Kurikulum Merdeka Tumbuh Kembangkan Minat Baca Anak
VIVA – Implementasi Kurikulum Merdeka tidak hanya diterapkan pada jenjang SD, SMP, dan SMA, namun juga Pendidikan Anak Usia Dunia (PAUD). Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menetapkan kebijakan ini untuk menumbuhkembangkan minat anak terhadap buku bacaan.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, mengatakan, selain belajar melalui permainan, prinsip utama kurikulum Kurikulum Merdeka di PAUD adalah berbasis literasi dan buku. Secara implementasi, anak tidak dipaksa untuk membaca, tetapi dikenalkan dunia buku yang menyenangkan guna menstimulasi imajinasi.
“Jadi dalam Kurikulum Merdeka, fondasi literasi yang dibangun melalui kesukaan pada dunia buku dan dunia bacaan itu sudah perlu dikuatkan sejak PAUD. Tidak masalah apakah anak sudah bisa membaca secara mandiri atau tidak, karena hal tersebut tidak menjadi syarat untuk masuk ke SD,” kata Anindito atau yang sering disapa Nino, di Jakarta (13/09).
Kemendikbudristek melalui Merdeka Belajar Episode ke-24 telah menghapus tes baca, tulis, dan hitung (calistung) sebagai syarat penerimaan peserta didik baru jenjang sekolah dasar. Penyesuaian ini diharapkan dapat menumbuhkan kegemaran anak terhadap buku mulai jenjang PAUD.
Untuk meningkatkan minat baca buku pada peserta didik, Kemendikbudristek juga menerbitkan kebijakan perjenjangan buku. Kepala Pusat Perbukuan (Kapusbuk), Supriyanto, menjelaskan perjenjangan buku merupakan upaya untuk memberikan bahan-bahan bacaan yang disesuaikan dengan tahap kemampuan, perkembangan, dan minat sekaligus memastikan pembaca menikmati isi buku dengan baik.
“Dengan memilih buku yang tepat, perjenjangan buku membantu membentuk minat baca yang kuat, memperluas wawasan, dan membantu pembaca dalam pengembangan pribadi serta perkembangan kognitif dan emosional mereka,” tuturnya.
Terdapat dua karakteristik buku yang dimuat dalam perjenjangan buku, yakni buku ramah cerna (decodable book) dan buku berjenjang (leveled book). Kebijakan ini juga memuat lima tingkat klasifikasi yang dimulai dari jenjang A untuk pembaca dini, hingga jenjang bagi untuk pembaca mahir.
“Perlu dipahami bahwa rentang usia bukan acuan atau patokan utama dalam program ini, namun patokannya adalah kemampuan membaca anak. Bisa jadi kelompok anak di suatu daerah memiliki kemampuan membaca yang lebih, atau justru sebaliknya,” ucap Supriyanto.