Kontroversi SEA Games 2019, Bayangan Korupsi dan Eksploitasi Pekerja

SEA Games 2019, Filipina
Sumber :
  • Phil Star

VIVA – Berbagai kontroversi muncul sepanjang penyelenggaraan SEA Games 2019, Filipina. Pelayanan yang kacau balau dari tuan rumah, membuat seluruh tim peserta berang.

Sistem transportasi begitu buruk. Tim-tim peserta setidaknya harus menunggu selama tiga jam untuk bisa diangkut ke hotel tempat mereka menginap.

Pun, ketika berada di hotel, layanan untuk para peserta begitu buruk. Makanan yang disediakan, menunya begitu sedikit.

Bahkan, banyak makanan non-halal yang disediakan panitia dan membuat sejumlah kontingen macam Indonesia, Malaysia, dan Singapura, kesulitan.

Makanan yang disajikan tim sepakbola wanita di SEA Games 2019

Seharusnya pemandangan ini tak terjadi. Sebab, PHISGOC sudah menyerap anggaran yang begitu besar demi menyelenggarakan SEA Games 2019.

Demi menyelenggarakan SEA Games, PHISGOC harus mengeluarkan uang sebesar 7,5 miliar peso atau setara Rp2,7 triliun. Proporsi anggaran tersebut adalah 6 miliar peso berasal dari pemerintah, sisanya merupakan bujet dari PHISGOC.

Uang yang begitu besar, tapi hasilnya tak sepadan. Bukan cuma layanan tak beres, infrastruktur juga masih berantakan. Sejumlah venue masih acak-acakan dan masih ada pekerjaan yang dilakukan. Pun, ada kesalahan spesifikasi seperti satu toilet ada dua kloset.

Toilet wanita tanpa sekat di SEA Games 2019, Filipina

Publik Filipina gerah. Di media sosial, mereka sudah mencak-mencak, merasa malu dengan pemerintah dan PHISGOC yang memberikan pelayanan di bawah standar.

Ada yang curiga, SEA Games 2019 dimanfaatkan sejumlah pihak untuk melakukan praktik korupsi.

"Berbagai tudingan dilayangkan media-media, dalam dan luar negeri. Presiden Rodrigo Duterte sama sekali tak senang. Dia mau menginvestigasinya, karena tak memberikan toleransi sedikit pun terhadap praktik korupsi," kata juru bicara Presiden Duterte, Salvador Panelo, dilansir Phil Star.

Tanda-tanda korupsi sebenarnya sudah muncul ketika dibangunnya cauldron yang harganya mencapai 45 juta peso atau senilai Rp12 miliar. Masyarakat Filipina heran dengan anggaran yang begitu besar untuk pembangunan cauldron, karena hasilnya tak sesuai harapan.

"Presiden meminta laporan harus disajikan secara akuntabel," ujar Panelo.

Adanya Eksploitasi Pekerja

Harpelnas 2024, Momentum BPJS Ketenagakerjaan Kunjungi Stakeholders dan Gencarkan Layanan Digital

Selain isu korupsi, indikasi adanya eksploitasi pekerja di SEA Games 2019 juga muncul. Seorang volunteer yang dirahasiakan identitasnya angkat bicara.

Ketika direkrut, kontrak yang diberikan PHISGOC tak jelas. Ide awalnya, mereka dipekerjakan selama empat hari dan maksimal cuma 12 hari.

Taspen Catat Jumlah Peserta Capai 6,7 Juta hingga Agustus 2024

Jangka waktu itu sebenarnya juga cukup menyita kegiatan sejumlah volunteer yang statusnya mahasiswa serta pekerja. Namun, karena ada keistimewaan dari institusi di Filipina, mereka diberikan izin.

"Saat melakoni masa pelatihan, masalah muncul. Mereka bilang, sebaiknya kami bekerja sebulan, 15 November hingga 15 Desember 2019. Lalu, mereka bilang lagi dua pekan, atau lebih. Mereka bilang kami ini volunteer. Tapi, mereka berkilah, setidaknya kami bekerja empat hari," kata sang sumber.

Pasang Badan, Adian Napitupulu Wanti-wanti Polisi Jangan Ada Kekerasan ke Demonstran yang Ditangkap

Tanpa ada persetujuan, PHISGOC langsung mengambil keputusan mereka harus bekerja. Pun, PHISGOC tak bisa memberikan jaminan seperti asuransi dan lainnya.

"Jawabannya, ketika ditanya soal asuransi, cuma bilang 'Kami upayakan'. Bukan itu jawaban yang kami mau. Volunteer sudah merelakan waktunya, setidaknya ada jaminan," jelas sang sumber.

Kemudian, ada lagi volunteer yang mengoceh di akun media sosialnya, Reddit. Menggunakan akun Fushi02, dia menyatakan kontrak menjadi volunteer di SEA Games 2019 sama sekali tak jelas.

Sempat ada boikot yang dilakukan. Lalu, PHISGOC misuh-misuh meminta mereka kembali. Dan, janji yang diberikan adalah para volunteer mendapatkan jaminan seperti uang makan, transportasi, akomodasi, dan asuransi.

"Nyatanya, kami tak dapat kompensasi apa-apa. Dalih mereka adalah mengajukan diri. Mereka juga tak mencarikan makanan untuk kami saat bekerja di venue," begitu curhatan Fushi02.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya