Intervensi dan Hilangkan Indepensi BPJS, PP Muhammadiyah Tolak Keras RUU Kesehatan
- BPJS Ketenagakerjaan
VIVA – "RUU ini sama sekali tidak mencerminkan nilai fundamental yang menjadi komitmen bangsa sejak awal hingga akhir nanti, juga menabrak etika dan moralitas demokrasi, sekaligus pelecehan secara terang-terangan terhadap undang- undang," tegas Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Busyro Muqoddas saat menggelar konferensi pers tentang Rancangan Undang Undang (RUU) Kesehatan yang digelar Selasa, 7 Februari 2023 di Jakarta.
RUU Kesehatan yang saat ini telah masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) sejak November 2022 terus menuai polemik. Kritik tegas tidak hanya datang dari pengamat jaminan sosial dan anggota DPR sendiri, tetapi juga datang dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah beserta 7 organisasi profesi kesehatan yang secara pedas mengkritik RUU tersebut.
Secara rinci dalam kegiatan tersebut PP Muhammadiyah bersama organisasi profesi kesehatan mengeluarkan 10 catatan kritis kepada pemerintah dan DPR, salah satu poin yang disampaikan adalah tentang pengelolaan dana BPJS yang berpotensi dapat dikelola secara amburadul seiring dengan lenyapnya independensi lembaga itu karena RUU kesehatan, hal ini semakin mengindikasikan untuk menjadikan BPJS sebagai Instrumen birokrasi pemerintah.
”RUU tentang Kesehatan sebagaimana maksud mengubah pengaturan BPJS sebagai Badan Hukum Publik Independen. Perubahan ini memunculkan risiko pengelolaan dana BPJS tidak berjalan baik akibat ketidakmandirian lembaga tersebut dan berpotensi dimanfaatkan oleh kepentingan politik pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Pada akhirnya dana umat untuk jaminan kesehatan menjadi tidak optimal dan tidak bermanfaat bagi kesehatan umat,” tulis poin 6 dalam catatan kritis tersebut.
Dalam penyusunannya, RUU Kesehatan juga diketahui mengadopsi metode Omnibus ditandai dengan diaturnya banyak urusan mengenai kesehatan di Tanah Air yang hanya melalui satu aturan perundang-undangan.
“Mengingat kerangka dari RUU tentang Kesehatan dibuat dengan pola Omnibus Law, mengabaikan partisipasi publik serta tidak bersifat partisipatif dan menyalahi prosedur pembentukan perundang-undangan maka dikhawatirkan berpotensi akan terjadi disharmoni dan konfliktual dengan aturan lain,” demikian bunyi poin 1 dalam catatan kritisnya.
Selain itu, penyusunan RUU Kesehatan menggunakan metode Omnibus juga dianggap mengulang kelalaian yang sebelumnya telah terjadi pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang dianggap mengabaikan peran dan partisipasi publik dalam penyusunannya.
Dari 10 poin catatan kritis yang disampaikan, PP Muhammadiyah dan 7 Organisasi Profesi Kesehatan menyatakan sikap bahwa akan mendorong RUU Kesehatan ini dikeluarkan dari Prolegnas 2023, dan pihaknya melalui pengalaman beraktifitas di bidang kesehatan dan ketersediaan sumberdaya kepakaran yang dimiliki, akan melakukan sophistikasi kajian tentang kesehatan yang lebih esensial dan sesuai dengan filosofi awalnya, yaitu pemenuhan hak dasar bidang kesehatan, dan tak terkecuali, sebagai organisasi dakwah (Muhammadiyah), yaitu memberikan nuansa humanis-profetis di dalamnya.