Hadapi Dampak Depresiasi Rupiah, Tingkatkan Serapan Produk Manufaktur Dalam Negeri di Pasar Domestik

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita
Sumber :
  • Kemenperin

VIVA – Dampak depresiasi rupiah saat ini tengah dirasakan oleh industri manufaktur. Melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS yang sebelumnya menyebabkan kenaikan biaya impor bahan baku dan logistik, kini juga diikuti oleh kenaikan suku bunga pinjaman perbankan bagi sektor manufaktur. Bank Indonesia baru-baru ini menaikkan suku bunga acuan di level 6%, dari angka 5,75% yang bertahan sejak Januari 2023.

PKB: Kenaikan PPN Bukan Harga Mati untuk Penguatan APBN

Kondisi ini mendorong industri manufaktur untuk menghitung ulang biaya produksi. Sebagian industri memangkas margin keuntungan untuk menanggung beban biaya produksi. Namun, para pelaku industri dengan skala yang lebih kecil terpaksa melakukan penyesuaian harga akibat semakin meningkatnya harga bahan baku dan biaya produksi. “Kami memandang keputusan bank sentral untuk menaikkan suku bunga acuan telah berdasarkan penilaian menyeluruh terhadap inflasi di tanah air,” ujar Menteri Perindustrian di Jakarta, Jumat (27/10).

Meski demikian, Menperin mengharapkan agar inflasi di Indonesia masih bisa terkontrol dan tidak ada perubahan pada faktor-faktor lainnya yang akan turut meningkatkan biaya produksi di sektor industri.

Zulhas Tegaskan Indonesia Tak Impor Beras pada 2025, Ada Tapinya

“Misalnya isu kenaikan harga gas industri atau kenaikan tarif listrik, sehingga biaya produksi dapat dijaga agar tetap stabil dan produk industri kita menjadi kompetitif,” jelas Menperin.

Ia menambahkan, pihaknya yakin bank sentral memiliki instrumen-instrumen untuk menjaga stabilitas. Selain itu, perbankan juga dapat mendukung sektor industri yang selama ini menjadi penyumbang pajak serta memberikan kontribusi ekonomi tertinggi.

Bagaimana Ketidakpastian Geopolitik Mempengaruhi Kebijakan Suku Bunga Indonesia? Pahami Disini!

“Sehingga kami tetap optimis bahwa manufaktur akan tetap tumbuh,” ujarnya.

Agus menyampaikan, langkah utama yang perlu dilakukan untuk mendukung sektor industri dalam negeri agar tetap mampu produktif dan berdaya saing dalam situasi saat ini adalah meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. Selain meningkatkan penguasaan produk dalam negeri di pasar domestik, belanja produk dalam negeri juga mampu menurunkan impor yang dapat berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah.

Kemenperin mendorong realisasi komitmen belanja Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah maupun BUMN tahun 2023 sebesar Rp1.157,47 Triliun. Saat ini, rata-rata realisasi anggaran nasional mencapai 66,78% (per 23 Oktober 2023).

Untuk mendukung hal ini, Kemenperin melakukan berbagai terobosan, misalnya digitalisasi proses sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Hal ini untuk mendukung penggunaan produk dalam negeri secara merata dan optimal di seluruh kalangan Masyarakat.

“Dengan percepatan proses sertifikasi TKDN, termasuk juga bagi industri kecil dengan menerapkan self-assessment, kami ingin agar produk dalam negeri dapat makin cepat terserap dalam program pengadaan barang dan jasa,” tegas Agus.

Langkah selanjutnya adalah melalui pemberlakuan larangan dan pembatasan (lartas) impor terhadap kelompok-kelompok barang tertentu. Tujuan penerapan aturan tersebut adalah untuk memberikan keadilan bagi barang-barang produksi dalam negeri.  Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin Eko S.A. Cahyanto menegaskan, aturan lartas tidak semata-mata bertujuan untuk melarang impor, namun untuk mengontrol volume barang serta memastikan kejelasan status barang yang masuk. Eko menginformasikan bahwa aturan tersebut diperkirakan selesai pada minggu ini.

Penyelenggaraan Pemilu pada awal 2024 juga diprediksi mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Bagi sektor industri, perhelatan demokrasi ini diharapkan mampu meningkatkan permintaan terhadap produk makanan dan minuman, tekstil dan produk tekstil, percetakan, maupun produk-produk lainnya terkait logistik Pemilu.

Pada triwulan II – 2023 lalu, ekonomi Indonesia tetap tumbuh tinggi di tengah perlambatan ekonomi global. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II 2023 tercatat sebesar 5,17% (y-on-y), meningkat dari pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,04% (y-on-y). Industri pengolahan masih menjadi leading sector ekonomi Indonesia pada triwulan II 2023 dengan pertumbuhan sebesar 4,88% (y-on-y). Pertumbuhan industri pengolahan ditopang oleh masih kuatnya permintaan domestik dan global.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya