Program KB, Upaya Menekan Angka Pernikahan Dini di Masa Pandemi
- Pixabay
VIVA – Pemerintah tetap mendorong Program Keluarga Berencana (KB) bagi masyarakat, di mana pelaksanaannya juga ditekankan dalam hal perencanaan membangun keluarga dan edukasi kesehatan reproduksi. Hal ini dikarenakan, di masa pandemi terdapat peningkatan angka kehamilan tidak direncanakan serta pengajuan dispensasi pernikahan atau pernikahan di bawah umur.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan bahwa kehamilan tidak direncanakan setidaknya dapat bersumber pada dua hal. Yakni pasangan usia subur yang tidak segera melakukan kontrasepsi pasca persalinan atau abortus, serta kehamilan tanpa pernikahan.
“Keduanya bisa terjadi karena mereka tidak memahami kesehatan reproduksi, sehingga perlu diberikan edukasi atau pemahaman terkait masalah ini,” ujar Hasto dalam Dialog Produktif Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) - KPCPEN Rabu (29/9/2021).
Untuk memberikan sosialisasi dan layanan kontrasepsi, BKKBN terus menggiatkan program keluarga berencana (KB) di daerah-daerah Indonesia, terutama selama masa pandemi COVID-19. Banyak perempuan usia produktif yang tidak berani datang ke fasilitas keluarga berencana selama pandemi karena takut tertular virus corona. Untuk mengatasi hal ini, BKKBN melakukan terobosan penyuluhan proaktif door to door (pintu ke pintu) untuk penyuluhan kontrasepsi dan mempermudah cara mendapatkan layanan tersebut.
“BKKBN mengubah strategi. Penyuluh kini boleh membawa alat kontrasepsi yang disampaikan ke fasyankes. Kami juga membuka layanan KB di banyak titik, juga meluncurkan Gerakan Sejuta Akseptor dan melakukan pemasangan alat kontrasepsi gratis, mudah diakses dan tersedia,” tutur Hasto.
Selain itu, BKKBN juga menyalurkan Dana Alokasi Khusus ke kabupaten/kota.
“Jika sebelum pandemi dana untuk program KB Rp 62 miliar, maka pada 2020-2021 ditingkatkan menjadi Rp 400 miliar,” beber Hasto.
Klaim BPJS untuk pemasangan alat kontrasepsi juga dipermudah.
“Anggaran bisa diklaim ke dinas Keluarga Berencana kota setempat, terkait jasa bidan dan dokter yang melakukan jasa pemasangan kontrasepsi,” imbuh Hasto.
Terkait edukasi reproduksi, Dokter Kebidanan ini menjelaskan pentingnya mengubah persepsi tentang pendidikan seksual, mengingat pendidikan ini sangat perlu dilakukan sejak dini, bahkan kepada anak-anak. Pendidikan seksual, menurutnya, tidak sekadar tentang hubungan seksual, melainkan juga perlindungan kesehatan sehingga jangan dianggap tabu.
Karena itu, kepada orang tua dan pendidik, ia menyarankan memulai pembicaraan edukasi seksual dari sisi kesehatan, disesuaikan dengan kebutuhan usia, dituangkan dalam materi yang menarik dan penyampaian yang baik. Agar anak nyaman, pemberian materi oleh guru atau coach sebaiknya yang berjenis kelamin sama dengan anak.
Hasto tidak memungkiri, dalam era globalisasi ini, anak dan remaja cenderung lebih mempercayai informasi dari dunia maya dan teman sebaya, sehingga orang tua memiliki tantangan tersendiri untuk menyampaikan nilai-nilai luhur kepada anak. Karena itu, diharapkan orang tua mau belajar agar dapat mendidik anak sesuai zamannya.
Guna membantu para orang tua dan pendidik, serta mengoptimalkan program-program edukasi tersebut, BKKBN memiliki jejaring penyuluh yang terdidik. Termasuk di dalamnya, Duta Genre (Generasi Berencana), yaitu para penyuluh muda yang bertugas melakukan sosialisasi KB kepada rekan sebayanya.
Duta GenRe Indonesia Putra 2021 Fiqih Aghniyan Hidayat menyebutkan, berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pada 2020, terdapat lebih dari 64 ribu pengajuan dispensasi pernikahan anak bawah umur.
“Sebabnya, mungkin karena di masa pandemi anak tidak ke sekolah jadi akhirnya memilih menikah, serta adanya faktor ekonomi keluarga. Selain itu, karena terjadi kehamilan tidak diinginkan, di mana pola asuh keluarga kurang berjalan baik di masa pandemi ini,” jelas Fiqih.
Guna menekan lonjakan pernikahan dini tersebut, terdapat beberapa strategi preventif yang dijalankan oleh Duta GenRe bekerja sama dengan berbagai pihak. Di antaranya, memberikan pendampingan sebagai konselor sebaya, memberikan bantuan logistik supaya meringankan beban keluarga terdampak, serta Gerakan Kembali Ke Meja Makan untuk membangun kembali pola asuh yang baik dan komunikasi keluarga.
Ia juga menjelaskan, BKKBN melalui Duta Genre melaksanakan Program #2125, berupa edukasi usia ideal minimum pernikahan adalah 21 tahun untuk wanita dan 25 tahun untuk pria, dalam rangka meminimalisasi terjadinya pernikahan dini.
“Bersama remaja Indonesia, kami menjadi pelopor remaja yang terencana dan bisa mempersiapkan pernikahan dengan 2125,” tandas Fiqih.
Untuk sebuah pernikahan, perencanaan dan persiapan memang mutlak diperlukan, termasuk dari sisi psikologis pasangan dan pertimbangan finansial.
Psikolog Inez Kristanti menegaskan, punya anak dan berkeluarga itu butuh kesiapan psikologis dan sebaiknya direncanakan dengan matang. Pasangan yang siap secara psikologis akan membantu mereka jadi orang tua yang baik, bisa mendidik dengan benar, lebih bahagia. Setelah menikah, pasangan harus bisa menjadi satu tim dan tidak bersaing.
Sebelum membangun keluarga, menurutnya, diperlukan banyak persiapan seperti pemeriksaan kesehatan, konseling pernikahan, persiapan keuangan, juga menyelaraskan rancana dengan pasangan.
Perencana Keuangan (Financial Planner) Rista Zwestika menggarisbawahi perlunya penyelarasan rencana dan keterbukaan tentang keuangan sebelum pasangan memasuki jenjang pernikahan.
“Sekarang topik perencanaan keuangan dengan pasangan bukan lagi hal tabu,” tegasnya.
Waktu yang sama, Rista juga memberikan nasihat terkait pengaturan keuangan keluarga ketika pencari nafkah kehilangan pekerjaan sebagai dampak pandemi.
“Cek dulu berapa persen pendapatan yang hilang, aset apa saja yang ada, dan pisahkan prioritas pengeluaran menjadi wajib, butuh, dan ingin. Kita lihat peluang pekerjaan atau tambahan penghasilan apa yang bisa dilakukan, aset apa yang bisa dicairkan, serta pengeluaran yang dapat dikurangi. Intinya, harus bangkit sebagai satu tim,” tutupnya.
Adanya perencanaan yang matang, kesiapan psikologis, serta edukasi yang sesuai, diharapkan akan menekan kemungkinan terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan serta mengurangi risiko pernikahan dan perceraian usia dini.