Produksi dan Permintaan Meningkat, Industri Rebound Jelang Akhir Tahun
- Kemenperin
VIVA – Persiapan Perayaan Natal serta libur akhir tahun mendorong industri pengolahan untuk “rebound” pada bulan November 2023. Hal ini tampak dari Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang mengalami peningkatan, utamanya pada Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
Permintaan pemenuhan pesanan pada akhir tahun juga diduga mendorong peningkatan ketersediaan lapangan pekerjaan. Kondisi ini tercermin juga pada peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada bulan Oktober 2023 yang meningkat menjadi 124,3 dibandingkan September 2023. Sejalan dengan hal tersebut, inflasi beberapa negara mitra utama yang melandai dan penguatan Rupiah menjadi sentimen positif bagi industri pengolahan nonmigas di bulan November ini.
Sementara itu, Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang dirilis oleh Kementerian Perindustrian pada November 2023 menunjukkan angka 52,43, meningkat 1,73 poin dibandingkan Oktober 2023.
Peningkatan nilai IKI pada periode ini didukung oleh tiga hal utama, yaitu peningkatan produksi dan permintaan, penguatan nilai tukar rupiah, serta faktor musiman untuk persiapan akhir tahun (Natal dan Tahun Baru/Nataru).
“Peningkatan IKI dipengaruhi oleh meningkatnya nilai IKI pada 15 subsektor, dengan 13 subsektor di antaranya mengalami rebound setelah sebelumnya mengalami perlambatan maupun kontraksi,” ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif saat rilis IKI November 2023 di Jakarta, Kamis (30/11).
Namun begitu, menurut Febri, nilai IKI pada bulan November 2023 ini seharusnya bisa lebih tinggi apabila program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) berjalan dengan baik. Selain itu, pengendalian impor dan penegakan hukum atas produk impor ilegal juga perlu berjalan efektif.
“Karenanya, perlu penguatan koordinasi dan sinergi lintas Kementerian dan Lembaga sebagai tindak lanjut,” imbuhnya.
Selanjutnya, pada IKI November ini, peningkatan terbesar dialami oleh industri mesin dan perlengkapan ytdl (+9,37) yang sebelumnya mengalami penurunan terbesar (-10,26). Dua belas subsektor yang mengalami rebound yaitu Industri Pengolahan Tembakau, Industri Pakaian Jadi, Industri Barang Logam, Bukan mesin, dan Peralatannya, Industri kulit, Barang dari Kulit Dan Alas Kaki, Industri Kertas dan Barang Kertas, Industri Percetakan dan Repro Media Rekaman, Industri Pengolahan Lainnya, Industri farmasi, Obat Kimia dan Tradisional, Industri Kendaraan Bermotor, Trailer dan Semitrailer, Industri Karet, Barang Karet dan Plastik, dan Industri Logam Dasar.
Sedangkan, dua sektor lainnya yang mengalami peningkatan nilai IKI dalam dua bulan berturut-turut adalah Industri Minuman dan Industri Furnitur. Peningkatan IKI industri furnitur didorong oleh permintan produk di pasar baru yaitu Timur Tengah dan promosi yang terus dilakukan baik di dalam maupun di luar negeri.
Peningkatan nilai IKI juga disebabkan oleh 6 (enam) subsektor yang berubah level menjadi ekspansi, sehingga jumlah subsektor yang mengalami ekspansi menjadi 17 (tujuh belas) subsektor dengan kontribusi terhadap PDB TW3 tahun 2023 sebesar 91,1%. Dari 17 subsektor tersebut, 6 (enam) subsektor berubah dari kontraksi menjadi ekspansi dengan kontribusi terhadap PDB Triwulan III - 2023 sebesar 17,94%. Sedangkan 3 (tiga) subsektor berubah dari ekspansi menjadi kontraksi dengan kontribusi terhadap PDB Triwulan III - 2023 sebesar 5,04%.
Jika dilihat dari variabel pembentuk IKI, terjadi peningkatan pada variabel pesanan baru (+3,13) dan variabel produksi (+3,67) menjadi 54,85 dan 54,50. Variabel persediaan produk masih mengalami kontraksi dan mengalami penurunan nilai IKI sebesar 4,66 poin menjadi 43,29 artinya terjadi peningkatan stok produk pada industri pengolahan.
“Meskipun variabel persediaan produk meningkat kontraksinya, kondisi tersebut tidak menunjukkan kondisi bisnis yang sedang buruk karena pesanan baru dan produksi meningkat ekspansinya,” Febri menambahkan.
Jubir Kemenperin menjelaskan, kondisi umum kegiatan usaha di bulan November 2023 lebih baik dari bulan Oktober 2023. Hal ini tampak dari kenaikan responden yang menjawab kondisi usahanya membaik dan stabil meningkat dari 75,6% menjadi 78,8%. Selain itu, tingkat optimisme pelaku usaha enam bulan ke depan juga meningkat dari 61,02% menjadi 61,41%. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa industri sedang mempersiapkan produk untuk menyelesaikan pesanan sebagai antisipasi kenaikan pesanan disertai penurunan produktivitas karena libur Nataru.
Pada IKI November, masih ada 6 (enam) subsektor mengalami nilai IKI kontraksi dengan 2 (dua) subsektor di antaranya semakin dalam level kontraksinya. Adapun kontraksi terendah dialami industri tekstil dan industri komputer, barang elektronik, dan optik.
Jika dilihat dari subsektornya, nilai IKI industri makanan tercatat masih ekspansi meskipun nilainya mengalami penurunan. Selain itu, perlu diwaspadai adanya isu food security sebagai dampak El Nino dan perubahan iklim. Di industri tekstil, kontraksi yang semakin dalam merupakan akibat impor ilegal di bidang tekstil yang belum terkendali.
Sedangkan untuk industri komputer, barang elektronik, dan optik diketahui terdapat masalah banyaknya stok barang sehingga perusahaan melakukan pengurangan produksi. Demikian pula pada industri peralatan listrik kontraksi terjadi akibat belanja pemerintah yang telah selesai, meskipun demikian pesanan masih mengalami peningkatan. Pemberlakuan Neraca Komoditas dan Tata Niaga Impor diharapkan dapat mendorong sektor yang mengalami kontraksi menjadi lebih baik.
Kondisi Sektor Industri di Akhir 2023 dan Awal 2024
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengingatkan, meskipun kondisi kegiatan usaha pada bulan November 2023 lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya, industri tetap perlu mewaspadai kondisi pada akhir tahun dan awal tahun ke depan yang masih dibayangi ketidakstabilan kondisi global.
Beberapa faktor eksternal, seperti kemungkinan resesi Jerman sebagai penyangga ekonomi Uni Eropa serta Inggris perlu diwaspadai. Di sisi lain, Tiongkok yang saat ini diperkirakan akan tumbuh positif tetap dibayangi krisis properti. Demikian pula dengan Amerika Serikat yang meskipun inflasinya telah melandai, tetapi peningkatan angka pengangguran juga membayangi kondisi ekonomi kedepan.