Sidang WAIPA Dorong Kepemimpinan Perempuan untuk Ciptakan Komunitas ASEAN yang Tangguh

Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Vanda Sarundajang
Sumber :
  • DPR RI

VIVA – Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Vanda Sarundajang menyatakan bahwa tema Komite untuk Perempuan Parlemen AIPA (WAIPA) kali ini yang berjudul, "Enhancing ASEAN Resilience through Women Leadership and Gender-Responsive Parliamen" berupaya merangkum komitmen bersama komunitas parlemen ASEAN yang lebih inklusif dan tangguh.

Camilannya Diborong Wapres Gibran, Nasabah PNM Mekar Ini Bangkit Usai Dihantam Pandemi

"Dengan mempromosikan kepemimpinan perempuan, memberdayakan pengusaha perempuan, memperkuat undang-undang yang responsif gender, dan mengatasi kekerasan berbasis gender, kita dapat menciptakan masa depan di mana setiap individu, tanpa memandang gender, memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan berkontribusi pada kemakmuran wilayah kita," ungkap Vanda saat membacakan presentasi tema tersebut di Sidang Komite Koordinasi WAIPA di Padang, Sumatera Barat, Senin (5/6/2023).

Isu ini penting untuk segera ditanggapi, mengingat pasca pandemi banyak tantangan dihadapi oleh masyarakat di kawasan ASEAN. Kesenjangan sosial ekonomi yang sudah ada di wilayah ASEAN semakin diperparah oleh pandemi.

Perempuan sebagai Pelopor Inovasi Teknologi dan Kecanggihan AI, Wamen Dikti Saintek Tegaskan Tak Ada Perbedaan Gender

Vanda memaparkan bahwa dari tahun 2020 hingga 2022, diperkirakan 47 juta tambahan perempuan dan anak perempuan didorong ke dalam kemiskinan ekstrem akibat pandemi, memperlebar jurang kemiskinan, dan meningkatkan kerentanan mereka.

Selain itu, risiko paparan kekerasan berbasis gender telah meningkat secara signifikan selama masa krisis.

Soroti Surat Kesbangpol Batam Minta Camat Kumpulin Data C1, DPR: Mengintersepsi Kewenangan KPU-Bawaslu

"Namun, meskipun menjadi yang paling rentan dan terkena dampak terburuk, partisipasi aktif perempuan lebih kecil dibandingkan laki-laki dalam pengembangan kebijakan respons dan pemulihan," ungkap Vanda.

Untuk itu, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini bilang, tema WAIPA kali terletak pada pengakuan atas kekuatan transformatif kepemimpinan perempuan dalam menghadapi tantangan ini. Pemimpin perempuan diyakini membawa beragam perspektif dan pengalaman ke dalam proses pengambilan keputusan, memungkinkan tanggapan yang lebih komprehensif dan efektif terhadap tantangan kawasan.

"Pemberdayaan perempuan dalam kegiatan ekonomi-melalui akses yang setara ke sumber daya, keuangan, dan pasar bagi pengusaha perempuan akan membuka potensi besar untuk pertumbuhan yang berkelanjutan, tangguh, dan inklusif di kawasan ini," urai Vanda.

Sehingga, kepemimpinan politik perempuan berperan penting dalam membentuk kebijakan dan proses pengambilan keputusan yang inklusif. Adapun selama dua dekade terakhir, negara-negara ASEAN telah membuat kemajuan penting dalam meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen, dari 12% kursi pada tahun 2000 menjadi sekitar 22% pada tahun 2022.

Meskipun mengalami kemajuan, Dyah Roro mengajak supaya harus ada pengakuan bahwa masih ada pekerjaan yang harus dilakukan untuk mencapai kesetaraan gender dalam perwakilan politik dan proses pengambilan keputusan di negara-negara Asia Tenggara.

Nah, untuk mencapai parlemen yang responsif gender, negara-negara ASEAN harus memperkuat undang-undang dan mekanisme kelembagaan yang mempromosikan pendekatan responsif gender, seperti penganggaran gender, pengarusutamaan gender, dan penilaian dampak gender yang komprehensif.

"Parlemen yang peka gender, yang memiliki struktur dan mekanisme kesetaraan gender, dan yang berinvestasi dalam kapasitas untuk mengarusutamakan kesetaraan gender dalam pekerjaan mereka, lebih mampu memanfaatkan momentum krisis untuk membalikkan ketidaksetaraan yang telah berlangsung lama," ungkap Vanda.

Selain itu, mengatasi kekerasan berbasis gender dan melindungi hak-hak perempuan juga merupakan aspek penting dari tema WAIPA ini.

"Maka kita harus bekerja secara kolektif untuk menghilangkan segala bentuk kekerasan berbasis gender dan menciptakan lingkungan di mana perempuan aman dan diperlakukan setara," jelas Vanda.

Pada tahun 2016, kawasan Asia Tenggara telah mengadopsi "Rencana Aksi ASEAN untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan". Vanda mengajak agar secara bersama semua pihak memastikan implementasinya efektif, dan perkuat kerja sama regional untuk mengatasi kekerasan seksual, termasuk bentuk-bentuk baru di dunia maya yang melampaui batas.

"Dengan memastikan keamanan dan kesetaraan perempuan, kami mendorong ASEAN yang tangguh yang menghargai hak dan martabat setiap individu," tukasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya