Maroko, di mana ia secara konsisten memperluas parameter bagi perempuan melalui olahraga.

“Olahraga telah memberi saya begitu banyak hal sehingga apa pun yang saya berikan tidak akan pernah cukup,” jelasnya kepada The Daily Telegraph.


Salah satu minat terbesar El Moutawakel adalah proyek Courir pour La Vie, yang dijalankan sebagai skema percontohan di Sekolah Menengah Imam Mouslim, di Ben Abid, sebuah desa pinggir jalan berdebu 20 mil di luar Casablanca. 

Program inovatif ini mempromosikan olahraga di kalangan remaja putri yang tinggal di pedesaan. Tujuannya adalah untuk menggunakan olahraga sebagai sarana untuk memberdayakan kepercayaan diri dan kemandirian anak perempuan sehingga mereka memiliki sumber daya untuk melanjutkan pendidikan mereka dibandingkan mengikuti pola tradisional yaitu meninggalkan sekolah di usia remaja dan kemudian memasuki perjodohan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya