Kisah Atlet Kano Indonesia di Olimpiade yang Kini Nelayan di Wakatobi

Mantan atlet kano Indonesia, Abdul Razak
Sumber :
  • Telisik.id

VIVA – Di tengah hiruk pikuk pemberian bonus bagi peraih medali di Olimpiade Tokyo 2020, serta apresiasi dan penghargaan untuk atlet yang berlaga, tersiar kabar miris dari salah satu atlet Indonesia yang pernah berlaga di Olimpiade Barcelona 1992.

Lewat Pameran Ini, Pecinta Petualangan Bisa Nikmati Indonesia dari Sudut Pandang yang Unik

Abdul Razak, mantan atlet kano nasional yang tampil membela Indonesia di Olimpiade Barcelona 1992, kini bekerja sebagai nelayan di Desa Mola Bahari, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara.

Selain pernah lolos ke Olimpiade Barcelona 1992, pria berusia 64 tahun itu juga sering memberikan prestasi bagi Indonesia di sejumlah ajang internasional.

Kolaborasi PB PODSI dan Kemenpora Dorong Dragon Boat Tampil di Olimpiade 2028 Los Angeles

"Perasaan saya waktu itu sangat senang sekali, karena bisa mendapat medali dan membawa bangsa kita Indonesia di luar negeri," kata Abdul Razak, kepada Kompas.com, Kamis 12 Agustus 2021.

Kisah awal Abdul Razak menjadi pengayuh kano bermula ketiak dia mencari pekerjaan di Kendari dan diterima bekerja di kapal ikan.

Veddriq Leonardo dan Gregoria Muncul Simbol Inspirasi Generasi Muda

Saat bekerja di kapal ikan, dia melihat seorang lelaki yang sedang mendayung dengan perahu kayak. Setiap ada kesempatan, Abdul Razak mulai berlatih mengayuh perahu kayak tersebut di laut.

"Ternyata dia satu suku sama saya, suku Bajo, jadi saya pakai bahasa (Bajo) sama dia. Saya pinjam perahunya dan mencobanya," ujarnya.

"Dari situ saya dipanggil ikut untuk mewakili Wakatobi di Porda (Pekan Olaharaga Daerah Sultra) di Kolaka tahun 1987, saya langsung mendapat tiga medali emas," ucapnya.

Tahun 1987, Abdul Razak menjadi kontingen Sultra pada kejuaraan nasional di Semarang dan kembali berhasil menyabet tiga medali emas.

Karier Abdul Razak sebagai atlet semakin melejit setelah itu dengan masih ke dalam skuad pemusatan latihan nasional di Jatiluhur, Jawa Barat, pada tahun 1988. Setahun kemudian, dia megikuti SEA Games di Malaysia dan sukses menyumbangkan tiga medali emas.

Selanjutnya, dia mulai rutin mewakili Indonesia di sejumlah ajang, baik multi-event ataupun single-event, seperti Asian Games 1990 di China, dan SEA Games 1991 di Filipina dengan memberikan sejumlah medali emas dan perunggu.

Atas kegemilangnya saat itu, Abdul Razak mendapatkan satu tiket untuk berlaga di Olimpiade Barcelona 1992 pada cabang olahraga kano nomor K-2 500 m sprint.

Dia pun mampu mencatatkan waktu 1 menit 41.23 detik pada babak repechage. Sayangnya, catatan tersebut belum mampu membawanya meraih medali Olimpiade karena harus puas berada di urutan keenam.

Namun, kesedihan yang paling mendalam dia rasakan ketika selepas mengikuti kejuaraan di Eropa, bapak 6 anak itu mendapatkan informasi bahwa sang istri meninggal dunia usai melahirkan.

"Saya pulang ke Wakatobi, tidak langsungg pulang ke rumah, langsung saya ke kuburan istriku. Saya sedih, saya menangis. Saya tidur di sana (kuburan) ditemani keluarga, tapi itulah perjalanan," tuturnya.

Asian Games Hiroshima 1994 merupakan kejuaraan terakhir yang diikutinya sebelum gantung kayuh.

Selama menjadi atlet, Abdul Razak total mengumpulkan 48 medali yang terdiri dari 36 emas, 4 perak, dan 8 perunggu.

Kemudian, setelah tak lagi menjadi atlet, pada tahun 1995, dia memutuskan untuk menjadi pelatih kontingen Jawa Timur.

"16 tahun saya jadi pelatih di sana dan saya juga diangkat jadi PNS di Dispora Jatim. Selama jadi pelatih, banyak juga dapat medali dan penghargaan," ungkapnya.

Tahun 2000, dia dipanggil Gubernur Sultra saat itu, La Ode Kaimoeddin, dan pindah bekerja di Dispora Sultra.

Usai pensiun menjadi PNS, dia kembali ke kampung halamannya di Wakatobo dan tingga di rumah kecil yang sudah renta.

Gaji pensiunannya yang kecil tidak mencukupi untuk memperbaiki rumah dan tidak cukup pula untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya, sehingga dia beralih menjadi nelayan.

"Saya tidak punya perahu, saya memakai perahu keluarga saya. Saya jadi nelayan di sini, gaji pensiun kecil, mau beli perahu dengan mesinnya tidak cukup," jelasnya.

Kendati telah menjadi nelayan, dia tetap semangat untuk melatih bibit-bibit muda di sekitar ruamhnya yang ingin menjadi atlet kano.

Berkat tangan dinginnya itu, skuad besutannya sukses mendapatkan 3 medali emas di ajang PON Jawa Barat 2016. Namun, dia harus rela menjual motor kesayangnya sebagai modal untuk memberangkatkan tujuh anak asuhnya ke Jawa Barat saat itu.

"Pada saat itu saya pernah melobi Provinsi Sultra, namun mereka bertujuh tetap tidak diterima, sehingga saya harus menjual motor yang baru dibeli dua minggu sebesar Rp11 juta agar anak-anak ini bisa saya antar ke Jawa Barat," ucapnya.

"Alhamdulillah, di sana pelatih dari Belanda melirik mereka. Dan, Alhamdulillah, mereka meraih emas di PON dan SEA Games saat itu," ujarnya.

"Saya sangat berharap pemerintah daerah Wakatobi mau panggil saya untuk jadi pelatih karena banyak anak-anak di sini sudah diajarkan mendayung," tutup Abdul Razak.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya