Anggota DPR: RUU KIA Atur Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak Secara Komprehensif
- DPR RI
VIVA – Anggota Komisi VIII DPR RI Luluk Nur Hamidah menilai Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) akan mengatur secara komprehensif terkait penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak.
"RUU ini diusulkan sebagai itikad baik dan juga pemenuhan konstitusional bahwa penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak harus diselenggarakan secara komprehensif, tidak terpecah-pecah seperti sekarang, ibu ada di mana, anak di mana," kata Luluk dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk “RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak dan Tantangan Generasi Unggul” di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Dia menilai penyelenggaraan kesejahteraan dan pendidikan terhadap ibu serta anak harus dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi agar intervensi yang dilakukan pemerintah tepat sasaran.
Menurut dia, RUU KIA diawali pada realitas yang dialami ibu dan anak di Indonesia yaitu bagaimana melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul atau generasi emas di 2045.
"Di sisi yang lain kita juga melihat ada begitu banyak tantangan dan situasi yang tidak baik-baik sebenarnya yang mungkin oleh umumnya para ibu dan secara lebih spesifik lagi pada saat mereka sedang mengandung dan kemudian juga melahirkan dan melahirkan dan pasca melahirkan dan ketika anak berusia 1000 hari pertama, jadi lebih kurang berumur 2 tahun," ujarnya.
Politisi PKB itu menjelaskan DPR sebelum mengusulkan RUU tersebut, mengundang para pakar lintas disiplin keilmuan, pemerintah, BKKBN, Komisi Perlindungan Anak, dan Komnas Perempuan, asosiasi bidan dan keperawatan.
Selain itu menurut Luluk, DPR juga membaca banyak naskah akademik, jurnal-jurnal yang terkait dengan situasi yang menghubungkan antara kesejahteraan ibu dan anak serta produktivitas nasional dengan ekonomi dan bahkan yang terkait dengan sumber daya manusia yang unggul.
"Kami menemukan fakta yang mengejutkan misalnya ternyata perempuan ketika mengandung, banyak memiliki situasi kesehatan termasuk kekurangan nutrisi dan gizi dan juga kesehatan yang belum cukup. Mereka juga mengalami situasi yang sebenarnya sangat membahayakan, ketika perempuan itu kondisinya sedang mengandung atau bahkan pada saat mereka harus melahirkan," katanya.
Luluk menjelaskan perempuan mengalami anemia, misalnya ketika masih remaja, rata-rata anemia yang dialami para remaja perempuan sekitar 35-40 persen. Tapi ketika perempuan mengandung, maka gejala anemia sudah di atas 60 persen.
Kondisi anemia tersebut akan berbahaya bagi perempuan sehingga sering terjadi kematian terhadap ibu karena kehabisan darah ketika melahirkan.
"Indonesia anggota G-20 bahkan pernah memimpin presidensi G-20, tetapi untuk ukuran kesejahteraan ibu dan anak yang meliputi faktor yang fisik, non fisik, emosional, spiritual kemudian juga psikis, bahkan kemudian yang terkait dengan nyawa, ternyata kita relatif masih rendah dan ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama," katanya.