BKPM Bentuk Satgas Relokasi Investasi, Pakar: Sebaiknya Fokus Telusuri Investasi Mangkrak
- dw
Kepada DW Indonesia, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus menyatakan bahwa Indonesia sejatinya berpotensi menjadi negara tujuan investasi bagi investor dari negara manapun. Apalagi saat ini pemerintah menurutnya tengah berupaya membuat iklim usaha dan investasi dalam negeri agar lebih bersahabat bagi investor. Hal itu terlihat dari upaya pemerintah meningkatkan peringkat ease of doing business (EoDB), meningkatkan indeks daya saing, dan sesegera mungkin menerapkan omnibus law untuk menggalakkan investasi.
Meski begitu, Indonesia ia sebut masih harus membenahi berbagai permasalahan internal yang berkaitan dengan faktor-faktor penentu investasi. Apalagi dalam mendatangkan investor, Indonesia harus bersaing dengan negara-negara lain seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia.
Heri menuturkan ada banyak faktor penentu yang menjadi pertimbangan bagi investor sebelum memutuskan berinvestasi di sebuah negara. Di antaranya terkait perolehan lahan, kemudahan mendatangkan bahan baku industri, juga berbagai komponen biaya seperti biaya listrik, gas, BBM, pajak, retribusi, biaya upah dan biaya logistik. Inilah yang menurut Heri harus dibenahi oleh pemerintah agar dapat bersaing dengan negara lain dalam mendatangkan investor.
"Kita harus buat supaya hitung-hitungan biaya yang dikalkulasi oleh investor itu bisa efisien buat investor, inilah yang menjadi agenda kita bersama, bagaimana mengefisiensikan biaya logistik, transportasi, energi, listrik sampai ke perolehan lahan, sewa lahan sampai ke aturan pengupahan. Inilah yang harus dikejar,” jelas Heri saat dihubungi DW, Selasa (23/06).
Melalui keterangan tertulis, pengamat ekonomi lain dari INDEF, Bhima Yudhistira Adhinegara turut mengungkapkan banyaknya permasalahan dalam negeri yang harus dibenahi pemerintah.
Langkah pembentukan satgas ini ia nilai menjadi langkah yang terlambat karena relokasi industri sudah masif terjadi pada saat perang dagang AS-Cina dimulai tahun 2018. "Jadi terlambat 2 tahun ya,” kata Bhima, Selasa (23/06).
Selain itu, investor yang ingin merelokasi pabriknya juga menurutnya akan melihat daya saing. Sementara, dalam IMD World Competitiveness Ranking tahun 2020, peringkat daya saing Indonesia justru turun dari 32 ke 40 dunia. "Berarti ada masalah struktural daya saing yang belum selesai”.