Optimalkan PPKM Mikro, Pemda Tingkatkan Posko Penanganan Covid-19
- ANTARA
VIVA – Seluruh pemerintah daerah saat ini tengah mengupayakan pola penanganan yang terbaik disesuaikan dengan karakter wilayahnya masing-masing melalui PPKM Mikro.
Infrastruktur yang dimiliki oleh PPKM Mikro yaitu posko dengan fungsi dan keberagaman unsur yang terlibat menjadi modal penting dalam pelaksanaan yang efektif.
Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito menjelaskan penting untuk melihat hingga tingkat terkecil, karena permasalahan di tingkat kelurahan dan kab/kota mungkin saja berbeda. Cara melihat besaran masalah ini menjadi faktor penting dalam menentukan penanganan yang efektif dan tepat sasaran.
“Seperti contohnya pada kepatuhan memakai masker di Jawa Barat, jika dilihat di tingkat kab/kota hanya 2 kab/kota yang kepatuhannya rendah. Angka ini terlihat kecil, namun jika dilihat hingga tingkat kelurahan, ternyata sebanyak 451 kelurahan memiliki kepatuhan rendah,” jelas Wiku.
Maka dari itu, penting untuk menjadi perhatian seluruh provinsi, terutama provinsi yang menyumbangkan kenaikan kasus tertinggi, agar terus memantau kabupaten/kota-nya dalam menginstruksikan desa/kelurahan di bawahnya untuk meningkatkan pembentukan dan kinerja posko.
Akan sangat baik bila antarposko saling bertukar informasi dan belajar dari pelaksanaan fungsi posko yang telah berjalan optimal di berbagai kabupaten/kota.
Jika dilihat secara nasional, jumlah posko terbentuk terus mengalami peningkatan. Selama 8 minggu terakhir, jumlah posko bertambah 1.166 dari yang sebelumnya 18.516, menjadi 19.682 posko.
Selanjutnya, jika dilihat pada lima provinsi penyumbang kasus positif tertinggi, hanya DKI Jakarta yang seluruh kelurahannya telah membentuk posko.
Peningkatan ini dikejar oleh DKI pada satu minggu terakhir, dengan kenaikan hingga 38,58 persen sehingga pembentukan posko di DKI Jakarta sudah mencapai 100 persen.
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi provinsi kedua dengan cakupan pembentukan posko tertinggi yaitu sebesar 89,61 persen. Namun penambahan poskonya cenderung stagnan selama 8 minggu terakhir, dengan rata-rata penambahan posko mingguannya tidak lebih dari 1 persen.
Padahal seharusnya, DIY dapat mengejar pembentukan posko pada 10,49 persen kelurahan yang belum melakukannya.
Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur menjadi provinsi dengan cakupan pembentukan posko yang masih rendah, yaitu kurang dari 60 persen kelurahannya yang sudah membentuk posko.
Penambahan rata-rata mingguannya juga tidak lebih dari 1 persen pada 8 minggu terakhir. Hal ini menyebabkan masih adanya sekitar 50-60 persen kelurahan di tiga provinsi ini yang belum membentuk posko.
Perkembangan pembentukan posko yang lambat ini tidak dapat ditoleransi lagi, mengingat pandemi membutuhkan penanganan yang cepat dan poskolah infrastruktur yang dibutuhkan agar PPKM Mikro dapat berjalan efektif.
Perlu menjadi perhatian bahwa pengendalian bencana seperti pandemi ini berkejaran dengan waktu, maka semakin cepat dan tepat penanganan, maka situasi akan semakin dapat terkendali.
“Dimohon kepada seluruh provinsi ini untuk kembali aktif dalam membentuk posko pada kelurahan-kelurahan yang belum memiliki posko sehingga pelaksanaan PPKM Mikro dapat berjalan dengan efektif,” ungkap Wiku.
Lebih lanjut, Wiku menjelaskan bahwa berdasarkan kinerja posko yang dilaporkan, edukasi dan sosialisasi 3M menjadi kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh anggota posko, disusul pembagian masker dan penegakan disiplin.
Perlu menjadi perhatian bahwa penyemprotan disinfektan, pembubaran kerumunan, menegur kegiatan kerumunan, dan melakukan tracing implementasinya masih rendah yaitu dibawah 1 persen dari kegiatan yang telah dilakukan.
Kegiatan-kegiatan yang justru penting ini harus segera dilakukan oleh posko masing-masing daerah, utamanya pada 5 Provinsi penyumbang kasus tertinggi ini.
“Segera bentuk posko pada desa dan kelurahan yang belum membentuk, serta pastikan empat fungsi posko berjalan dengan maksimal karena posko yang berfungsi optimal akan sangat berdampak dalam menekan dan menurunkan kasus,” jelas Wiku.
Adanya keterlibatan unsur-unsur masyarakat dalam pelaksanaan fungsi Posko juga menjadi hal penting yang perlu diperhatikan. Jumlah babinsa, bhabinkamtibmas, tim medis, relawan dan tokoh masyarakat yang terlibat komposisinya sesuai dengan kebutuhan dan melakukan tugasnya masing-masing.Masyarakat juga harus terlibat dalam meningkatkan perkembangan kinerja posko secara konsisten dan tidak hanya pada saat situasi genting saja.
“Apabila kita lengah, maka butuh waktu lebih lama untuk memperbaiki keadaan, karena berkaca dari pengalaman sebelumnya bahwa fenomena lonjakan kasus baru bisa kembali terkendali setelah 6-7 minggu setelahnya,” pungkas Wiku.