Barak Rokok yang Jadi Kiblat Bulutangkis Dunia Bernama PB Djarum
- VIVAnews / Satria Permana
VIVA – Bulutangkis Indonesia berduka. Salah satu program seleksi pemain muda berbakat, Audisi Djarum, pamit sementara waktu karena polemiknya dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
KPAI menuding PB Djarum sudah melakukan eksploitasi terhadap anak terkait kegiatan komersial rokok. Djarum legowo. Mereka pun melepas lambang dan brand rokok yang ada di seragam anak-anak tersebut di audisi terakhir.
Namun, KPAI minta lebih, seakan alasannya mengada-ada. Kesepakatan tak tercapai, Djarum akhirnya pamit menggelar audisi.
Menyedihkan, mengingat PB Djarum adalah salah satu produsen pebulutangkis terbesar di Indonesia. Juara dunia banyak yang lahir dari sini.
Liem Swie King, Christian Hadinata, Susy Susanti, Tontowi Ahmad, hingga Kevin Sanjaya, lahir dari klub yang berbasis di Kudus, Jawa Tengah, itu.
Ya, PB Djarum terletak di Kudus, kota kecil yang terkenal dengan usaha kreteknya. Kota ini seakan jadi kiblat bulutangkis di Indonesia, bahkan dunia.
Berstatus kabupaten, luas Kudus hanya sekitar 425,2 kilometer persegi. Namun, pesonanya mampu menarik perhatian seluruh pebulutangkis muda di Indonesia.
Mereka begitu mengidamkan bisa menginjak Kudus, hanya demi mengadu nasib, main di final Audisi Djarum.
Tawa, tangis, teriakan, baik itu bahagia atau kecewa, begitu nyaring terdengar di sana. Bahkan, seorang legenda macam King pernah menangis di sudut GOR Djarum.
Berawal dari Bitingan
Perjalanan panjang GOR Djarum tak terlepas dari kecintaan sang CEO, Budi Hartono, terhadap bulutangkis. Budi melihat para karyawannya juga memiliki kesamaan hobi dengannya.
Alhasil, pada 1969 silam, karyawan Djarum mulai berlatih secara rutin di barak rokok kawasan Bitingan Lama (sekarang bernama Lukmonohadi) nomor 35. Begitu laporan dari situs resmi PB Djarum.
Aktivitas karyawan Djarum menarik perhatian warga setempat. Setahun kemudian, mereka mulai meramaikan latihan di tempat yang sama.
Bau rokok yang terpapar di arena tak berpengaruh terhadap mereka. Termasuk, Christian Hadinata, yang saat itu masih begitu belia.
"Ingat, ketika masih kecil, latihan dikelilingi tembakau. Jadi, saat latihan, kencang aroma tembakau. Mungkin, karena aroma itu juga saya jadi jago," canda Christian Hadinata, saat perbincangannya dengan VIVAnews, beberapa waktu lalu.
Bau rokok kemudian hilang total di 1974. PB Djarum di Kudus diresmikan. Berbagai fasilitas mewah untuk membina atlet dibangun.
Pun, saat ini, kompleks PB Djarum menjadi yang terbaik di Indonesia, bahkan dunia. Sebab, fasilitas di PB Djarum begitu lengkap, mulai dari mes atlet, lapangan latihan mumpuni, dan lainnya.
Bersih, begitu kesan yang ada di pikiran saat kita masuk ke kompleks PB Djarum. Tak ada asap, puntung, atau abu rokok berceceran.
Di berbagai sudut, bahkan ada larangan dilarang merokok. Bukti, bahwa atlet di sana memang diajarkan untuk menghindari rokok demi fokus meningkatkan kebugaran mereka.
Hingga akhirnya, banyak atlet PB Djarum mendunia. KIng, Rudy Hartono dan Christian Hadinata, menjadi benchmark bagi prestasi PB Djarum. Ketiganya, di era 1970-an, mampu menggebrak dunia. Berbagai gelar juara di turnamen bergengsi mereka raih dan membuat harum nama PB Djarum.
Prestasi itu konsisten disabet atlet PB Djarum. Saat ini, Kevin Sanjaya merupakan jebolan PB Djarum tersukses karena menyabet berbagai gelar juara dunia, bersama pasangannya, Marcus Fernaldi Gideon. Pun, Kevin bersama Marcus masih merajai nomor ganda putra di peringkat BWF.
Maka dari itu, cukup aneh ketika adanya larangan dari KPAI terkait Audisi Djarum. Eksploitasi anak dalam urusan komersial? Djarum sudah legowo melepas logo brand mereka dari seragam.
Tapi, tetap saja KPAI keukeuh dalam pendiriannya hingga Djarum menyerah. Lantas, ada apa sebenarnya dengan KPAI. Apa yang membuat mereka begitu ngotot menghentikan Audisi Djarum?
Di media sosial, warganet pun bereaksi. Tagar #BubarkanKPAI kencang berbunyi. Mereka juga merasa sakit hati, karena menilai pemerintah pun masih abai terhadap pembinaan olahraga, khususnya bulutangkis yang jadi andalan Indonesia.
Aneh, memang. Sekarang, apa solusi yang bisa Anda tawarkan, KPAI?
(one)