Di UNUSA, Ketua DPD Ajak Lembaga Pendidikan Berperan Lewat Amandemen

Ketua DPD RI saat menghadiri pengukuhan Profesor. Dr. Mulyadi, dr, Sp.P(K), FISR sebagai Guru Besar di bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA), Sabtu (15/10/2021).
Sumber :

VIVA – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, berharap lembaga pendidikan turut mengambil peran dalam menyongsong rencana Amandemen Konstitusi perubahan ke-5.

Ketua DPD RI Nilai Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 Harus Mendukung Program Pemerintah Pusat

Harapan itu disampaikan LaNyalla saat Pengukuhan Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Profesor. Dr. Mulyadi, dr, Sp.P(K), FISR di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA), Sabtu (16/10/2021).

LaNyalla berharap UNUSA turut mendukung wacana amandemen. Apalagi, UNUSA memiliki hubungan kesejarahan dan hubungan emosional dengan organisasi Nahdlatul Ulama, salah satu organisasi keagamaan besar, yang berperan sangat penting dalam ikut melahirkan bangsa ini. 

Bertemu PM Singapura, Ketua DPD RI Bicara Kemerdekaan Palestina

“Bahkan Nahdlatul Ulama telah menjadi ikon masyarakat madani atau civil society di masa penjajahan Belanda dan Jepang, melalui eksistensi Pondok-Pondok Pesantren di seluruh Nusantara saat itu," kata LaNyalla.

Pondok Pesantren, menurut LaNyalla, telah terbukti dan teruji dalam sejarah sebagai problem solver bagi masyarakat. Memberi solusi dalam pendidikan, kesehatan, hingga solusi bagi masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Termasuk penjaga moral dan adab generasi bangsa. 

Ketua DPD RI Sebut Program Makan Bergizi Gratis Sangat Mendesak

“Ini tentu bukan peran kecil. Apalagi jika kita melihat sejarah awal kemerdekaan Indonesia, dimana peran Resolusi Jihad yang dikeluarkan Rois Akbar NU saat itu, Mbah Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945, yang kemudian memicu lahirnya peristiwa 10 November 1945, yang kita kenal dengan Hari Pahlawan, jelas sangat berarti bagi bangsa ini," ucapnya.

Oleh karena itu, penerus-penerus pejuang Nahdlatul Ulama, termasuk yang sekarang mengabdi di lembaga pendidikan formal, seperti di UNUSA, sudah sepantasnya memiliki suasana kebatinan yang sama, untuk memikirkan hal-hal yang besar bagi masa depan bangsa dan negara ini. 

"Pemahaman itu harus terus disampaikan kepada rakyat, khususnya entitas-entitas civil society selain ulama juga Raja-Raja Nusantara, agamawan, tokoh pergerakan, kaum terdidik, hingga tokoh-tokoh militer, sebagai pemilik saham atas lahirnya bangsa dan negara ini. Negara ini butuh perubahan besar. Perlu mengoreksi arah perjalanan bangsa. Artinya amandemen juga dibutuhkan oleh rakyat, selain suplemen dalam arti kebutuhan sehari-hari," kata LaNyalla.

Rencana Amandemen Konstitusi perubahan ke-5  yang sedang bergulir, kata LaNyalla, harus menjadi momentum kesadaran bersama sebagai Negarawan, untuk memikirkan agar Indonesia dapat segera mewujudkan cita-citanya.

"Indonesia harus lebih berdaulat atas apa yang terkandung di dalam bumi, air, udara dan semua kekayaan alamnya. Indonesia harus berdaulat atas sektor pangan, sektor kesehatan, pendidikan serta lainnya," paparnya.

Lebih penting lagi, ditambahkannya, Indonesia harus mampu menyiapkan diri dalam memasuki era Dis-rupsi di segala bidang dan perubahan global.

“Tanpa kedaulatan, kita hanya akan menjadi negara yang dikendalikan negara lain. Dipaksa tunduk kepada aturan-aturan global yang tidak adil yang akhirnya kekayaan negara ini akan dikuasai segelintir orang, baik itu bangsa kita sendiri maupun bangsa asing," jelasnya.

Menurut LaNyalla, hari ini arah perjalanan bangsa dan negara telah berubah jauh dari harapan para pendiri bangsa. Dulu, para pendiri bangsa mencita-citakan negara ini menjadi negara yang melindungi segenap tumpah darahnya, melindungi rakyatnya, dan negara berkewajiban mewujudkan cita-citanya, yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. 

“Oleh karena itu, sistem perekonomian nasional dilandaskan kepada semangat gotong royong dengan menjadikan Koperasi sebagai falsafah, sekaligus Soko Guru Perekonomian Nasional. Sistem tata negara juga dijalankan dengan mengedepankan semangat Musyawarah Mufakat. Dengan memberikan mandat kepada orang-orang hikmat yang memiliki kebijaksanaan sebagai wakil rakyat," katanya. 

Tetapi kenyataannya saat ini Indonesia adalah salah satu negara Liberal Kapitalistik. Nuansa  serta kenyataan itu semakin kuat setelah bangsa ini melakukan Amandemen Konstitusi 4 tahap, di tahun 1999 hingga 2002 yang lalu.

"Ya, kita sadari atau tidak, sejak Amandemen Konstitusi saat itu, dengan dalih efisiensi, maka cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, telah kita serahkan kepada pasar. Amandemen saat itu juga memberikan ruang kuasa besar kepada Partai Politik  sebagai penentu utama wajah dan arah perjalanan negara ini," lanjutnya.

Amandemen Konstitusi 4 tahap justru semakin menyulitkan negara ini mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Karena mazhab Liberal Kapitalis memberi peluang seluas-luasnya kepada kekuatan modal dan kapital dari segelintir orang untuk mengontrol dan menguasai kekuasaan atau yang sering disebut dengan istilah Oligarki. 

“Oligarki dibangun atas dasar kekuatan modal kapital yang tidak terbatas, sehingga mampu menguasai dan mendominasi simpul-simpul kekuasaan. Kemudian oligarki beroperasi dalam kerangka kekuasaan yang menggurita secara sistemik. Padahal cita-cita para pendiri bangsa ini, sama sekali bukan itu," tegasnya.(*)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya