Temuan Jual Beli Senjata di Kodam Cenderawasih, Anggota DPR Dorong Dibahas di Raker
- DPR RI
VIVA – Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani mendorong temuan terkait maraknya praktik jual beli senjata dan amunisi khususnya di Kodam Cenderawasih dibawa dalam Rapat Komisi I DPR RI dengan Panglima TNI.
“Kasus ini pantas menjadi perhatian supaya segera diambil langkah pencegahan dan penindakan yang efektif. Bukan hanya itu, DPR ingin mendengarkan secara utuh penjelasan Panglima TNI terkait hal tersebut,” kata Christina di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, Komisi I DPR ingin mengangkat persoalan tersebut di rapat internal terlebih dahulu pada pekan depan agar masuk agenda Rapat dengan Panglima TNI.
Hal itu menurut dia karena persoalan jual beli senjata itu sangat serius dan Komisi I DPR ingin mendengar penjelasan utuh dari Panglima TNI terkait informasi yang selama ini beredar.
Praktik jual beli senjata dan amunisi kata dia makin terbuka usai penjelasan Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa yang mengungkap ada 24 kasus jual beli senjata dan amunisi sejak tahun 2022 yang dilakukan oknum anggota TNI. Mayjen Saleh mengakui ada oknum prajurit tergiur menjual senjata api dan amunisi karena harganya yang mahal.
"Kita apresiasi ada keterbukaan dari TNI mengenai hal ini yang tentu mempermudah jalan untuk segera menghentikan praktik amat sangat tidak manusiawi ini. Karena sama saja dengan memberi jalan membunuh sesama prajurit TNI dan meneror masyarakat sipil," ujarnya.
Dia meyakini masih banyak informasi lain yang perlu digali dengan Panglima TNI menyangkut hal tersebut.
Kasus jual beli senjata dan amunisi menurut Ketua DPP Golkar tersebut bukan hanya terkait jumlah pelanggaran dan tindakan hukum yang perlu diambil tetapi juga bagaimana pola, aktor, lokasi atau hal detail lain terkait ini.
"Kalau kemarin Pangdam bicara soal harga 1 butir peluru dijual Rp 200.000 dan bisa naik hingga Rp 300.000, bagaimana dengan senjata? Pasti lebih mahal lagi dan makin menggiurkan. Nah informasi seperti ini akan kita klarifikasi,” ujarnya.
Christina mengatakan Komisi I DPR tidak ingin persoalan krusial tersebut berlalu begitu saja tanpa ada kejelasan penyelesaiannya.