Sejarah Panjang Dominasi Korsel di Panahan Olimpiade

Ilustrasi atlet panahan Korea Selatan di Olimpiade.
Sumber :
  • World Archery

VIVA – Tim panahan putri Korea Selatan menorehkan catatan istimewa dalam sejarah Olimpiade, Minggu kemarin, 25 Juli 2021. Mereka bukan saja merebut medali emas kedua dari panahan, setelah sehari sebelumnya menggondol medali serupa dari beregu campuran.

Menag Nasaruddin Berharap Peringatan Hari Ibu Jadi Penguatan Pemberdayaan bagi Perempuan

Medali emas kedua mereka itu juga mengukuhkan dominasi beregu putri mereka dalam sembilan Olimpiade terakhir sejak nomor ini pertama kali dilombakan pada Olimpiade Seoul 1988. Beregu putranya merebut lima medali emas dari periode sama.

Tak ada yang mampu meruntuhkan dominasi tim putri Korsel. Mereka menandingi dominasi Amerika Serikat dalam estafet 4x100 meter gaya ganti putra dan dominasi Kenya dalam lari halang rintang 3.000 meter putra.

Malaysia Lanjutkan Pencarian Pesawat MH370

Tiga negara ini mendominasi tiga nomor tersebut selama sembilan Olimpiade terakhir. Uniknya, ketiga srikandi yang menjadi anggota beregu putri Korsel ini belum pernah merasakan atmosfer Olimpiade sebelumnya.

Salah satu dari ketiga pemanah itu, An San, sehari sebelumnya sudah memperoleh medali emas dari beregu campuran. Dua lainnya adalah Kang Chae Young dan Jang Minhee.

Mobil Tabrak Kerumunan Pasar Natal di Jerman, 2 Orang Tewas

Mereka menaklukkan Komite Olimpiade Rusia (ROC) dengan skor telak 6-0 dalam final. ROC adalah nama pengganti untuk Rusia yang dilarang menggunakan namanya dalam segala turnamen pada 2021 dan 2022, termasuk Olimpiade Tokyo, sebagai bagian dari sanksi terkait skandal doping negara itu.

Ah, Kang dan Jang menyisihkan dua rekannya yang menjuarai Olimpiade Rio 2016, Ku Bon-chan dan Chang Hye-jin, dari seleksi timnas untuk Tokyo 2020. Meskipun demikian, nama atlet boleh gonta ganti, tapi dominasi Korea Selatan dalam panahan putri tetap tak tergoyahkan.

"Sungguh satu kehormatan bisa menunjukkan panahan Korea sebagai yang terbaik," kata Kang seperti dikutip AP. Rekannya yang masih remaja, Ah San, menimpali, "sebagai tim, kami memiliki ambisi dan target menjuarai nomor beregu, dan kami berhasil."

Ah San yang masih berusia 20 tahun tapi sudah meraih dua emas, kini mengalihkan perhatian kepada perseorangan putri, Jumat pekan depan. "Saya sudah mencapai target saya, jadi saya akan menikmati nomor perseorangan mulai sekarang," kata Ah San seperti dikutip Reuters.

Korsel Punya Banyak Pemanah Terampil

Empat tahun silam, Korea Selatan memborong semua dari empat nomor panahan dalam Olimpiade Rio 2016. Kini, di Tokyo di mana beregu campuran mulai dilombakan sebagai bagian dari kampanye kesetaraan seperti pada cabang-cabang olah raga lainnya dalam Olimpiade edisi tertunda pandemi ini, mereka membidik tiga emas tersisa dari panahan.

Sepertinya tak terlalu sulit mengingat mereka pernah melakukan sapu bersih emas di Rio de Janeiro lima tahun silam, apalagi sejak 1984, mereka telah mengoleksi 23 emas dari total 34 medali emas yang diperlombakan dalam 27 tahun terakhir.

Apa sih yang membuat Korsel begitu dominan? Salah satu jawabannya adalah persaingan sengit yang bahkan sudah terjadi sejak seleksi latihan. "Di Korea, saya kira segalanya bersaing sengit dan semua atlet kami kuat sekali. Itu membuat kami semua kuat sebagai tim," kata Kang Chae Young.

Ada banyak teori yang menjelaskan mengapa orang Korea begitu pandai memanah, termasuk konon karena mereka memiliki jemari yang sensitif yang juga disebut sebagai faktor mengapa atlet putri mereka mendominasi golf.

Tetapi di negeri ini, panahan sudah dianggap industri. Cabang olah raga ini sangat menguntungkan sampai ada 30 tim panahan yang bertanding dalam kompetisi liga. Menurut Asosiasi Panahan Korea (KAA), di negeri ini ada sekitar 140 pemanah profesional.

Atmosfer kompetisi yang sengit itu akhirnya membuat proses seleksi Olimpiade menjadi sangat melelahkan dan bahkan terlihat kejam. Tiga teratas putra dan putri dari berbagai uji coba selama beberapa bulan mendapatkan jatah ke Olimpiade, tanpa melihat catatan mereka sebelumnya.

Tak heran jika Ku Bon-chan dan Chang Hye-jin yang menyabet emas dalam Olimpiade Rio 2016 saja tercoret dari seleksi timnas. "Bukan berarti Korea kekurangan bakat," jelas Wakil Ketua KAA Jang Young-sool seperti dikutip AFP. "Itu hanya karena Korea memiliki banyak pemanah terampil."

Seleksi mereka tidak sembarangan, tapi selalu menghasilkan atlet yang mencapai hasil terbaik. "Ada pepatah, jika Anda finis pertama di Korea Selatan, maka Anda bisa merebut emas Olimpiade," kata Kim Hyung-Tak yang melatih timnas Korsel untuk Olimpiade Los Angeles 1984 di mana mereka meraih emas pertamanya dari panahan.

Dukungan Pengusaha

Pada era 1970-an, ketika ketegangan di Semenanjung Korea meningkat, rezim Korea Selatan mewajibkan anak laki-laki berlatih taekwondo, sedangkan anak perempuan belajar memanah. Saat itu fasilitas masih sangat terbatas. Bukan hanya buruk dan tidak memadai, tetapi juga kekurangan dana.

Tetapi menjelang Olimpiade Seoul 1988, presiden mereka yang militer, Chun Doo-hwan, memerintahkan kalangan bisnis agar mensponsori federasi-federasi olahraga nasional guna memastikan olahraga mencetak prestasi setinggi-tingginya.

Produsen mobil Hyundai Group kebagian tugas membesarkan panahan, sampai anak bos perusahaan ini dijadikan ketua KAA. Dan dalam tiga puluh tahun terakhir, Hyundai telah memompakan sedikitnya 40 juta dolar AS (Rp579 miliar) untuk panahan.

Hyundai juga mengutus peneliti-peneliti terkemukanya untuk menggelar studi ilmiah demi meningkatkan performa pemanah. Jang menganggap dukungan jangka panjang Hyundai kepada panahan sebagai penting sekali, sampai Ketua Hyundai Motor Euisun Chung menjadi ketua KAA sejak 2005.

Chung sendiri dianggap berhasil membuat panahan Korea Selatan dominan selama Olimpiade Rio. Dia turun tangan langsung menyediakan bus khusus bertempat tidur, matras yoga, dan kamar mandi guna memastikan atlet beristirahat dengan baik. Bahkan Chung menyediakan mobil anti peluru untuk keselamatan atlet.

Chung adalah orang pertama yang didekati Ku Bon-chan setelah menyabet medali emas perseorangan putra, bahkan tim Korsel melemparkan eksekutif Hyundai itu ke udara.

Metode latihan yang diadopsi pun unik, mulai dari bungee jumping atau terjun lenting untuk mengendalikan urat saraf, sampai berlatih di stadion bisbol penuh penonton agar terbiasa menghadapi bisingnya suara penonton.

Menjelang Olimpiade London 2012, mereka mempelajari pola hujan dan angin di ibu kota Inggris itu. Setelah itu, mereka menjelajahi seisi wilayah Korea Selatan guna mencari lokasi latihan dengan kondisi serupa dengan London, sampai kemudian mereka memilih Namhae di pantai selatan yang kerap lembab.

"Cuaca sebenarnya buruk sekali untuk pertandingan final," kata Jang mengenang London 2012. "Tim China bingung karena pemanah-pemanah kami bermain tenang dan akhirnya menang.”

Tahun ini mereka berlatih di tempat menyerupai kondisi tempat lomba di Tokyo, sampai kepada suara-suara yang bisa didengar pemanah, dari kicauan burung sampai suara pembawa acara lomba dalam Olimpiade.

Mereka juga sudah memperhitungkan bagaimana berlomba tanpa penonton, sampai-sampai awak televisi mensimulasikan suara kamera yang terdengar ketika arena kosong tanpa penonton. Dengan persiapan detil dan sematang itu, tak heran mereka selalu sukses dari Olimpiade ke Olimpiade.

Reputasi dan metode mereka dalam mencapai sukses yang begitu detail dan begitu mendalam analisisnya ini membuat banyak negara merekrut pelatih dari Korea Selatan. Di Tokyo 2021 saja ada delapan orang Korea yang melatih delapan negara. (Ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya