Komersialisasikan Merek dengan Beragam Bentuk Lisensi

Direktur Merek dan Indikasi Geografis, Kurniaman Telaumbanua
Sumber :
  • Kemenkumham

VIVA – Direktur Merek dan Indikasi Geografis Kurniaman Telaumbanua menegaskan pentingnya pencatatan perjanjian lisensi merek. Pencatatan ini memastikan kedua belah pihak baik lisensor maupun lisensee sama-sama mendapatkan keuntungan dalam perjanjian lisensi.

“Perjanjian lisensi memberikan keuntungan kepada pemilik merek dan yang menerima lisensi. Apabila dicatatkan di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), perjanjian lisensi itu telah disaksikan oleh negara dan penegakan hukumnya bisa dilaksanakan,” ujar Kurniaman dalam sambutannya pada Webinar IP Talks Brand (H)ours: Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual yang diselenggarakan pada Kamis, 13 April 2023 melalui YouTube dan Zoom Meeting.

Kurniaman selanjutnya menjelaskan bahwa perjanjian lisensi merek bukanlah peralihan hak merek tetapi hanya pemberian izin yang dilakukan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain berdasarkan perjanjian secara tertulis sesuai peraturan perundang-undangan untuk menggunakan merek terdaftar.

Sementara itu, lisensi merek sendiri memiliki beberapa bentuk. Agung Indriyanto, Koordinator Pemeriksaan Merek di DJKI Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), menjelaskan bahwa kebanyakan orang hanya familiar dengan franchising.

“Biasanya masyarakat memahami bahwa franchise bentuknya seperti cabang. Namun lebih dari itu, lisensi bentuk ini sebetulnya memiliki beberapa ketentuan misalnya merek terdaftar yang sudah berusia lima tahun dan terbukti sukses baru bisa membuka franchise untuk pengembangan usahanya,” terang Agung.

Contoh franchise di Indonesia saat ini sudah sangat banyak, misalnya seperti Mixue, McDonalds, dan lain sebagainya. Tri Rahardjo selaku Ketua Umum Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI) menjelaskan perusahaan-perusahaan ini wajib memiliki standar tertulis atas pelayanan barang/jasa yang ditawarkan.

Usaha perusahaan yang akan membuka waralaba juga harus mudah diajarkan atau diduplikasi oleh pihak yang baru membuka cabang. Perusahaan yang memberikan waralaba juga akan memberikan dukungan berkelanjutan, serta melakukan kontrol produk barang/jasa yang diwaralabakan. Sebagai gantinya, pihak yang memiliki merek akan menerima royalti dari cabang.

Kemudian, bentuk lisensi yang kedua adalah merchandising. Agung menjelaskan bahwa bentuk ini biasanya digunakan apabila melibatkan karakter yang sudah terkenal, misalnya tokoh kartun Spongebob, Disney, dan seterusnya yang dijadikan mainan atau merchandise lainnya.

Plt Kepala BKN ke Peserta Ujian CPNS Kemenkumham DIY: Jangan Percaya Dijanjikan 'Bantuan Kelulusan'

“Lisensi juga bisa berbentuk brand extension. Lisensi ini tujuannya adalah memperluas jangkauan merek barang/jasa di sektor yang sebelumnya belum disentuh. Contohnya adalah brand Coca Cola yang bergerak di bidang minuman kemudian muncul jam tangannya. Dalam hal ini, bukan Coca Cola sendiri yang memproduksinya, melainkan pihak lain melalui lisensi brand extension,” papar Agung.

Bentuk lisensi berikutnya adalah co-branding. Tujuan lisensi ini adalah meraih pasar kedua merek yang sudah sama-sama besar. Dalam kasus ini contohnya adalah kolaborasi Apple dan Nike dalam membuat jam pintar yang menyasar orang-orang yang gemar olahraga.

Presiden Prabowo 'Ditantang' Tuntaskan Kasus Korupsi Mangkrak Payment Gateway Kemenkumham

“Apple telah dikenal sebagai perusahaan teknologi, sedangkan Nike dikenal di bidang sports. Maka jika keduanya berkolaborasi, lisensi merek adalah co-branding,” ujarnya.

Selanjutnya, pemilik merek terdaftar juga bisa mencatatkan lisensi dalam bentuk component branding. Lisensi ini biasanya terjadi apabila suatu produk terbuat atau terdiri dari beberapa produk barang dari merek berbeda.

Kemenkumham Dipecah Jadi 3 Kementerian, Supratman Andi Targetkan Kepegawaian Rampung di 2025

“Contohnya adalah dalam sebuah laptop ada beberapa merek dalam satu unitnya, baik untuk CPU-nya, layarnya yang memproduksi memiliki merek berbeda,” kata Agung.

Yang terakhir, ada pula jenis lisensi standarisasi atau merek sertifikasi. Pada dasarnya, lisensi ini bisa digunakan siapa saja asalkan dapat memenuhi syarat yang ditentukan oleh badan penyelenggara standarisasi, contohnya adalah penyematan logo Halal, SNI, atau ISO.

Agung menambahkan bahwa lisensi sebetulnya tidak wajib dicatatkan di DJKI. Namun apabila dicatatkan akan memudahkan pemilik merek untuk melakukan ekspansi ke luar negeri.

“Pencatatan lisensi saat ini di DJKI juga sangat mudah karena kami telah membangun sistem Pencatatan Otomatis Perjanjian Lisensi Merek (POP Lisensi Merek) yang bisa menyelesaikan proses hanya dalam waktu kurang dari 10 menit,” pungkasnya.

POP Lisensi Merek dapat dilakukan di laman merek.dgip.go.id. Pastikan seluruh dokumen dan persyaratan yang perlu dilengkapi telah siap sebelum melakukan pencatatan lisensi di laman tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya