Kementan: Upaya Peningkatan Produksi Pertanian Harus Perhatikan Lingkungan

Acara Mentan Sapa Petani dan Penyuluh (MSPP) Volume 48.
Sumber :

VIVA – Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Kementerian Pertanian (Kementan) berharap agar upaya untuk meningkatkan produktivitas, kualitas, kontinuitas pertanian harus memperhatikan lingkungan

Dituding Ruwet dan Bertele-tele, Pemerintah Pangkas Birokrasi Penyaluran Pupuk Subsidi

Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan saat ini harga pupuk naik tiga kali lipat sebagai akibat dari perang Rusia dan Ukraina yang berlangsung awal tahun ini.

"Kenapa harga pupuk mahal tiga kali lipat? karena terjadi perang antar Rusia dan Ukraina. Rusia dan Ukraina adalah produsen utama kalium dan fosfat," kata Mentan pada acara Mentan Sapa Petani dan Penyuluh (MSPP) Volume 48 dengan tema 'Pertanian Ramah Lingkungan', Jakarta, Jumat (23/12).

Pemerintah Permudah Prosedur Penyaluran Pupuk Subsidi, Berlaku Januari 2025

Dia mengatakan, salah satu cara memperbaiki kesuburan tanah adalah mengurangi penggunaan pupuk kimia dan meningkatkan penggunaan pupuk organik. Dengan demikian, produksi pertanian bisa ditingkatkan dan pencemaran lingkungan bisa ditekan.

"Jangan pakai pupuk kimia saja, tetapi lebih banyak pupuk organik. Pupuk kimia mungkin masih dibutuhkan karena ini berskala ekonomi kan dan beberapa varietas membutuhkan, tetapi kita dahului dengan memberi makan nutrisi dengan organik," ujar Mentan Syahrul.

Dukung Mentan, Menperin Minta Industri Serap Susu Segar Lokal

Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi menambakan, Revolusi Hijau di sektor pertanian telah terbukti mampu menggenjot produktivitas padi dari 1-2 ton per hektare menjadi 5-6 ton per hektare, bahkan di daerah-daerah intensifikasi produksinya hingga 8 ton per hektare.

"Percuma kita menggenjot produktivitas pertanian jika lingkungan tercemar oleh gas-gas beracun. Jadi, kita harus naik kelas berarti tidak hanya menggenjot produkitivas, tetapi juga wajib hukumnya memelihara lingkungan," ucap Dedi.

Dedi menjelaskan bahwa penggunaan pestisida berlebih pada lahan-lahan pertanian dengan tujuan mendongkrak produksi justru dapat membunuh mikroba yang ada di tanah-tanah. Padahal, lanjut dia, mikroba dapat meningkatkan kesuburan tanah.

"Mikroba dapat mendekomposisi bahan organik, menghasilkan unsur hara, dan asam-asam organik. Asam-asam organik itu yang dapat memperbaiki struktur organik, asam-asam organik itulah sehingga air di dalam tanah menjadi lebih baik, dan asam-asam organik itulah yang dapat memegang air di saat musim kemarau," ucap Dedi.

“Di saat yang sama dekomposisi bahan organik juga menghasilkan berbagai unsur hara yang sangat diperlukan oleh tanaman. 16 unsur hara ada di dalam bahan organik. Walaupun konsentrasinya rendah tapi sangat lengkap," sambung dia.

Narasumber MSPP, Kepala Balai Lingkungan Pertanian (Balingtan), Wahida Annisa Yusuf mengatakan, penggunaan pupuk kimia harus seefisiensi mungkin atau sesuai dengan kebutuhan tanah.

"Kalau kita menggunakan pupuk anorganik terus-menerus tanpa adanya tambahan dari pupuk organik akan berdampak pada penurunan produktivitas lahan karena kadar bahan organik di dalam tanah menurun," jelas dia.

Dia menambahkan, salah satu upaya menyuburkan lahan dan meningkatkan produktivitas pertanian adalah dengan mengurangi pupuk kimia dan meningaktan penggunaan pupuk organik.

Bahan organik (kompos) itu adalah hasil perombakan senyawa yang komplek menjadi senyawa yang sederhana dengan bantuan mikro organisme. Pemakaian pupuk organik merupakan awal dalam mewujudkan pertanian organik.

“Karena dengan kita menggunakan pupuk organik kita akan menjaga kualitas kesuburan tanah di mana organik ini mengandung zat-zat penting akan semakin baik bekerja di dalam tanah, sehingga tanah menjadi lebih subur dan memiliki unsur hara yang dapat digunakan secara jangka panjang dalam budidaya pertanian kita," ucap dia.

“Kita juga ketahui bahwa bahan organik ini bersifat hayati, sehingga hasil produk pertanian itu jauh lebih sehat," sambung dia.

Sidang korupsi tata niaga timah

Perbedaan Data Kerugian Lingkungan Kasus Korupsi Tata Niaga Timah Sorot Perhatian di Persidangan

Saksi ahli mengungkapkan bahwa kerugian lingkungan dalam kasus ini hanya mencapai Rp 150 triliun, jauh berbeda dari angka Rp 271 triliun yang dilaporkan BPKP.

img_title
VIVA.co.id
16 November 2024