Inosentius Samsul: Kebijakan Publik Harus Berdasarkan ‘Evidence Based’

Kepala BK Setjen DPR RI, Inosentius Samsul
Sumber :
  • DPR RI

VIVA – Kepala Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal DPR RI Inosentius Samsul mengatakan dalam pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) harus melibatkan partisipasi publik, khususnya kepada para pemangku kepentingan, termasuk perguruan tinggi. Karena itu, kebijakan publik yang baik dan berkualitas harus didasarkan pada riset atau evidence based.

Pimpinan DPR Tak Setuju Usulan DPD Soal MBG Pakai Dana Zakat: Lebih Baik Maksimalkan APBN

"Evidence based ini intinya adalah bahwa setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada argumentasi-argumentasi akademis maupun empiris yang itu tentunya banyak kita temukan di perguruan tinggi ataupun langsung ke masyarakat. Ini satu kerangka berpikir,” jelas pria yang kerap disapa Sensi itu kepada Parlementaria pada acara Seminar Nasional (Semnas)  yang diselenggarakan oleh Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang (Puspanlak UU) Badan Keahlian (BK) Setjen DPR RI di Solo, Jawa Tengah, Selasa (30/5/2023).

Sensi juga menegaskan dalam pembentukan RUU, acuan dasar lainnya yang juga harus diperhatikan adalah berkaitan dengan asas Meaningful Public Participation. "Meaningful public participation adalah bagian dari proses penyusunan undang-undang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022. Di mana dalam pembuatan peraturan, itu penting melibatkan masyarakat secara bermakna,” tegas Sensi.

Dukung Gencatan Senjata Hamas-Israel, PKS Ingin Ada Solusi Permanen Kemerdekaan Palestina

Selanjutnya, Sensi juga menerangkan asas Meaningful Public Participation memiliki tiga tolak ukur. Yaitu, pertama, right to be heard atau hak untuk didengar dan diinformasikan bahwa ada sesuatu yang sedang berproses di DPR, sehingga masyarakat mengetahui; Kedua, right to be considered, atau hak untuk dipertimbangkan.

Sehingga, tegasnya, jika ada masukan-masukan dari masyarakat, lalu kemudian ditolak oleh DPR atau Panitia Kerja (Panja) ataupun Panitia Khusus (Pansus) itu dibahas menjadi masukan dari masyarakat dapat dipertimbangkan. Tidak harus diadopsi menjadi norma, tetapi dibahas dan ditimbang-timbang cocok atau tidak; Ketiga, right to be explained, atau hak untuk dijelaskan. Sehingga, publik tahu alasan jika ada masukan yang diterima ataupun tidak diterima.

Ekonomi China Tumbuh 5 Persen, Sektor Manufaktur Jadi Motor Penggerak

“Jadi, inilah yang disebut dengan meaningful public participation. Sehingga saya kira semua yang terlibat terutama di DPR, termasuk Badan Keahlian, itu harus terbiasa dengan kerangka berpikir seperti itu,” tutup Sensi.

Kondisi pagar bambu yang mengitari wilayah laut di Kabupaten Tangerang

DPR: Harusnya Pelaku Pemagaran Laut di Bekasi Taat Aturan

Polemik pemagaran laut dengan bambu di Perairan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat sepanjang 2 kilometer, yang dibangun oleh sejumlah perusahaan swasta mendapat sorotan publik.

img_title
VIVA.co.id
17 Januari 2025