Dokter Tirta Bongkar Sisi Gelap Profesi Dokter, Sengsara!

Dokter Tirta ungkap sisi gelap profesi dokter
Sumber :
  • Instagram/@dr.tirta

Jakarta, VIVA - Insiden bunuh diri Aulia Risma Lestari menggemparkan publik. Ia ditemukan tewas di kamar kosnya. Dokter muda tersebut diketahui tengah mengikuti pelatihan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi di Universitas Diponegoro (Undip). 

5 Fakta Penting Kematian Dokter Aulia Bukan Bunuh Diri, Ini Buktinya!

Dikutip dari berita VIVA (16/8/2024), polisi setempat mengumumkan Aulia ditemukan tak bernyawa setelah ia menyuntikkan sendiri obat pelemas otot. Dugaan bunuh diri yang dilakukan calon dokter spesialis semakin diperkuat dengan catatan buku harian (diary) milik Aulia

Dia menuliskan keluh kesah terhadap seniornya dan sudah tak sanggup lagi menjalani hari-harinya. Aulia mengakui adanya beban fisik yang begitu besar. Ia berkali-kali menuliskan kata 'sakit' pada buku diary tersebut. 

Babak Baru Kasus Kematian Dokter Aulia, Keluarga Lapor Polisi Terkait Intimidasi dan Pemerasan

Seakan sepakat dengan pengakuan Aulia, dokter Tirta mengungkap hal yang serupa. Dokter Tirta baru menyadari bahwa menjadi seorang dokter dapat membuat sengsara.

Pesan Terakhir Dokter Aulia Risma Sebelum Bunuh Diri karena Tak Kuat Dibully

Photo :
  • Foto: IST
Wamenkes Ungkap 300 Kasus Perundungan Terjadi di PPDS

"Justru saat itu (setelah masuk kuliah kedokteran) aku baru tahu ternyata jadi dokter kalau gak jadi spesialis itu sengsara. Dan kalaupun jadi spesialis kalau gak di lahan basah itu juga sengsara," ujar dokter Tirta saat podcast bersama Feni Rose yang diunggah oleh akun TikTok @Podcast Viral Update.

Dokter Tirta mengaku profesi dokter sangat sulit untuk sejahtera dan berkembangnya pun membutuhkan waktu sangat lama. Dokter lulusan Universitas Gadjah Mada itu menganalogikan perjuangan seorang dokter layaknya maraton.

"Prosesnya tuh kaya maraton. Kuliahnya lama banget dan proses juga lama," tutur dokter Tirta.

"Setelah lulus dokter umum harus internship. Setelah internship gajinya pas-pasan dan harus berjuang keras lima tahun lagi untuk jadi spesialis. Setelah lima tahun kalau punya networking bagus akan kerja di lahan basah," imbuhnya. 

Pria mualaf itu menjelaskan maksud lahan basah adalah bisa bekerja di daerah yang dekat dengan keluarga atau penempatan kerja berada di rumah sakit-rumah sakit yang di Pulau Jawa. 

"Tapi kalau ingin tantangan bisa ke daerah tiga yang mana sangat stressfull dan jauh dari keluarga," kata dokter Tirta.

Ilustrasi dokter/rumah sakit.

Photo :
  • Freepik

Dokter berusia 33 tahun ini menceritakan kisahnya saat menjalani koas (Co-ass) pada tahun 2014. Saat itu bertepatan dengan pemberlakuan perdana program BPJS Kesehatan. 

"Itu udah keos bgt, antrian BPJS panjang. Jadi saat itu aku melihat uncertain, wah pusing banget nih," ucapnya.

Dalam benaknya, setelah menjadi dokter umum sudah selesai. Di mana akan dinas di puskesmas kemudian mengambil SIP dan bisa langsung mendapat gaji 30-40 juta. 

"Ternyata enggak," kata dokter Tirta.

Saat itu, uang duduk masih 100-150 ribu seharian. Uang duduk adalah upah yang diterima dokter saat melakukan shift jaga. 

Upah yang tidak sebanding dengan perjuangan pun kerap dikomplain para dokter karena dinilai terlalu kecil. Namun, masyarakat dan pihak lain tak terima dan berdalih itu adalah sebuah pengabdian yang semestinya dilakukan para dokter.

dr Tirta ungkap gangguan kesehatan yang dialami Zhang Zhi Jie

Photo :
  • Instagram/@dr.tirta

Mengetahui fakta miris tersebut lantas membuat dokter Tirta kesal. Menurutnya dokter juga seorang manusia yang butuh makan dan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. 

"Kita kan butuh uang buat makan ya, ya kita profesi tetapi ketika kita komplain soal uang selalu ada defence 'kan kamu pengabdian, kalau ga siap kenapa jadi dokter,'" ujarnya.

Dari situ ia menyimpulkan bahwa profesi guru dan dokter di Indonesia memang harus dibayar murah. Padahal yang menentukan harga layanan kesehatan murah atau mahal adalah kebijakan rumah sakit bukan dokter. 

"Kamu bayar mahal, dokternya cuma dapet dikit," tegas dokter Tirta.

Adapun netizen yang mengatakan kepadanya bahwa ada dokter yang kaya dan sejahtera. Dokter asal Jogja langsung menyanggah dan lakukan riset terhadap latar belakang keluarganya.

"Tanya dulu umur berapa, tanya dia bapaknya siapa. Kalau dia dari keluarga biasa maka kariernya pun akan biasa-biasa saja. Dia tidak akan wah banget, tidak tapi dia berdedikasi," jelasnya.

Kesengsaraan seorang dokter semakin parah apabila dia menjadi staff yang mengharuskan untuk mengajar, melakukan ini dan itu. Pada dokter juga dituntut untuk mengikuti seminar. Meskipun ada seminar yang gratis tetapi rata-rata untuk biaya menjadi peserta cukup mahal. 

“Jadi sudah gajinya mepet, harus nabung buat spesialis, harus buat rumah, masih suruh ikut seminar dan setiap lima tahun harus diperpanjang," pungkas dokter Tirta. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya