Kini, meski sudah tak sebagai pememimpin redaksi ia tetap aktif di redaksi Tempo. Tiap pekan dengan jabatan redaktur seniornya ia aktif menulis Catatan Pinggir yang selama ini sudah ia lakoni. Dengan semakin berkembangnya binis Majalah tempo, seperti dalam laman perusahaannya, Goenawan Mohamad didaulat menjadi Komisaris Utama PT Tempo Inti Media Tbk sampai sekarang.
Perjalananan karier wartawannya banyak menjadi inspirasi wartawan-wartawan muda. Ia tak sekadar menulis kegiatan jurnalistik, tapi juga mengakatualisasikan intelektualnya dalam tulisan-tulisan pribadinya dalam bentuk Catatan Pinggir.
Pria kelahiran Karangasem, Batang pada tanggal 29 Juli 1941 telah menerbitkan banyak buku. Sejumlah buku bertema sosial budaya serta puisi sudah lahir dari tangan Goenawan Mohamad. Yang paling terkenal yaitu seri Catatan Pinggir yang seri pertamanya dibukukan pada 1982. Lalu, di tahun 2012, seri Catatan Pinggir ini kembali dirilis ulang 9 jilid sekaligus.
Goenawan mengawali kariernya sebagai Redaktur Harian KAMI, Redaktur Majalah Horison, hingga Pemimpin Redaksi Majalah Ekspres. Puncaknya bersama kawan-kawannya, ia mendirikan Majalah Tempo pada tahun 1971. Pada saat itu, yang usianya memasuki 30 tahun, ia juga didaulat sebagai Pemimpin Redaksi majalah Tempo.
Ia memangku tanggung jawab sebagai Pemimpin Redaksi selama 2 periode karena ada pemrebedelan majalah Tempo. Periode pertama dari tahun 1971 hingga 1992 dan setelah pembredelan pada tahun 1994, Tempo terbit kembali pada tahun 1998. GM memimpin kembali hanya setahun dan menyerahkan ke Bambang Harymurti.
Pria peraih Anugerah sastra Dan David Prize ini menulis kolom tentang berbagai agenda-agenda politik di Indoneisa. Dalam tulisannya, ia seringkali mengkritisi rezim Soeharto kala itu yang menekan pertumbuhan ekonomi di tanah air. TEMPO pun dianggap oposisi yang dianggap mampu merugikan pemerintah. Kisah TEMPO dibredel pun terjadi.
Goen sangat mengupayakan agar TEMPO terbebas dari bredel. Ia yang merupakan anggota PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) pun berharap bisa mengaktifkan majalah tersebut lagi melalui organisasinya. Namun, nihil karena kala itu PWI telah terkooptasi rezim Soeharto.
Akhirnya, Goen bersama para jurnalis muda idealis pun mendorong lahirnya Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Ia juga mendirikan Institusi Studi Arus Informasi (ISAI) yang bekerja mendokumentasikan kekerasan terhadap dunia pers Indonesia. ISAI juga melakukan pelatihan bagi para jurnalis tentang tata cara membuat surat kabar berkualitas.
Setelah rezim Soeharto lengser, TEMPO pun kembali beroperasi dengan berbagai evaluasi. Pria yang pernah menerima penghargaan Louis Lyons dari Harvard University Amerika Serikat ini pun kembali menjabat sebagai Pemimpin Redaksi selama satu tahun hingga 1999. Hingga tahun 2016, Goen masih memangku amanah sebagai Komisaris Utama PT Tempo Inti Media Tbk.
Selain kesibukannya di media, ia juga aktif di berbagai kegiatan budaya dan seni. Kini, Goenawan mengurus Kamunitas Salihara, sebuah tempat berkesenian di kawasan salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Tempat ini juga kadang digunakan diskusi dengan mengangkat tema HAM, agama, demokrasi, dan sebagainya.
KELUARGA
Kakak : Kartono Mohamad
Istri : Widarti Djajadisastra
Anak : 2
PENDIDIKAN
SR Negeri Parakan Batang (1953)
SMP Negeri II Pekalongan (1956)
SMA Negeri Pekalongan (1959)
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (tidak tamat)
KARIER
Redaktur Harian KAMI (1969-1970)
Redaktur Majalah Horison (1969-1974)
Pemimpin Redaksi Majalah Ekspres (1970-1971)
Pemimpin Redaksi Majalah Swasembada (1985)
Pemimpin Redaksi Majalah TEMPO (1971-1993 dan 1998-1999)
Komisaris Utama PT Tempo Inti Media Tbk
Pendiri Komunitas Salihara, Pasar Minggu
PENGHARGAAN
Anugerah Hamengku Buwono IX bidang kebudayaan dari Universitas Gadjah Mada.
Penghargaan Professor Teeuw dari Leiden University Belanda (1992)
Louis Lyons dari Harvard University Amerika Serikat (1997)
Internasional Editor (International Editor of the Year Award) dari World Press Review, Amerika Serikat (Mei 1999)
Internasional dalam Kebebasan Pers (International Press Freedom Award) oleh Komite Pelindung Jurnalis (Committee to Protect Journalists) (1998)
Wertheim Award (2005)
Anugerah sastra Dan David Prize (2006)
BUKU
Empat Sajak dalam buku antologi “Manifestasi” (1962)
Asmaradana: Pilihan Sajak, 1961-1991 (1992)
Kata, Waktu (2001)
Goenawan Mohamad: Selected Poems (2004)
Setelah Revolusi Tak Ada Lagi (2005)
Tuhan & Hal Hal yang Tak Selesai (2007)
Tan Malaka dan Dua Lakon Lain (2009)
70 Puisi (2011)
9 Volume Catatan Pinggir (2012)
Berita Terkait