Wujudkan Kelas Kolaborasi, Eksplor Potensi Para Siswa di Sanggau
Kamis, 12 Desember 2019 - 11:16 WIB
Sumber :
- kalbar
Sanggau (Suara Kalbar)-Rabu (11/12) pagi, sekitar 07.30 Wib di salah satu taman yang berada di Kota Sanggau, puluhan siswa memadati tempat tersebut. Ada yang menggunakan seragam batik sekolah dan ada juga yang berpakaian olahraga.
Berbagai kegiatan dilakukan seperti menari, bercerita dan lain sebagainya. Para siswa ini berasal dari Sekolah Dasar (SD) yang berbeda yakni SD Negeri 8 Sanggau dan SD Negeri 9 Sanggau. Mereka adalah siswa dari kelas masing-masing guru yang dikolaborasikan membentuk kelas kolaborasi.
Titis Kartikawati, guru SD Negeri 9 Sanggau ini mengatakan dua sekolah mengadakan kelas kolaborasi. Dua pihak membuat janji dan bertemu di salah satu taman untuk mengadakan presentan anak. Artinya memberikan wadah, bukan berupa kompetisi, tetapi memberikan ruang kepada anak untuk mengembangkan bakat sesuai dengan potensinya.
“Ada (siswa) yang suka bercerita, itu termasuk literasi dan pelajaran Bahasa Indonesia masuk di situ. Kemudian ada yang bercerita tentang sains, berarti pelajaran IPA masuk di situ. Nah, untuk hari ini, siswa dari SDN 9 diajak untuk melatih keterampilan berbicara (Public Speaking) dan melatih sikap percaya diri anak-anak,†kata Titis menjelaskan.
Menurutnya, pembelajaran sudah seharusnya memberikan ruang yang besar untuk mengasah potensi para siswa. Strategi pembelajaran, yang di dalamnya memuat metode atau cara, media dan lainnya harus dilakukan secara maksimal untuk mendukung terwujudnya tujuan pendidikan yang diharapkan.
Sementara itu, Juliawati, guru di SDN 8 Sanggau ini menjelaskan di sekolahnya sudah menyusun proyek literasi budaya. Di mana anak-anak diajak untuk aktif dalam melestarikan budaya baik yang bersifat kedaerahan maupun yang modern. Konteks yang dilakukan juga yang sifatnya sederhana menyesuaikan dengan jenjang pendidikan para siswa.
“Kalau kami di SDN 8 itu ada namanya literasi budaya. Anak-anak (siswa) diajak membuat proyek budaya seperti tarian baik yang tradisional maupun yang modern. Tadi kita lihat bersama penampilan anak-anak. Sebenarnya ini berbentuk kelompok-kelompok dan sudah diagendakan,†terang dia.
Menurutnya, kelas kolaborasi mempunyai banyak sekali manfaat terutama bagaimana mengajarkan anak-anak untuk selalu percaya diri ketika berada di ruang publik. Selain itu, konteks sosial kemasyarakatannya memberikan pembelajaran bagaimana para siswa bersosialisasi dengan orang-orang baru yang hidup saling berdampingan dengan mereka. Utamanya adalah mengasah kreativitas dan inovasi para siswa.
Dalam konteks guru penggerak, Titis menyampaikan sebagaimana yang diharapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, menginginkan adanya guru-guru penggerak di setiap sekolah. Dengan guru penggerak, pendidikan diharapkan berkembang lebih cepat sebagaimana tuntutan zaman.
Sebagaimana diungkapkan Mendikbud RI, katanya, bahwa setidaknya terdapat lima perubahan kecil yang bisa dimulai para guru di dalam kelas yakni mengajak murid berdiskusi, (siswa) bukan hanya mendengar. Kemudian, memberikan kesempatan kepada murid mengajar di kelas, mencetuskan proyek bakti sosial yang melibatkan semua kelas, menemukan bakat pada diri siswa yang kurang percaya diri dan menawarkan bantuan pada guru lain yang sedang mengalami kesulitan.
Mendikbud juga meminta agar para guru menjadi sosok penggerak yang berinisiatif melakukan perubahan kecil di atas serta mengambil tindakan tanpa diperintah untuk melakukan yang terbaik bagi siswanya. Guru hendaknya dapat melakukan perubahan-perubahan kecil yang dimulai dari ruang kelas tanpa menunggu komando. Dengan begitu, bakal terjadi perubahan besar pada dunia pendidikan di Indonesia.
Penulis: Tim Liputan
Editor: Kundori
Berbagai kegiatan dilakukan seperti menari, bercerita dan lain sebagainya. Para siswa ini berasal dari Sekolah Dasar (SD) yang berbeda yakni SD Negeri 8 Sanggau dan SD Negeri 9 Sanggau. Mereka adalah siswa dari kelas masing-masing guru yang dikolaborasikan membentuk kelas kolaborasi.
Titis Kartikawati, guru SD Negeri 9 Sanggau ini mengatakan dua sekolah mengadakan kelas kolaborasi. Dua pihak membuat janji dan bertemu di salah satu taman untuk mengadakan presentan anak. Artinya memberikan wadah, bukan berupa kompetisi, tetapi memberikan ruang kepada anak untuk mengembangkan bakat sesuai dengan potensinya.
“Ada (siswa) yang suka bercerita, itu termasuk literasi dan pelajaran Bahasa Indonesia masuk di situ. Kemudian ada yang bercerita tentang sains, berarti pelajaran IPA masuk di situ. Nah, untuk hari ini, siswa dari SDN 9 diajak untuk melatih keterampilan berbicara (Public Speaking) dan melatih sikap percaya diri anak-anak,†kata Titis menjelaskan.
Menurutnya, pembelajaran sudah seharusnya memberikan ruang yang besar untuk mengasah potensi para siswa. Strategi pembelajaran, yang di dalamnya memuat metode atau cara, media dan lainnya harus dilakukan secara maksimal untuk mendukung terwujudnya tujuan pendidikan yang diharapkan.
Sementara itu, Juliawati, guru di SDN 8 Sanggau ini menjelaskan di sekolahnya sudah menyusun proyek literasi budaya. Di mana anak-anak diajak untuk aktif dalam melestarikan budaya baik yang bersifat kedaerahan maupun yang modern. Konteks yang dilakukan juga yang sifatnya sederhana menyesuaikan dengan jenjang pendidikan para siswa.
“Kalau kami di SDN 8 itu ada namanya literasi budaya. Anak-anak (siswa) diajak membuat proyek budaya seperti tarian baik yang tradisional maupun yang modern. Tadi kita lihat bersama penampilan anak-anak. Sebenarnya ini berbentuk kelompok-kelompok dan sudah diagendakan,†terang dia.
Menurutnya, kelas kolaborasi mempunyai banyak sekali manfaat terutama bagaimana mengajarkan anak-anak untuk selalu percaya diri ketika berada di ruang publik. Selain itu, konteks sosial kemasyarakatannya memberikan pembelajaran bagaimana para siswa bersosialisasi dengan orang-orang baru yang hidup saling berdampingan dengan mereka. Utamanya adalah mengasah kreativitas dan inovasi para siswa.
Dalam konteks guru penggerak, Titis menyampaikan sebagaimana yang diharapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, menginginkan adanya guru-guru penggerak di setiap sekolah. Dengan guru penggerak, pendidikan diharapkan berkembang lebih cepat sebagaimana tuntutan zaman.
Sebagaimana diungkapkan Mendikbud RI, katanya, bahwa setidaknya terdapat lima perubahan kecil yang bisa dimulai para guru di dalam kelas yakni mengajak murid berdiskusi, (siswa) bukan hanya mendengar. Kemudian, memberikan kesempatan kepada murid mengajar di kelas, mencetuskan proyek bakti sosial yang melibatkan semua kelas, menemukan bakat pada diri siswa yang kurang percaya diri dan menawarkan bantuan pada guru lain yang sedang mengalami kesulitan.
Mendikbud juga meminta agar para guru menjadi sosok penggerak yang berinisiatif melakukan perubahan kecil di atas serta mengambil tindakan tanpa diperintah untuk melakukan yang terbaik bagi siswanya. Guru hendaknya dapat melakukan perubahan-perubahan kecil yang dimulai dari ruang kelas tanpa menunggu komando. Dengan begitu, bakal terjadi perubahan besar pada dunia pendidikan di Indonesia.
Penulis: Tim Liputan
Editor: Kundori