Kisah Warga Indonesia Banting Profesi jadi Sopir Bus di Australia
- abc
"Kalau orang di Indonesia melihatnya begitu. Sedangkan di Australia kita kerja sebagai pekerja penuh waktu bisa membayar biaya hidup di sini. Normal, maksudnya."
"Contoh, saya sebagai sopir bus memiliki total waktu libur dalam satu tahun sebanyak sembilan minggu lamanya yang adalah lebih dari cukup. Gaya hidupnya juga tidak kalah. Walau kerja sebagai sopir tetap bisa liburan dan jalan-jalan."
"Sedangkan di Indonesia [bila menjadi sopir bus] makan saja belum tentu cukup." tambahnya.
Rita melihat reaksi tidak menyenangkan dari beberapa teman ini sebagai inspirasi bagi dirinya beserta suami untuk selalu melangkah ke depan.
Prinsip ini mereka genggam melihat perjuangan yang harus mereka lalui saat hendak pergi ke Australia, saat Rita dan suaminya tidak punya modal untuk berangkat dan akhirnya harus menjual rumah dan seisinya yang saat itu hanya cukup membayar semester pertama tiket asuransi.
"Tapi buat kami cemoohan justru cambukan untuk membuktikan kamu bisa maju dan tentu saja punya kehidupan yang lebih baik," kata Rita yang saat ini telah memiliki rumah sendiri dan tinggal bersama suami, anak-anak dan orangtuanya.
"Setelah tiga sampai enam bulan [menjadi sopir bus], semua jauh lebih mudah. Kami merasa modal utama menjadi sopir bus adalah untuk tidak mudah menyerah."