Perempuan dan Peran Sertanya dalam Pengambilan Kebijakan
- Bea Cukai
VIVA – “Jika saja masih anak-anak ketika kata-kata 'emansipasi' belum ada bunyinya, belum berarti lagi bagi pendengaran saya, karangan dan kitab-kitab tentang kebangunan kaum putri masih jauh dari angan-angan saja, tetapi di kala itu telah hidup di dalam hati sanubari saya satu keinginan yang kian lama kian kuat, ialah keinginan akan bebas, merdeka, berdiri sendiri.”
Itulah isi sepenggal surat yang dituliskan oleh R.A. Kartini, putri Bupati Jepara R.M. Adipati Ario Sosorodiningrat, kepada Nona Zeehandelaar, 25 Mei 1899. Melalui surat-surat yang dikirimkan pada teman-temannya di Belanda, Kartini berhasil mengangkat derajat wanita Indonesia agar tidak dipandang sebelah mata. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan berhasil dibukukan dalam judul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Berbeda dengan era Kartini, kini perempuan tidak lagi harus masuk pingitan dan menunggu dinikahi. Perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk aktualisasi diri. Seorang perempuan di mata orang tua adalah seorang anak, di mata suami adalah seorang istri, dan di mata anak-anak adalah seorang ibu. Kendati demikian, perempuan berhasil menjalankan multiperan di bidang profesional maupun personal. Perempuan berhasil menduduki jabatan strategis dan terlibat dalam pengambilan keputusan dan kebijakan.
Strategi untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender melalui kebijakan, program, dan kegiatan bukanlah hal baru di Bea Cukai. Strategi ini kemudian dikenal sebagai Pengarusutamaan Gender (PUG) yang bertujuan untuk mengatur peran serta perempuan dalam menghadapi isu aksesibilitas memperoleh manfaat pembangunan, partisipasi dalam kegiatan, kendali atas pengambilan keputusan, dan peran dalam menggunakan hasil suatu kebijakan.
Dalam mendukung pemberdayaan perempuan, Bea Cukai turut serta dalam kegiatan Network for Gender Equality and Diversity yang diselenggarakan oleh World Customs Organization (WCO) pada tanggal 8 Maret 2022 dalam peringatan Hari Perempuan Internasional tahun 2022. Direktur Kerja Sama Internasional Kepabeanan dan Cukai Bea Cukai, Anita Iskandar, yang menjadi perwakilan Indonesia sebagai salah satu panelis, berkesempatan membagikan pengalaman Bea Cukai dalam mendukung pelayanan bagi penyandang disabilitas dan memberikan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk bekerja di Bea Cukai.
Pada kesempatan sebelumnya, Bea Cukai juga turut menjadi pembicara pada Global Forum for National Trade Facilitation Committees (NTFCs) pada tanggal 3 Februari 2022 dan First APEC Sub-Committee on Customs Procedures Meetings (SCCP1) pada tanggal 17 Februari 2022 untuk menyampaikan inisiatif Bea Cukai terkait dengan pengarusutamaan gender.
“Kami berharap dapat menghilangkan hambatan yang dihadapi oleh perempuan dalam perdagangan lintas batas dan dalam mempromosikan perdagangan inklusif untuk semua. Kami sangat yakin bahwa pembuat kebijakan perdagangan, badan pengatur perbatasan, dan komunitas bisnis dapat bekerja bahu-membahu untuk menciptakan lingkungan bisnis yang responsif gender,” tukas Anita.
Selain itu, peran serta perempuan dalam Bea Cukai diwujudkan dalam penambahan jumlah Pelaksana Pawang Anjing Pelacak (PPAP) perempuan. PPAP atau lebih dikenal dengan dog handler umumnya diduduki oleh laki-laki, tetapi tidak menutup kemungkinan profesi ini dikerjakan oleh perempuan. Tercatat pada tahun 2022, dari total lima belas dog handler baru, tiga di antaranya adalah perempuan. Sebelumnya terdapat lima orang dog handler perempuan, dengan begini terdapat delapan orang dog handler perempuan.
Dyah Lokowati, salah seorang dog handler perempuan mengungkapkan alasannya bergabung dalam Unit Anjing Pelacak (K-9) Bea Cukai, “Ini sudah menjadi pilihan saya dalam mengemban tugas negara. Sebagai seorang perempuan muda dan berdaya, saya ingin memaksimalkan potensi diri yang saya miliki. Menjadi dog handler itu menyenangkan sekaligus tantangan. Saya bisa bekerja sambil bermain dengan K-9 asuhan saya. Meski pekerjaan saya penuh risiko, karena dapat berurusan langsung dengan barang-barang larangan, seperti narkotika, psikotropika, dan prekursor.”
Hari Kartini bukanlah sekadar seremoni, kegigihan Kartini dalam memperjuangkan emansipasi perlu diilhami, diteruskan, dan dijalani. Harapan Kartini bukan angan-angan kerdil yang dirayakan tiap tanggal 21 April. Cita-citanya adalah cita-cita perempuan Indonesia untuk berkesempatan meraih pendidikan tinggi dan mengaktualisasikan diri. Keterlibatan perempuan dalam pekerjaan dan pengambilan keputusan menjadi wujud keberhasilan kesetaraan yang diperjuangkan oleh Kartini. Terima kasih Kartini, namamu selamanya akan abadi dalam perjuangan perempuan masa kini pun nanti.