Cerita Pilu Drummer Indonesia Peraih Rekor Dunia di Portugal

Kunto Hartono, peraih Guinness World Records menabuh drum 145 jam nonstop
Sumber :

VIVA.co.id – Kunto Hartono, 40, senang campur sedih. Perjuangannya berbulan-bulan agar bisa tampil menabuh drum dalam festival dunia di Castelo Branco, Portugal, tercapai, pada September 2017. Tanpa sokongan pemerintah, warga Surabaya, Jawa Timur, itu akhirnya berangkat juga dengan uang sendiri, di antaranya hasil menggadaikan barang.

Kunto gandrung dengan dunia drum sejak lama. Prestasi pun diraihnya sebagai penabuh drum terlama. Mula-mula dia meraih penghargaan MURI pada 2002-2003. Itu belum membuatnya puas. Kunto lalu beraksi menabuh drum dari akhir Desember 2003 hingga awal Januari 2004 selama 74 jam. Ia meraih Guinness World Records pertamanya.

Pada 2011-2012, Kunto beraksi lagi dan memecahkan rekor Guinness menabuh drum selama 122 jam 25 menit. Akhir 2016, pria berjuluk 'drummer sakti' itu menabuh drum selama 145 jam nonstop di Palembang. Guinness ketiga kali pun diraihnya. Dia menyalip Steve Gaul, peraih Guinness menabuh drum 134 jam nonstop asal Kanada, Amerika Serikat.

Nah, pada September 2017, Kunto tampil kembali bersama empat penabuh drum terlama negara lain di sebuah mal di Kota Castelo Branco, Pertugal. Selain Kunto dari Indonesia, empat penabuh drum peraih Guinness itu ialah Steve Gaul dari Kanada (rekor 134 jam), Lou Mars dari Amerika (108 jam), Ali Brown dari Inggris (102 jam), dan tuan rumah diwakili Carlos Santos (133 jam).

Bekerja sama dengan Unicef, ajak bertajuk ‘The Longest Drumming 100 Hours By A Team; Drum For Syiria’ itu disuguhkan untuk menggalang dana bantuan bagi anak-anak korban konflik perang Siria.

“Awalnya event internasional itu digagas oleh saya bersama Carlos Santos tahun 2015 akhir,” kata Kunto kepada VIVA.co.id, ditemui di rumah mungilnya, Jalan Hayam Wuruk, Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu, 4 Oktober 2017.

Karena sibuk mempersiapkan aksi rekor Guinness menabuh drum 145 jam nonstop di Palembang, rencana itu sempat terabaikan. Hingga kemudian, lanjut Kunto, Carlos menghubunginya dan event dunia menabuh drum seratus jam di Portugal siap dilaksanakan.

“Awalnya mau diadakan di Surabaya, tetapi saya sibuk menyiapkan rekor yang 145 jam, selain itu banyak lain sebabnya,” ujarnya.

Terpopuler: 10 Buah Bantu Turunkan Berat Badan hingga Cegah Kanker dengan Pijat Payudara, Bagaimana Caranya?

Respons pemerintah minim

Kunto senang mendengar kabar dari Carlos. Tetapi masalah lain menghantui. Dia kesulitan ongkos dan biaya hidup di Portugal. Kunto tak patah arang.

Terpopuler: Jennifer Coppen Pernah Ingin Bunuh Diri hingga Penyebab Jung Woo Sung Tak Mau Menikahi Moon Gabi

Dia meminta Carlos agar mengirim surat undangan resmi berikut dokumen kegiatan. Dia juga mendapatkan surat rekomendasi dari KBRI di Lisbon. Kunto memerlukan dokumen itu untuk mencari sokongan dana. Kala itu, Kunto berharap sokongan dari pemerintah.

Proposal pun lantas dibuat. “Proposal saya ajukan ke empat kementerian. Kementerian Luar Negeri; Kementerian Sosial, karena di sini ada sisi kemanusiaannya; Kementerian Pemuda dan Olahraga, mungkin penampilan saya di Portugal bisa dipakai untuk sosialisasi Asian Games 2018 di Jakarta-Palembang; dan terakhir ke Kementerian Pariwisata, kaitannya dengan promosi pesona dan Wonderful Indonesia,” kata dia.

Putusan Hari Ini, Jaksa Minta Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Tom Lembong

Proposal itu tak mendapatkan respons sampai sekarang. Hanya Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa yang membalas ketika dikonfirmasi oleh Kunto. Kata Khofifah, cerita Kunto, proposal yang diajukan itu diteruskan ke salah satu Direktorat Jenderal di Kemensos. “Tapi sampai sekarang tidak ada apa-apa,” ujarnya.

Singkat cerita, Kunto pun berangkat ke Portugal kendati tanpa sokongan pemerintah. Dia mendapatkan bantuan dari beberapa teman untuk ongkos pulang-pergi Indonesia-Portugal. Sampai di Lisbon, dia langsung kehabisan uang.

Dia sedikit terbantu setelah pihak KBRI di Lisbon memfasilitasi akomodasi selama di sana. “Pulang pergi saja Indonesia-Lisbon habis Rp30 juta,” ungkapnya.

Kunto senang karena bisa tampil atas nama Indonesia di negeri orang, apalagi dalam misi penggalangan dana kemanusiaan untuk anak-anak konflik Siria. Tetapi, dia juga kecewa karena pemerintah tidak memberi dukungan, kendati aksinya itu secara tidak langsung mengharumkan nama bangsa Indonesia.

“Selama ini saya meraih rekor dunia juga sama sekali hampir tidak di-support oleh pemerintah,” tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya