Pordasi Tinjau Pacuan Kuda Tradisional dan Joki Cilik di NTB

Pordasi tinjau pacuan kuda di NTB
Sumber :
  • KONI

VIVA – Pengurus Pusat Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PP Pordasi) bersama Pordasi Pengurus Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) meninjau langsung aksi joki cilik di pacuan kuda tradisional di Arena Pacu Lembah Kara, Desa Lapadi, Dompu, NTB.

Respons PP Pordasi soal Target NOC Indonesia Loloskan 100 Atlet ke Olimpiade 2028, Termasuk Berkuda

Peninjauan tersebut turut dihadiri Ketum PP Pordasi Triwatty Marciano, Ketum KONI Pusat Marciano Norman, Bupati Dompu Abdul Kader Jaelani, Dandim 1614 Dompu Letkol Kav. Taufik beserta jajarannya masing-masing.

Dalam proses yang dilakukan Senin 21 Maret 2022, Triwatty menemukan sejumlah fakta terkait pacuan kuda tradisional di wilayah tersebut. Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki sehingga akan dilakukan berbagai evaluasi demi kebaikan berbagai kalangan.

Munas Pordasi XIV Rampung Digelar, 4 Ketua Umum Periode 2024-2028 Resmi Ditetapkan

Triwatty mengamati sejumlah aksi joki cilik di pacuan kuda tradisional itu. Terdapat anak-anak setingkat SD, berusia 6-12 tahun melakukan eksibisi pacu kuda tradisional dengan arah berlawanan jarum jam. Satu kali berpacu, 8 Joki Cilik beraksi melintas arena sepanjang sekitar 1.200 meter.

Di antara para joki cilik ini, Triwatty menilai ada beberapa hal yang patut dievaluasi dan ditingkatkan. Seperti, sebagian sudah tertib menggunakan helm untuk melindungi kepala, namun sebagian lainnya belum. Helm masih menjadi opsional bagi Joki Cilik, belum sebagai syarat.

Munas Pordasi XIV Bahas Transformasi 4 Cabang Berkuda, Menpora Harap Dualisme Berakhir

Pordasi tinjau pacuan kuda di NTB

Photo :
  • KONI

Seluruh joki cilik juga belum menggunakan seragam, apalagi body protector. Tak hanya itu, mereka juga tidak menggunakan saddle atau pelana dan juga sepatu. Sampai saat ini berpacu tanpa pelana merupakan kebanggaan bagi joki cilik sementara sepatu dianggap menyulitkan pengendalian.

Dengan menggunakan tongkat kecil, para joki cilik masih memecut kuda dengan keyakinan dapat memotivasi kuda berpacu lebih cepat, padahal hal tersebut dilarang karena menyiksa kuda. Di tambah, beberapa kuda yang digunakan masih berusia di bawah 1 tahun, yang mana ketentuan minimalnya 2 tahun.

Secara pertandingan, para joki cilik terbilang kerap berlaga. Setiap minggu, joki cilik dua kali latihan. Tak jarang pemilik kuda memberikan apresiasi atas kinerja joki cilik yang telah memacu kuda mereka.

"Perlahan tapi pasti, perbaikan harus dilakukan. Merujuk hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pordasi 2022, telah disetujui adanya beberapa Sub Komisi di bawah Komisi Pacu, salah satunya Sub Komisi Pacuan Tradisional yang akan mengakomodir pacuan kuda yang telah mengakar di masyarakat," ucap Triwatty.

Ke depannya, ketentuan akan diterapkan guna keselamatan manusia dan kesejahteraan kuda. Joki cilik wajib menggunakan perlengkapan lengkap seperti helm, body protector, sepatu, dan lainnya. Kewajiban tersebut menjadi syarat pertandingan yang akan diatur pada PO.

Sejumlah joki cilik memacu kuda mereka saat gelaran pacuan kuda tradisional Dompu (Pacoa Jara) di arena pacuan kuda Lembah Kara di Desa Lepadi, Kecamatan Pajo, Kabupaten Dompu, NTB, Rabu, 10 April 2019.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

Joki yang belum mahir tidak boleh dipaksa ikut bertanding. Di sisi lain, akan ada pelatihan dan sertifikasi dasar bagi joki cilik. Adapun jumlah maksimal menjalani pertandingan dalam satu hari juga akan ditentukan guna menjaga kesehatan dan keselamatan.

Selain itu, kuda pun wajib diperhatikan, mulai dari sepatu, lintasan yang sesuai standar, usia minimal kuda 2 tahun dan juga jumlah laga yang diikutinya. Sebab, kuda memiliki batasan stamina.

Sarana dan prasarana juga tak luput dari perhatian PO tersebut. Landasan (ground) yang akan digunakan kuda harus steril dari batu. Kemudian, ada starting gate yang layak serta tanda finish. Tak ketinggalan, kehadiran steward terlatih juga harus ada.

Pasalnya, pacuan kuda tradisional sudah menjadi hal yang rutin dilakukan. Bahkan, terdapat kompetisi besar yang digelar sekitar dua bulan sekali yang melibatkan joki cilik beserta kuda-kudanya, dari NTB dan bahkan NTT, tidak hanya dari Dompu.

Di luar itu, kompetisi pacuan kuda tradisional juga kerap diselenggarakan setiap ulang tahun kota/kabupaten di Nusa Tenggara.

"Naik kuda dan bertanding menjadi kebanggaan bagi para joki cilik. Anak-anak kerap menangis sedih jika tidak diizinkan naik kuda," kata Bupati Abdul Kader Jaelani.

Untuk diketahui, kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan antara Pordasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Sebelumnya, sempat muncul polemik perihal joki cilik di NTB di mana ada salah satu joki cilik yang meninggal dunia dengan inisial MA alias Peci yang berusia 6 tahun.

Peci terjatuh dari kuda ketika berlatih dan ditemukan pingsan dengan mulut berbusa akibat luka parah di kepala. Setelah dilarikan ke rumah sakit dan dirawat selama tiga hari, almarhum menghembuskan napas terakhirnya.

Kejadian tersebut dikecam oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga yang kemudian mendorong LSM Perlindungan Anak, Pordasi, dan tokoh masyarakat serta akademisi untuk mengedukasi masyarakat tentang perlindungan anak.

Adanya kasus kecelakaan joki cilik pacuan kuda tradisional membuat PP Pordasi terpanggil. Pasalnya, Anggaran Dasar (AD) Pordasi 2020 mengamanatkan agar memberikan kontribusi pada olahraga berkuda tradisional dan seni budaya. Amanat tersebut tertulis pada pasal 4 ayat (3) AD Pordasi 2020.

Memiliki kesamaan tujuan untuk melindungi anak, khususnya joki cilik, PP.Pordasi mencapai kesepakatan dengan KPAI untuk menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dalam rangka menyelesaikan permasalahan joki cilik secara komprehensif.

“Joki cilik ini tidak boleh menjadi sarana eksploitasi anak, namun pacuan kuda tradisional yang melibatkan anak-anak harus menjadi sarana penyalur minat dan bakat usia dini. Kita perlu mencari bibit atlet berprestasi yang kelak dapat mempersembahkan prestasi untuk Indonesia.,” ujar Triwatty.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya