Investasi Digital Makin Populer, BNI Targetkan Investor Milenial
- BNI
VIVA – Penetrasi investasi melalui channel digital semakin kuat seiring dengan meningkatnya kebutuhan produk investasi yang serba mudah. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI terus meningkatkan upaya akuisisi investor milenial karena jumlah serta potensi pertumbuhan dana yang besar.
Pemimpin Divisi Wealth Management BNI Henny Eugenia menutrukan saat ini based penetrasi internet di RI sudah 70%. Hal tersebut menggambarkan pula perilaku nasabah yang saat ini juga lebih dominan berinvestasi melalui channel digital.
“Kita ada beberapa segmen yang terus kami tingkatkan kinerjanya. Untuk wealth management, ada namanya private. Ada juga prioritas yaitu Emerald. Ada juga segmen millennial yang ritel. Dan ini terus tumbuh dengan baik seiring dengan adopsi digital masyarakat," katanya.
Melalui digital, Henny melanjutkan perseroan pun mulai dapat menjangkau investor milenial daerah. Dari sebelumnya terpelosok dan tidak terlacak, segmen nasabah ini sudah mampu berinvestasi dengan mudah hanya dengan telepon genggamnya.
Di samping itu, Henny tak menampik pertumbuhan ekonomi yang cukup baik di masa pemulihan ekonomi saat ini telah membuat alokasi investasi dana masyarakat pun semakin besar. Bahkan, banyak pula millennial yang semakin melek dengan investasi dan telah mulai nabung saham sejak dini meski dengan nominal yang masih kecil.
"Kami pun berupaya untuk menjawab kebutuhan tersebut. Selain dengan sekuritas, BNI punya anak perusahaan sekuritas. Kami juga telah bekerja sama dengan 11 manajer investasi. Nasabah pun buka rekening BNI, lalu buka rekening reksadana, tinggal memantau, dan beli berbagai produk di BNI mobile banking."
Kendati potensi pertumbuhan dana segmen milenial cukup tinggi, Henny menuturkan literasi investasi masih tetap menjadi program yang terus diperkuat tahun ini. Terlebih, banyak hoax serta investasi bodong yang terus menggerus pertumbuhan riil investasi nasional.
“Tantangannya adalah banyak hoax, jangan sampai tergiur oleh return semata, tapi tidak melihat risiko dan salah melihat website dan semacamnya, serta literasi," paparnya.