Komisi VI DPR: Larangan Ekspor Minyak Goreng dan CPO Perlu Dievaluasi

Pedagang minyak goreng curah di Pasar Lama, Kota Serang, Banten.
Sumber :
  • VIVA/Yandi Deslatama (Serang)

VIVA – Menanggapi keputusan Presiden Joko Widodo yang melarang ekspor minyak goreng dan bahan bakunya (CPO) per Kamis, 28 April 2022 mendatang, Anggota Komisi VI DPR RI Rafli menilai kebijakan tersebut diputuskan berdasarkan pertimbangan emosional jangka pendek.

Daftar Harga Pangan 18 Desember 2024: Bawang Merah hingga Telur Ayam Naik

Berkaca dari pengalaman sebelumnya, pemerintah pernah memutuskan melarang ekspor batu bara. Akan tetapi, tujuan kebijakan tersebut tidak sesuai dengan harapan sehingga menimbulkan kerugian bagi negara.

Ia menjelaskan jika kegiatan ekspor minyak goreng dilarang, maka industri dalam negeri tidak akan mampu menyerap seluruh hasil produksi minyak goreng.

Ekspor Batu Bara dan Besi-Baja RI Moncer di November 2024, CPO dan Turunannya Anjlok

“Jangan sampai larangan kebutuhan ekspor minyak goreng mengakibatkan kerugian. Pemerintah perlu mengakomodir siklus perdagangan CPO, bukan serta merta stop ekspor, itu bukan solusi menyeluruh” tutur Rafli dalam keterangan persnya, Senin (25/4/2022).

Berdasarkan informasi yang ia terima, data produksi minyak goreng tahun 2021 mencapai 20,22 juta ton. Di antaranya, sebanyak 5.07 ton (25,05 persen) digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dan 15,55 juta ton (74,93 persen) diekspor. Sehingga dari presentasi tersebut, surplus produksi menjadi sangat besar.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Sebut Kondisi PT Semen Padang Sedang Tak Baik-Baik Saja, Keuangan Menurun

Kebijakan ekspor, urai politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut, hanya perlu diseimbangkan dengan mekanisme subsidi minyak goreng dalam negeri dengan pola Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) yang sudah diatur.

Kebijakan ini pernah dipraktikan oleh Malaysia, negara penghasil CPO terbesar kedua di dunia dengan harga minyak goreng Rp8.500/kg.

Namun, jika dibandingkan dengan Indonesia, negara penghasil minyak goreng pertama di dunia, harga yang dipatok relatif lebih mahal. Oleh karena itu, Rafli menyarankan agar setiap stakeholder yang berkaitan dan terdampak dengan kebijakan soal minyak goreng itu duduk bersama untuk evaluasi.

“Bila perlu studi banding. Ingat, komoditi ekspor berkontribusi besar bagi devisa. Untuk menjaga stabilitas harga, setiap daerah penghasil kelapa sawit harus ada pabrik pengolahan minyak goreng. Di sisi lain, ada tiga perusahaan besar BUMN TBK penghasil minyak goreng, semestinya pemerintah mampu bikin harga lebih murah," tandas legislator dapil Aceh I tersebut.

PT Perkebunan Nusantara III (Persero)  rilis NUSAKlon 1 dan NUSAKlon 2

Dukung Ketahanan Pangan, PTPN Luncurkan Varietas Kultur Jaringan Kelapa Sawit

PT Perkebunan Nusantara III (Persero) resmi merilis NUSAKlon 1 dan NUSAKlon 2, varietas kultur jaringan kelapa sawit yang memiliki potensi produktivitas crude palm oil.

img_title
VIVA.co.id
19 Desember 2024