Kasus Positif dan Kematian Meningkat: Pergulatan Indonesia dengan COVID-19
- dw
Sejak kasus pertama COVID-19 muncul di Indonesia pada 2 Maret silam, nampaknya negara berpenduduk 267 juta jiwa ini masih terus bergulat dengan penyakit yang disebabkan virus SARS-CoV-2. Pasalnya hingga Senin (06/07), jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia kembali meningkat hingga nyaris menembus 65 ribu kasus. Dari angka tersebut, dilaporkan terdapat sedikitnya 3.241 kasus kematian. Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah jadi tiga provinsi yang melaporkan jumlah kasus baru paling banyak dalam 24 jam terakhir.
Angka ini lantas menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kasus positif dan kasus kematian tertinggi di Asia Tenggara. Meski hari ini (06/07) kasus kematian COVID-19 terkonfirmasi sebanyak 70 kasus, sebelumnya pada Minggu (05/07), Indonesia sempat memecahkan rekor angka kematian terbanyak selama kasus COVID-19 muncul di Indonesia yakni 82 kasus, melampaui rekor sebelumnya 71 kasus kematian pada Selasa (30/06).
Juru bicara pemerintah terkait penaganan COVID-19, Achmad Yurianto, mengakui angka kematian COVID-19 di Indonesia berada di atas rata-rata angka global yakni 4,7 persen. Sementara angka kematian Indonesia berada di kisaran 5 persen. Namun, ia menegaskan pemerintah terus berupaya memberikan perawatan terbaik kepada pasien COVID-19.
“Angka ini akan dinamis dan semakin banyak kita temukan kasus yang kemudian mampu kita isolasi dan mampu kita rawat dengan baik, maka sudah barang tentu angka kematian ini akan turun juga jumlahnya. Persentasenya juga akan turun,” ujar Yuri dalam konfersi persnya Senin (06/07) sore yang disiarkan langsung akun YouTube BNPB.
Yuri menuturkan bahwa pemerintah terus menggalakkan upaya pelacakan dan pemantau terhadap orang-orang yang ditengarai memiliki riwayat kontak dengan pasien COVID-19. Hal ini bertujuan untuk menahan laju penyebaran virus corona di 455 kabupaten/kota terdampak COVID-19. Ia mengklaim bahwa hingga saat ini kapasitas ruang isolasi di rumah sakit secara nasional baru terisi 53 persen. Artinya, masih ada separuh kapasitas yang belum terisi yang siap digunakan.
“Sehingga diharapkan kalau akan menjadi sumber penularan yang agresif, maka kita bisa melakukan isolasi dengan cepat,” jelas Yuri.