Bagaimana Open Finance Membantu Digitalisasi dalam Perbankan

Peran open finance mengadopsi layanan keuangan digital
Sumber :
  • Iyashenko

VIVA – Sejak dimulainya pandemi COVID-19, industri keuangan di seluruh dunia, termasuk Indonesia, telah mengalami perubahan yang signifikan seiring dengan transisi menuju perekonomian digital. Sektor perbankan dipaksa untuk beradaptasi karena semakin banyak orang yang mulai bekerja dari rumah dan memilih untuk menggunakan layanan keuangan non-tunai secara rutin. Di sinilah peran open finance muncul, menjadi pemain utama di balik mengapa bank dapat menjalani transisi yang lebih cepat dalam mengadopsi  layanan keuangan digital yang baru.

Punya Visi Bangun Desa, Egi Akan Padukan Digitalisasi dan Partisipasi Warga jika Pimpin Lamsel

Apa itu Open Finance? 

Open finance adalah perluasan dari open banking, yang merupakan praktik berbagi perangkat lunak dan layanan untuk fungsi-fungsi inti perbankan (cth: penagihan, dll.) dengan mitra eksternal seperti bank, perusahaan retail, ataupun penyedia e-wallet seperti GoPay dan OVO. Selain layanan inti yang ditawarkan oleh open banking, open finance dapat mencakup lebih banyak layanan digital seperti pinjaman, hipotek, pensiun, dan banyak lagi.

BTN Luncurkan Kartu Debit BTN Prospera, Kasih Layanan Keuangan Sesuai Gaya Hidup Nasabah

Singkatnya, open banking dan open finance memungkinkan institusi non-bank untuk menawarkan layanan keuangan yang kompetitif kepada pelanggan, semua tanpa perlu repot-repot mempekerjakan teknisi pengembangan internal yang mahal atau membeli teknologi perusahaan lain. Hal ini tidak hanya memungkinkan bank untuk menciptakan inovasi dalam industri keuangan, tetapi juga dapat memfasilitasi integrasi layanan keuangan untuk perusahaan non-bank seperti perusahaan ritel, asuransi, e-commerce, dsb. 

Peran Open Finance dalam Transformasi Digital Perbankan?

COP29, BNI Ungkap Peran Strategis Perbankan Akselerasi Transisi Hijau di Indonesia

Dalam beberapa tahun terakhir, open finance telah merevolusi industri perbankan dengan memfasilitasi pertukaran data keuangan tanpa batas (dengan persetujuan sebelumnya dari setiap pelanggan). 

Hal ini memungkinkan pelanggan untuk menyimpan informasi mereka dengan aman di database tersentralisasi dan membagikannya secara selektif. Inilah yang akhirnya memungkinkan penciptaan produk dan layanan keuangan yang inovatif, seperti kemajuan dalam mendeteksi penipuan yang didukung oleh kecerdasan buatan (AI), eKYC (e-Know Your Customer) virtual untuk verifikasi pelanggan saat membuka rekening online, dan super-app perbankan mobile (contohnya: BRImo dari Bank BRI, Livin' dari Bank Mandiri). 

Melalui inovasi-inovasi ini, banyak bank di Indonesia dapat memperluas layanan mereka ke pasar-pasar yang selama ini belum tersentuh. 

Melalui laporan Global Findex 2021 oleh Bank Dunia, 76% orang dewasa di seluruh dunia sekarang memiliki rekening bank atau menggunakan sejenis e-wallet, sebuah peningkatan yang signifikan dari tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, Statista juga mencatat bahwa nilai transaksi global di segmen pembayaran digital mencapai US$7,52 triliun pada tahun 2021, dengan proyeksi yang mengindikasikan bahwa nilai transaksi tersebut akan mencapai US$15,17 triliun pada tahun 2027.

Manfaat Adopsi Open Finance dalam Transformasi Digital Perbankan?

(1) Segmen Pelanggan Yang Lebih Besar

Sumber Gambar: benzoix

Pandemi COVID-19 telah mendorong permintaan yang signifikan terhadap layanan online dan digital di sektor perbankan. Tren ini terutama terlihat di Asia, dimana adopsi teknologi untuk mobile banking telah mengalami pertumbuhan yang substansial karena terdorong popularitas pembayaran online. 

Menurut 2021 Personal Finance Survey dari McKinsey, persentase konsumen Asia yang secara aktif menggunakan layanan perbankan digital telah melonjak menjadi 88% pada tahun 2021, naik dari 65% pada tahun 2017. Selain itu, 60% konsumen Asia terbuka untuk beralih ke "direct banking", lembaga-lembaga bank tanpa cabang yang menawarkan layanan digital eksklusif, seperti SeaBank dari grup Sea Limited. 

Selain itu, bank juga harus mempertimbangkan untuk menargetkan populasi yang tidak memiliki rekening bank atau yang belum memiliki rekening bank di negara-negara berkembang, di mana sekitar 70% penduduk Asia Tenggara termasuk dalam kategori ini. Di Indonesia, dari 181 juta orang dewasa yang terdaftar, 26% di antaranya termasuk ‘underbanked’ (sudah mempunyai rekening bank, tapi tidak dapat mengakses layanan keuangan lain), sementara sekitar 51%, atau 92 juta, diklasifikasikan sebagai ‘unbanked’ (tidak memiliki rekening bank sama sekali). 

Meskipun tidak memiliki akses perbankan tradisional, perlu diingat bahwa sebagian besar dari populasi underbanked dan unbanked di Asia Tenggara memiliki smartphone. Dengan merangkul infrastruktur open finance, bank dapat memberikan akses ke platform teknologi kepada individu-individu ini dan memfasilitasi berbagai inisiatif digital, termasuk transfer uang lintas platform dengan biaya rendah atau tanpa biaya.

(2) Penyediaan Layanan Nasabah Yang Lebih Baik

Untuk memenuhi ekspektasi nasabah yang terus berkembang, bank harus merangkul transparansi data dan perbankan terbuka. Open finance memungkinkan sharing data nasabah dengan pihak ketiga dan membuka saluran distribusi baru di luar sistem tradisional, terutama melalui kerjasama antara bank dan perusahaan fintech. 

Sinergi ini memungkinkan kedua belah pihak untuk menghadirkan layanan keuangan yang lebih inovatif dan mudah digunakan, seperti penagihan utilitas bulanan melalui layanan debit langsung yang dapat kenyamanan pelanggan.

Digitalisasi dalam perbankan, didukung oleh open finance, mendorong komunikasi dan kolaborasi yang efektif dalam industri keuangan. Dengan mengadopsi model terbuka, bank-bank di Indonesia pun dapat meningkatkan standar pengalaman nasabah, menyelaraskan dengan ekspektasi yang terus berkembang dan mengurangi konflik di antara para mitra ekosistem.

(3) Peningkatan Inklusi Keuangan

Merangkul open finance juga akan membantu sektor perbankan untuk mendorong inklusi keuangan secara keseluruhan, terutama dalam penyediaan kredit, manajemen keuangan pribadi, dan layanan pembayaran untuk para individu underbanked dan unbanked. 

Menurut OJK, di tahun 2019, indeks inklusi keuangan Indonesia hanya sebesar 76,19%, sementara tingkat literasi keuangan hanya berada pada 38,03% di tahun yang sama. Namun, setelah pemerintah mulai mendorong rakyat tanah air untuk meningkatkan adopsi layanan keuangan digital selama pandemi berlangsung, inklusi keuangan pada tahun 2022 telah meningkat menjadi 85,10%, seementara tingkat literasi keuangan telah mencapai 49,68% di tahun yang sama.  

Masa Depan Open Finance Di Indonesia?

Sumber gambar: Open Finance Summit 2023

Memasuki tahun 2023, karena masyarakat Indonesia banyak yang sudah terbiasa melakukan transaksi non-tunai dalam kehidupan sehari-hari, layanan keuangan digital berbasis open finance yang ditawarkan oleh bank dan institusi non-bank lainnya pastinya akan terus populer dan makin berkembang kedepannya. 

Itulah sebabnya semakin penting bagi bisnis-bisnis untuk mengikuti perkembangan dalam industri layanan keuangan, terutama agar dapat terus memberikan pelayanan yang maksimal kepada pelanggan.

Jika Anda tertarik untuk menghadiri acara di mana Anda dapat memperoleh wawasan dan membangun jaringan dengan figur-figur penting dari badan regulator Indonesia, bank-bank terbesar, dan perusahaan-perusahaan fintech terkemuka di tanah air, jangan lewatkan Open Finance Summit 2023: acara open finance pertama di Indonesia yang akan diselenggarakan pada hari Rabu, 21 Juni 2023, di Thamrin Nine Ballroom, Jakarta. Ayo dapatkan tiket Anda sekarang disini sebelum kehabisan!

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya