Pertalite Masih Lebih Banyak Dinikmati Masyarakat Mampu

BBM jenis Pertalite.
Sumber :
  • ANTARA/Muhammad Adimaja

VIVA – Kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) selama ini terbukti tidak efektif dalam menurunkan angka kemiskinan, karena prakteknya yang salah sasaran. Contohnya BBM subsidi jenis Pertalite yang ternyata masih lebih banyak dinikmati oleh masyarakat mampu atau orang-orang kaya.

Perluas Akses Properti Komersial, Sinergi Strategis Maksimalkan Ruang Usaha di SPBU Pertamina

Hal ini diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk “Mengurai Polemik Kenaikan BBM Bersubsidi” yang diselenggarakan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di Jakarta, Rabu 14 September 2022.

Dalam kesempatan itu, Komaidi mengurai data yang diperoleh lembaganya bahwa sepanjang 2022 pemerintah telah menganggarkan subsidi energi yang amat besar, mencapai Rp 502 triliun. Namun sayangnya, dana sebesar itu lebih banyak habis untuk mensubsidi BBM yang 80 persennya dinikmati masyarakat mampu.

Pemerintah Siapkan Anggaran Subsidi Rp11,4 Triliun untuk Sektor Otomotif di 2025

Dia mencontohkan pada BBM subsidi jenis Pertalite, yang sebanyak 70 persen atau 20,3 juta Kiloliter (KL) per tahun, dikonsumsi oleh kendaraan roda empat. Sedangkan kendaraan roda dua hanya menggunakan sebanyak 8,7 juta KL per tahun, atau sekitar 30 persen. Rata-rata konsumsi BBM kendaraan roda dua hanya 2,5 liter sekai transaksi, sedangkan roda empat mencapai 23,5 liter sekali transaksi.

“Kalau roda empat yang mengkonsumsi Pertalite itu angkutan umum kita bisa terima. Karena masyarakat bawah yang tidak punya mobil naik angkutan umum. Tapi faktanya dari 20,3 juta KL konsumsi roda empat itu, sebagian besar atau 98,7 persennya adalah mobil pribadi. Angkutan umum hanya 0,4 persen, taksi online 0,6 persen, dan taksi 0,3 persen. Yang punya mobil pribadi kan orang mampu,” ujar Komaidi.

Pemerintah Bakal Kehilangan Rp 40 Triliun Gegara Beri Insentif Redam Dampak PPN Naik Jadi 12 Persen

Maka dari itu, lanjut Komaidi, sudah saatnya kita mendukung pengurangan anggaran subsidi BBM, untuk dialihkan pada anggaran yang betul-betul dibutuhkan masyarakat miskin. Antara lain untuk bantuan langsung tunai, serta peningkatan fasilitas kesehatan dan pendidikan.

“Artinya subsidi dialihkan dari si kaya ke si miskin yang benar-benar membutuhkan,” tandasnya.

Terkait dengan potensi naiknya harga-harga barang akibat kenaikan harga BBM bersubsidi, menurut Komaidi harus ada pengawalan tersendiri dari pemerintah. Karena sebenarnya, harga energi hanyalah sebagian kecil dari komponen penentu harga barang. Komponen terbesar penentu harga barang adalah harga bahan baku yang mencapai 79 persen. Selain itu, komponen terbesar lainnya adalah upah tenaga kerja.

“Ini kalau tidak dikawal oleh pemerintah, pelaku usaha akan menaikkan harga barang seenaknya, dengan alasan harga BBM naik. Pengawalan ini harus detail di semua lini, dan jelas hitungannya. Domain terbesarnya ada di Kementerian Perdagangan. Kebijakan pengawalan kenaikan harga barang ini dilakukan semua negara. Contohnya di Malaysia, kalau dalam menaikkan harga barang pengusaha tidak mau ikut ketentuan pemerintah, maka bisa dicabut izin usahanya,” pungkas Komaidi.

Ilustrasi Pertamina Patra Niaga

Pertamina Prediksi Konsumsi BBM saat Nataru di Aceh Meningkat

PT Pertamina Patra Niaga Regional Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) memprediksi adanya peningkatan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) selama periode libur Natal 2024.

img_title
VIVA.co.id
18 Desember 2024