Arab Saudi Ubah Aturan Haji, Legislator Nilai Bisa Membawa Kemaslahatan Bagi Jemaah
- DPR RI
VIVA – Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi mengatakan, kebijakan Arab Saudi mengubah aturan haji, yakni tidak akan ada lagi lokasi khusus jemaah haji negara tertentu di Arafah dan Mina, pada dasarnya akan membawa kemaslahatan bagi jemaah haji. Karena setiap negara akan menentukan sendiri lokasi-lokasi, dimana mereka akan menempatkan jemaahnya.
“Ya, ini saya kira kebijakan yang menarik menurut saya, karena pada prinsipnya menurut saya kebijakan ini akan membawa kemaslahatan bagi Jemaah haji. Artinya, bagi negara yang lebih cepat menyelesaikan semua kontrak dan siap untuk musim haji 1445 Hijriah/2025 Masehi, maka dapat lebih dulu menentukan tempat di Arafah dan Mina. Tapi dengan catatan, Ini akan membawa kemaslahatan selama seluruh proses itu kita bisa lakukan lebih cepat,” ujar Ashabul saat diwawancari Tim Parlementaria di Jeddah, Arab Saudi, Minggu (2/7/2023).
Legislator Dapil Sulsel I ini menambahkan, jadi kalau Indonesia juga mau lebih awal menentukan lokasi titik jemaahnya di Arafah dan Mina, untuk itu harus lebih awal menyelesaikan prosesnya. Pertama mengenai kuota Haji harus dari jauh hari pemerintah Saudi menetapkan besaran jumlah kuota Jemaah Haji termasuk Indonesia.
“Kemudian, Kementerian Agama harus lebih awal mengajukan Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPIH) dan sejumlah uang yang harus dibayar oleh warga negara yang akan menunaikan Ibadah Haji (Bipih) untuk dibahas dan mendapatkan proses persetujuan di DPR. Termasuk perekrutan petugas-petugas haji harus dilakukan lebih awal. Kalau itu bisa kita lakukan lebih awal, saya kira tentu akan menguntungkan bagi Jemaah kita, karena kita akan menentukan lokasi yang mungkin akan lebih dekat ke Jamarat," ungkap Ashabul.
Menurut Politisi F-PAN ini, dengan menyelesaikan proses yang lebih cepat, pemerintah bisa menentukan lokasi yang lebih dekat dengan Jamarat. Tidak seperti selama ini, lokasi dari tenda jemaah haji Indonesia bisa sampai 6 km menuju Jamarat (tempat lempar jumroh).
"Kemudian jika bisa memilih lokasi di Arafah, mungkin kita akan lebih dekat dengan Mesjid Namirah. Yang kedua, kalau kita semakin dekat dengan lokasi Muzdalifah, maka mobilisasi atau evakuasi Jemaah dari Arafah ke Muzdalifah itu tidak perlu kita lakukan lebih awal. Mungkin kita bisa lakukan di jam 10 malam. Sehingga ketika tiba di Muzdalifah tidak perlu mabit terlalu lama," terang Ashabul.
Selanjutnya, mengenai kebijakan tersebut, Komisi VIII akan menunggu Kementerian Agama Republik Indonesia untuk segera melaporkan perkembangan atas kebijakan baru dari Kementerian Arab Saudi.
"Kita tunggu saja, artinya pekerjaan rumah pemerintah akan jauh lebih besar lagi. Tapi kita berharap dengan pengalaman-pengalaman yang ada ini, mereka tentu akan belajar dari pengalaman yang ada. Termasuk dalam penyiapan transportasi yang betul-betul ramah lansia, kemudian mungkin akan kita tanya kembali terkait pendamping sama lansia ini, apakah itu diperlukan untuk kita. Karena memang konsekuensinya kalau ada pendamping mahram itu akan menganggu kuota jemaah lain yang juga sudah menunggu," imbuh Ashabul.