Moeldoko akan Panggil LMKN, LMK dan Kemenkumham Bahas Royalti Komposer

Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) temui Kepala Staf Presiden, Moeldoko
Sumber :
  • VIVA/Ahmad Farhan Faris

JAKARTA - Kepala Staf Presiden (KSP), Moeldoko menerima audiensi Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) terkait kinerja Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di Kantor Staf Presiden pada Kamis, 28 Desember 2023.

Pencipta Lagu Resah, LMKN Pastikan Distribusi Royalti Sudah Maksimal

“Intinya adalah sebuah keluhan dimana tata kelola dari pembayaran royalti bagi para pencipta lagu yang tidak transparan, waktunya lama, tidak direct kepada yang bersangkutan dan seterusnya. Kita telah terima dan kita telah catat, nanti saya akan mengambil langkah-langkah koordinasi berikutnya,” kata Moeldoko di Jakarta.

Selaku Kepala Staf Presiden, mantan Panglima TNI ini memiliki tugas salah satunya adalah mengelola isu-isu strategis dan ini sebuah isu yang perlu direspons. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.

Kumpulkan Rp161 Miliar dari Royalti Musik di 2024, WAMI Sebut Belum Ideal

Untuk itu, langkah-langkah berikutnya akan mengundang semua pihak baik dari LMKN, LMK maupun Kemenkumham.

“Untuk membicarakan persoalan ini agar ada sebuah solusi,” ujarnya.

Sukses Menerapakan Gaya Hidup Minimalis, Ini 5 Cara Raditya Dika Atur Keuangan

Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) temui Kepala Staf Presiden, Moeldoko

Photo :
  • VIVA/Ahmad Farhan Faris

Komposer Mengeluh Transparansi Royalti

Ketua Umum AKSI, Satriyo Yudi Wahono atau Piyu mengaku capek dan lelah menanti bentuk transparansi dari apa yang sudah dilakukan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional dan Lembaga Manajemen Kolektif, yang melakukan pemungutan hasil dari karya cipta berupa royalti.

Kemudian, pendistribusiannya pun para pencipta lagu menginginkan bentuk transparansi. 

“Kita menginginkan itu saja. Sampai kami harus melakukan somasi, dua kali somasi kita lakukan pada 17 Juli 2023 dan 15 Agustus 2023. Terakhir, meminta kami mengirim audit independen dari kami untuk melakukan pemeriksaan atas apa yang sudah dilakukan oleh para lembaga tersebut,” kata Piyu.

Terpenting, Piyu menegaskan keinginan adanya transparansi dari lembaga tersebut. Sebab, ia heran royalti yang diterimanya cuma Rp300 ribu dan konser Rika Ruslan selaku Wakil Ketua Umum AKSI hanya mendapatkan sekitar Rp146 ribu, termasuk teman-teman lainnya.

“Kami harapkan hanya transparansi aja, supaya kita bisa tahu mampetnya dimana. Itu sesuatu yang harus kita pertanyakan, wajar kalau kita menanyakan,” ujarnya.

Namun, kata Piyu, jawaban dari lembaga-lembaga tersebut yang sangat mengecewakan karena merasa tidak punya tanggungjawab atau kewenangan langsung untuk memberikan laporan keuangan kepada para pencipta lagu.

Padahal, lanjut dia, itu sudah diamanatkan oleh Undang-Undang Hak Cipta, dalam Pasal 90.

“Disitu harus dilakukan audit keuangan dan dilaporkan kepada publik. Tapi sampai hari ini, kami belum mendapatkan hal tersebut. Oleh karena itu, kami mengadukan kepada Kantor Staf Presiden mengenai hal tersebut supaya bisa ditindaklanjuti,” jelas dia.

Usulkan pembayaran royalti pencipta lagu melalui aplikasi

Sementara Sekretaris Jenderal AKSI, Badai menyebut industri musik sekarang ini kondisinya sudah tidak relevan lagi.

Makanya, ia mengusulkan adanya pembayaran langsung kepada pencipta lagu melalui satu aplikasi online berbasis digital yang bernama digital direct license atau DDL.

“Nah, DDL ini adalah sebuah menu yang bagus dari Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia yang akan berbicara banyak bagi penghasilan para pencipta lagu tentunya. Tidak perlu lagi melewati sinyal-sinyal yang tidak jelas, tidak perlu lagi melewati hal-hal yang sebenarnya sudah tidak relevan lagi terhadap akuntabilitas daripada royalti pencipta lagu,” ungkapnya.

Menurut dia, digital direct license ini sudah dilakukan oleh beberapa negara yang menjadi brand smart yaitu Inggris dan Amerika yang menerapkan pembayaran langsung kepada pencipta.

“Jadi kami harap kinerja yang selama ini terjadi sudah diakhiri saja, karena tidak relevan dan tidak lagi memberikan penghasilan yang baik bagi pencipta lagu. Kami mau mengajukan pembayaran langsung kepada pencipta tanpa ada pemotongan-pemotongan sinyal dan transparansi yang jelas bagi kehidupan komposer,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya