Buka Ruang Dialog, Panja RUU Kesehatan Terima Sejumlah Organisasi Profesi
- DPR RI
VIVA – Komisi IX DPR RI kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum dengan organisasi Profesi Kesehatan beserta mahasiswa di bidang kesehatan untuk membahas perkembangan pembahasan Rancangan Undang – Undang (RUU) Kesehatan.
Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Kesehatan Emanuel Melkiades Laka Lena memastikan bahwa Komisi IX DPR RI terbuka untuk ruang dialog terkait muatan RUU. Ia menjamin, Komisi IX akan mengawal aspirasi dari seluruh pihak dalam pembahasan RUU Kesehatan.
“Mencermati dinamika yang ada saat ini, kami (Panja) hari ini kembali melakukan public hearing di Komisi IX. Kami anggota panja, perintah langsung dari pimpinan DPR RI untuk membuka ruang sekaligus meluruskan substansi dan mendengar kembali apa yang menjadi aspirasi teman – teman Nakes,” ungkap Melki usai kegiatan Public Hearing di Ruang Rapat Komisi IX DPR RI di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (10/5/2023).
Public Hearing yang digelar hari ini dihadiri sejumlah organisasi antara lain; Perkumpulan konsultan hukum medis dan kesehatan (PKHMK), Ikatan Senat Mahasiswa Bid. Kesehatan se - Indonesia & Indonesia Youth Council For Tactical Changes, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Masyarakat Farmasis Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), persatuan perawat nasional indonesia (PPNI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Komnas Pengendalian Tembakau, Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan.
Melki menyampaikan, semua aspirasi yang selama ini ditampung Panja memiliki spirit yang sama untuk menghasilkan RUU Kesehatan yang dapat mengakomodasi kepentingan banyak pihak, baik dari tenaga kesehatan maupun masyarakat. “Apa yang kami bahas hari ini, akan memperkaya bahan bagi kami dan pemerintah untuk membahas undang-undang kesehatan dengan jauh lebih kompleks dan lebih mendalam,” katanya.
Jamin Perlindungan Bagi Nakes
Dalam audiensi tersebut, Melki memastikan perlindungan serta kepastian hukum bagi tenaga kesehatan dalam RUU Kesehatan. Ia mengatakan, di UU eksisting saat ini profesi dokter sangat rentan terhadap kekerasan maupun kriminalisasi dalam menjalankan praktik sehari – hari.
“RUU ini justru semakin memperkuat perlindungan nakes. Kami mendorong agar Nakes mendapatkan pengamanan dari segi hukum agar tidak gampang dikriminalisasi. Kalau ada kejadian kekerasan, serahkan terlebih dahulu ke teman – teman internal kesehatan. Ada berbagai majelis yang dipercaya untuk menegakkan disiplin etik. Proses itu harus didahulukan sebelum masuk pada proses hukum. Jadi, kami mendorong ke arah sana,” ungkap Melki.
Melki menegaskan, dokter dan tenaga kesehatan tidak boleh dihantui rasa takut dalam menjalankan tugasnya. Karena itu, RUU Kesehatan akan memperkuat perlindungan hukum bagi dokter dan nakes.
“Sekali lagi urusan kesehatan itu, yaitu kecepatan penananganan. Apabila nakes kita tidak dilindungi justru mereka akan takut bertindak, jika tidak cepat ditangani maka pasien akan banyak yang meninggal, nah itu yang kita beri ruang bagi nakes,” ujarnya.
Isu Tenaga Kerja Asing Dokter
Selain itu, Melki juga memastikan seleksi terhadap tenaga medis dan tenaga kesehatan WNA yang berpraktik di Indonesia harus Ketat. Ia mengatakan, standar kompetensi tenaga medis atau dokter WNA harus sesuai dengan standar kompetensi dokter di Indonesia, termasuk kemampuan wajib berbahasa Indonesia.
Ia menuturkan, dokter harus bisa berkomunikasi dengan pasien untuk menghindari kejadian salah diagnosa.
“Kami di Komisi IX dan Pemerintah tegaskan bahasa Indonesia itu wajib. Jadi siap saja tenaga kesehatan yang masuk wajib memahami dan mengetahui bahasa Indonesia, karena dia harus konsultasi dengan pasien. Bagaimana dokter tidak mampu berbahasa indonesia dengan baik, bisa memberikan diagnosis yang tepat pada pasien,” katanya.
Tak Akan Hapus Organisasi Profesi
Terkait isu penghapusan organisasi profesi yang menjadi salah satu sorotan dalam pembahasan RUU Kesehatan, Melki menepis hal itu. Sebaliknya, dia menekankan RUU Kesehatan tidak akan menghapus organisasi profesi medis dan kesehatan yang ada di Indonesia. “Prinsipnya, organisasi profesi tidak dihapus. Tapi akan ada dibuat regulasi yang baru itu pasti,” ujar Melki.
“Kita sedang mencari titik temunya dimana organisasi profesi tetap ada, kemudian bisa memenuhi keinginan anggotanya yang beragam ini atau bisa juga sinergi dengan pemerintah. Itu yang kita lagi cari titik temunya. OP tidak dihapus, tetapi akan lebih dari satu akan dibahas bersama pemerintah untuk mencari gambaran yang paling tepat,” sambungnya.
Terakhir, Melki menambahkan bahwa selama pembahasan RUU Kesehatan, Tim Panja terbuka untuk ruang dialog. Ia memastikan bahwa pertemuan informal maupun dalam forum tetap bisa dilakukan dalam rangka menampung segala aspirasi dari berbagai pihak.
“Kami ingin menyampaikan pada pimpinan OP, lebih baik kita diskusi begini, berjuang yakinkan anggota Panja dan Pemerintah dengan argumentasi sekuat mungkin . Jangan sampai citra kesehatan kita dipertaruhkan, masyarakat juga dirugikan,” pungkasnya.