Tawaran Menggiurkan Jadi Menteri, Jusuf Hamka: Saya Kan Ngukur Baju di Badan, Apa Saya Pantas?

Jusuf Hamka dan Olivia Allan.
Sumber :
  • Youtube The Sumargos.

JAKARTA  –  Jusuf Hamka, pengusaha sukses dan dermawan, mengungkapkan alasan mengapa ia lebih memilih untuk fokus pada bisnisnya daripada terjun ke dunia politik atau menjadi pejabat.

Ahli Hukum Gugat 2 Pasal dalam UU Tipikor ke MK, Maqdir Ismail Bilang Begini

Dalam sebuah video YouTube yang diunggah di kanal The Sumargo's, Olivia Allan sebagai host menanyakan perihal kenapa Jusuf Hamka Enggan terjun ke dunia Politik atau menjabat sebagai pejabat.

"Ngomong-ngomong pejabat, bapak enggak mau jadi pejabat aja pak?," tanya ci Oliv panggilan akbrabnya.

Usut Dugaan Makelar Kasus di MA, Kejagung Dalami Perkara yang Pernah Ditangani Zarof Ricar

Jusuf Hamka, Olivia Allan dan Mahfud MD.

Photo :
  • Instagram @oliviasumargo.

"Pejabat itu apasih? menteri? saya udah jadi mantri," ungkapnya dengan nada bercanda.

Saksi Sebut Kerja Sama PT Timah dan Smelter Swasta Sesuai Rekomendasi BPK

Kepada Istri Denny Sumargo, Jusuf Hamka mempertanyakan pada dirinya sendiri, dan dia  selalu ingin memastikan, apakah dirinya mampu dan pantas untuk mengemban tanggung jawab sebagai pejabat? Ia juga ingin memastikan, apakah dirinya dapat menjalankan tugasnya dengan amanah, jujur, dan adil?

"Bukan mau enggak mau, tapi saya kan ngukur baju di badan, apa saya mampu? apa saya pantas? terus kalau saya sudah jadi pejabat apa saya bisa amanah, jujur, adil gitu kan saya harus ngukur-ngukur, buat apa kalau kita enggak bisa," ucapnya.

Meskipun beberapa kali ditawari posisi politik, termasuk posisi menteri dan wakil gubernur, Jusuf Hamka selalu menolaknya dengan hormat. Ia mengaku tidak ingin terikat oleh aturan dan birokrasi yang kaku.

Jusuf Hamka

Photo :
  • YouTube Denny Sumargo

"Kalau soal pencalonan, saya beberapa kali (di tawarkan), bahkan waktu itu sempat beberapa menteri dari Golkar termasuk ketua umum golkar meminta saya," ucapnya.

"Dengan segala hormat waktu itu ada menteri menko perekonomian pak Erlangga yang juga sebagai ketua umum dan juga ada menteri perindustrian waktu makan ngomong elektibilitas dan popularitas kamu cukup tinggi, jadi kamu harus untuk running sebagai wakil di Golkar DKI," tuturnya.

Laki-laki kelahiran 5 Desember 1957 itu menegaskan bahwa pengabdian ke negara tidak selalu harus menjadi pejabat, jadi rakyat pun bisa.

Ia juga mengatakan bahwa salah satu alasannya adalah kekhawatirannya akan konflik kepentingan dan potensi korupsi

"Pengabdian itu harus enggak harus menjadi pejabat, jadi rakyat biasa pun kita juga bisa mengabdi, jadi pengusaha juga bisa mengabdi. Satu, saya ini mungkin terlalu banyak teman sehingga nanti kalau saya jadi pejabat saya harus banyak yang saya entertain,"

"Kalau saya mengentertain pakai uang negara namanya saya korupsi, kalau saya entertain orang bantu orang pakai uang saya itu enggak korupsi, itu sadaqah. Kalau saya pakai uang saya kan tidak pusing, tidak perlu di audit dan enggak ada perlu pertanggungjawaban," tuturnya.

Lebih lanjut, salah satu alasan utama Jusuf Hamka memilih untuk tidak menjadi pejabat adalah karena ia ingin bebas menggunakan uangnya untuk membantu orang lain tanpa terikat oleh aturan dan regulasi yang rumit. Ia juga menekannkan pengtingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana.

"Di kantong saya ada berapa saya boleh bagi-bagi, kalau uang negara coba kamu lihat tuh baru-baru ini sidang tuh, nyawer penyanyi dangdut pakai uang negara masa kita harus begitu?"

"Kita nyawer tenaga semua yang kita sawer alhamdullilah duit saya masih putih sampai sekarang, saya tidak mau abu-abu atau hitam. Intinya uang sendiri kalau dipakai nyawer bagi-bagi itu namanya sodakoh,"

"Tapi kalau uang negara di sodakohin itu korupsi namanya. Harus ada program, kalau enggak ada programnya ya enggak bisa,"

Jusuf Hamka juga mengakui gaya kepemimpinannya yang lebih spontan dan fleksibel, yang mungkin tidak sesuai dengan regulasi dan birokrasi pemerintahan.

"Enggak boleh kalau enggak ada aturannya, kalau misalkan nih kita bansos kepada rakyat itu kan ada keputusannya, tapi kalau di luar keputusan (enggak bisa). Kalau saya ini kan orangnya suka jalan, kaya lihat empati simpati ya saya langsung kasih, kalau uang negara kan enggak boleh begitu,"

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya