Tak Usah Jaim, Dangdut Tidak Senorak Kelihatannya, Ini Buktinya
- ANTARA FOTO/Zabur Karuru
VIVA – Bagi Anda yang lahir direntang tahun ‘80 hingga 90’an mungkin akan berpikir musik dangdut adalah genre musik yang ketinggalan jaman, bahkan tidak sedikit juga yang ‘melihat’ musik dangdut sebagai sesuatu yang “norak”. Tidak heran memang jika “image norak” lekat dengan musik dangdut. Pasalnya, musik dangdut sangat kental dengan goyangan, lirik yang terdengar ‘lebay’ juga riasan para penyanyinya yang terlalu ‘menor’.
Hal ini tentu bukan tanpa alasan. Dalam hasil penelitian yang diterbitkan dalam buku berjudul ‘Dangdut: Musik, Media, Identitas dan Budaya Indonesia’ yang ditulis oleh salah satu warga Amerika, Andrew N. Weintraub menggambarkan bahwa musik dangdut di era ‘60 hingga 80’an menjadi sebuah lensa yang mencerminkan kondisi masyarakat Indonesia saat itu.
“Sekitar 30 atau 40 tahun lalu, dangdut sangat menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia, terutama masyarakat pinggiran dan kaum marginal. Tanpa dangdut kita mungkin tidak akan tahu tentang kaum marginal tersebut, coba Anda dengarkan lagu ‘Gelandangan’. Lagu itu membuat saya ikut merasakan. Lagunya memang melankolis, tapi penuh harapan,” jelas Andrew.
Dangdut memang bisa dibilang jenis musik yang mencampurkan ragam musik lainnya, seperti Rock, Melayu, dan Pop. Hal ini terlihat dari musik dangdut yang dibawakan oleh Rhoma Irama. Bang Haji, begitu sapaan akrabnya, adalah salah satu pelopor lagu dangdut dengan memasukkan unsur Rock. Bahkan, hal ini dilakukan Rhoma untuk menaikkan strata sosial musik Dangdut di masyarakat.
Seperti dijelaskan pengamat musik Denny Sakrie, “Bang Haji memasukkan unsur rock dalam dangdut ini adalah upaya untuk (bisa dikatakan) menaikkan strata sosial. Karena orang menganggap dangdut itu kampungan, katro, sampai najis. Jadi masuklah elektrifikasi ke dalam musik dangdut Bang Haji. Kemudian cerdasnya bang Rhoma juga mampu memasukkan salah satu instrumen musik yang sangat familiar bagi anak 70’an, yaitu Deep Purple.”
Dangdut yang mulai berkembang dengan pengaruh musik kekinian
Dalam perkembangan selanjutnya dan tentunya di era yang lebih modern, dangdut telah berkembang menjadi musik yang memiliki lebih banyak pengaruh musik lain. Tidak hanya Rock, tapi juga bercorak Jazz, Disco, Chaca, Salsa, Country, Blues dan sebagainya.
Di penghujung tahun ‘90 atau awal 2000-an dangdut lebih berkembang lagi dalam hal corak dan warna musiknya yaitu dengan munculnya Dangdut Koplo yang mendapat pengaruh daerah musik Daerah (Cirebon, Jaipong, dan Banyuwangi).
Bahkan baru-baru ini, ada peristiwa yang bisa dibilang menjadi sejarah baru bagi musik dangdut. Pesta pembukaan Asian Games 2018 yang digelar pada 18 Agustus 2019 menjadi perbincangan yang tak usai. Kemeriahannya bahkan disebut mengalahkan kemeriahan pembukaan Olimpiade, pesta olah raga terbesar di dunia, yang diadakan di Rusia beberapa bulan sebelum Asian Games digelar.
Adalah Via Vallen artis dangdut kekinian yang terpilih untuk melantunkan lagu resmi Asian Games 2018, Meraih Bintang. Dangdut juga mendapat kesempatan untuk diperdengarkan saat pembukaan, dan menjadi lagu tema yang paling populer. Lagu ini juga diterjemahkan dalam bahasa Arab, Korea, Mandarin, Inggris, Jepang, Thailand, dan Hindi.
Tidak berhenti disitu, bukti bahwa musik dangdut tidak senorak kelihatannya, yaitu dengan adanya salah satu band dangdut asal Amerika. Menurut Andrew, tujuan dibuatnya band ini adalah agar orang Amerika juga mengerti musik dangdut. “Ada musik gamelan, musik wayang, dan musik yang lain juga. Kita ingin mereka tau musik pop juga. Jadi kita campurkan musik dari Amerika dan Indonesia.”
Dalam musik tentu akan terjadi pergeseran mengikuti era kekinian. Jadi, dengan banyaknya genre dangdut yang bermunculan itu salah satu tanda musik yang bergeser mengikuti jaman. Untuk mendapatkan informasi terbaru seputar dunia dangdut Indonesia, Anda bisa membacanya di sini.
Dan, ya, musik itu adalah selera, kalau tidak suka, tidak usah dihina-hina, begitu juga dengan dangdut.