Transformasi Digital BRI Picu Sharing Economy di Tengah Masyarakat

Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI, Indra Utoyo
Sumber :

VIVA – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. semakin serius dalam melakukan transformasi digital untuk menciptakan pertumbuhan kinerja di masa depan. Transformasi digital tersebut memberikan dampak besar terhadap sharing economy di tengah masyarakat. 

Kurangi Jumlah Kantor, BRI Tingkatkan Sharing Economy ke Masyarakat Lewat AgenBRILink

Terkait hal tersebut, Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI Indra Utoyo mengatakan dalam transformasi digital hal utama adalah bukan mencari produk yang sempurna, namun produk yang bisa memberikan solusi bagi nasabah.

“Kita lihat kalau di era digital itu bukan mencari perfect product karena sering kali kalau orang IT itu senang dengan produk-produk yang canggih. Tapi lupa sebetulnya yang harus kita jembatani adalah bagaimana itu nanti menjawab problem dari customer dan ini yang lebih penting,” ujarnya. 

Dorong Pengusaha Go Global, BRI Peduli Gelar Pelatihan Ekspor UMKM Binaan

Dalam transformasi digital yang dilakukan BRI, kata Indra, pihaknya ingin menghasilkan sesuatu yang sangat customer driven, customer centric, yang akhirnya bisa disebut sebagai “great product”. Produk tersebut, nantinya akan disukai dan dipakai oleh nasabah.

Karena itu, BRI menerapkan prinsip fokus teknologi saat ini adalah kepada kegunaan serta manfaat. Untuk itu, kata dia, dalam transformasi digital perseroan masuk kepada disiplin yang disebut product management. Hal itu mengubah paradigma lama, project management. 

Tingkatkan Kompetensi Jurnalis di Indonesia, Dewan Pers Apresiasi BRI Fellowship Journalism 2025

“Product management itu fokusnya bagaimana IT itu berpikir, bagaimana suatu produk itu dikonsumsi, bukan diproduksi. Jadi kita jangan sibuk membuatnya, tapi sibuk bagaimana nanti dia dipakainya,” lanjut Indra.

Dia mencontohkan produk game online yang membuat konsumen senang memainkannya. Hingga menimbulkan keterikatan, pemakaian berulang, bahkan ketagihan. 
Hal itu tak terlepas dari kemudahan yang diberikan produk tersebut dan membantu konsumennya. 

“Nah ini adalah satu produk yang nantinya enduring, sustain dipakai terus karena semakin sering dipakai berarti produk itu hidup kalau enggak dia produk yang mati dan tentu itu tidak kita harapkan,” tuturnya. 

Oleh karena itu, dalam konteks produk, BRI harus cross functional. Artinya ada kolaborasi antara bisnis dan IT. 

Adapun dalam produk BRI secara langsung digitalisasi benar-benar mengoptimalkan layanan perseoan kepada masyarakat. Sebagai contoh, digitalisasi memaksimalkan kinerja agen BRILink yang saat ini berjumlah 447.385 agen. Pada 2015 saat Agen BRILink hanya sebanyak 50.000, volume transaksi hanya Rp 35 triliun. Nominal transaksi meningkat drastis menjadi Rp 673 triliun pada 2019. Bahkan, kendati ekonomi dihadang pandemi kinerja transaksi agen BRILink sudah mencapai Rp 800 triliun pada 2020. 

“Dengan demikian, selain mengoptimalkan layanan, transformasi digital mewujudkan sharing economy. Jika BRI saja mendapat fee Rp 1 triliun maka setidaknya fee yang dinikmati masyarakat diperkirakan mencapai tiga kali lipatnya,” pungkas Indra.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya